Tiga hari berselang sejak Biyas meninggalkan Babus Salam, suasana di kantor OSIS serasa masih ada dirinya, teman-temannya masih sering membicarakannya. Wisma patah hati yang di tempatinya selama empat tahun juga tak pernah sepi membicarakan semua hal yang berkaiatan dengan Biyas. Di asrama Putri kamar Bilik Sunyi tempat Mei and the Gank berasrama, hampir setiap saat membicarakan kehebatan dan seabrek kegiatan yang pernah mereka lakukan bersama Biyaz. Pokoknya di pesantren Babus Salam, kepergian Biyaz menjadi tranding topik selama tiga hari ini.
Wajah Hayatun Nufus yang sejak tiga hari lalu selalu bermuram, menimbulkan pertanyaan dalam hati teman-temannya. Kabar pertunangannya bersama Lora Fahmi juga telah menjadi isyu santer dikalangan santri putri. Saran yang diberikan Lora Fahmi telah dia lakukan sejak tiga hari lalu dan dalam istikhorohnya sulit dia simpulkan. Hanya tinggal menunggu kabar hasil istikhoroh yang dia pinta dari Frida tiga hari lalu, semoga isyarahnya lebih jelas.
“Frida, saat jam istirahat pembekalan siswa baru di auditorium kita ke kantin ya. Seperti pintaku tiga hari lalu, aku mau tahu seperti apa hasil istikhorohmu.” Nunung berbisik pada Frida ditengah-tengah kesibukan pengurus OSIS menggunting lembar angket untuk kinerja mereka selama ini dan mempersiapkan segala kebutuhan saat MOS berlangsung.
“Iya Nung, sejak semula aku penasaran bagaimana isyarah itu menurut kamu. Karena terus terang isyarahnya nggak berubah tetap seperti malam pertama.” Jawabnya lirih sambil menatap tajam.
“Nung, nanti kamu ya yang memberikan angket ini sama keluarga, Kiai. Yang lain mana berani masuk pekarangan, Kiai. Kalau kamu-kan menantunya jadi nggak bakalan ada masalah.” Sambil berbisik menggoda Nunung, Mei memberikan angket.
“Mei, kamu jangan ikut-ikutan kayak teman santri yang lain dong!” Sambil cemberut dia mencubit pipi Mei.
“Iya ning...” keduanya tersenyum penuh canda.
Sambil tersenyum renyah mereka berdua mengalihkan perhatian semua pengurus OSIS yang ada di kantor itu. Mereka hanya geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah Mei dan Nunung.
Sementara semua pengurus OSIS mempersiapkan jadwal kegiatan MOS yang telah mereka rancang satu bulan lalu. Dengan sangat terpaksa, Biyaz yang menjadi ketua penitia terpilih harus digantikan Azmi sahabat dekatnya. Tahun pelajaran baru kali ini Madrasah Aliyah Babus Salam tergolong fantastis dalam penerimaan siswa baru dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Siswa baru yang telah lulus seleksi 700 orang putra putri.
Mading tiga hari lalu sempat dipublikasikan dirombak total. Baru kali ini setelah melalui proses editing dan koreksi yang ketat dari pihak lembaga kembali dipublikasikan. Semua pengurus OSIS mendapatkan instruksi langsung dari kepala Madrasah untuk penerbitan opini dan artikel harus melalui proses koreksi dari lembaga dan pesantren.
Sementara, semua siswa baru pagi ini berkumpul di Auditorium untuk mendapatkan pengarahan dari para senior. Mengkondisikan siswa dalam jumlah itu hampir membuat pengurus OSIS kewalahan, maklumlah, dari semua aktifitas MOS yang pernah berlangsung, tahun ini adalah jumlah peserta terbanyak. Berselang dua jam berlangsung pengarahan semua peserta diberikan kesempatan untuk istirahat sekedar mencari makan di kantin atau membeli makanan ringan di koprasi.
“Frida, hasil istikhoroh kamu bagaimana?. Kalau istihorohku susah aku jelaskan, terlalu misterius.” Tanya Nunung penasaran penuh nada selidik.
“Pokoknya ceritanya sama, dari malam pertama sampai semalam, tiga malam berturut-turut gak ada yang berubah.” Jawabnya serius dengan wajah polos.
“Iya gimana ceritanya, jangan bikin aku tambah penasaran.” Nunung semakin tidak sabar.
“Begini Nung, tiga malam berturut-turut aku mimpi lautan yang sangat luas tak terbatas, airnya jernih, tenang. Di antara lautan itu ada dua perahu yang sama bagusnya. Satu perahu dinahkodai Lora Fahmi, semua keluargamu dan semua keluarga Kiai, juga para santri ikut di dalamnya. Di atas perahu itu kalian seolah sedang berpesta. Tapi tiba-tiba di tengah-tengah lautan perahu kalian tidak bisa berjalan karena dihantam badai dan gelombang yang besar.” Penuh antusias Frida memberi tahukan mimpinya.
“Nah terus perahu yang satunya gimana Frid?” Nunung memburu kabar dengan alis diangkat.