Di antara kesibukan sekolah dan talaqqi 30 Juz langsung kepada kiai Ali Musthofa Ya’kup. Kesibukan lainnnya harus meladeni diskusi lintas agama dengan dua orang katolik yang dia kenal di atas kereta beberapa bulan lalu. Dua orang gadis yang saat ini kuliah di perguruan tinggi negeri paling populer di depok. Jurusan politik dan kedokteran. Diskusi itu sering dilakukan selepas jam pelajaran malam, kisaran jam 21.00 ke atas. Karena seringnya mendatangi warnet pesantren itulah penjaganya mengenalnya dengan baik.
Diskusi itu berawal ketika di atas kereta dua gadis itu memegang al-kitab/injil dan membacanya dengan sangat khitmad. Kereta kelas ekonomi yang ditumpanginya membawa berkah tersendiri buat dakwahnya. Dua gadis itu diluar kesadarannya ternyata memperhatikan dirinya yang komat-kamit membaca al-Quran yang dihafalnya. Mereka berdua merasa simpatik sekaligus kagum karena melihatnya tanpa beban membaca Qur’an hafalannya. Mereka berdua menyapanya tanpa canggung. Bahkan mengajaknya diskusi masalah keagamaan, anggaplah perbandingan agama. Dari sanalah awal diskusi itu dimulai.
“Kamu seorang penghafal kitab suci kamu ya?” Cristin gadis berkacamata minus itu bertanya penuh nada keakraban.
“Alhamdulillah. Iya begitulah.” Dia menjawab pertanyaan dengan santai sambil mengambil Quran berukuran kecil dari dalam tasnya.
“Segitu bayak ayat dan surat kamu bisa menghafalnya?” Anggita mahasiswa jurusan politik itu juga bertanya.
“Sesuai janji, Allah dalam al-Quran ini, siapapun yang berusaha menghafalnya dan mau memahaminya akan diberinya kemudahan.” Jawabnya singkat penuh nilai Qur’ani.
Perbincangan itu terus berlanjut, siapa Yesus, siapa Rasul dan Nabi, sampai pada tahap eksistensi ketuhanan dan siapa yang layak menyandang gelar tuhan. Untungnya Biyaz bukan orang yang kuper dalam teologi perbandingan agama. Banyak melihat video debat Ahmad Dedat, Zakir Naik, dan beberapa Kristologi Indonesia sekaligus banyak membaca buku-buku debat dua agama ini. Jadi penguasaan materi terhadap eksistensi ketuhanan kristiani yang dipaksakan dia banyak hafal dalam bible.
Kedua gadis yang tepat ada di depannya semakin terkesan dan terus menyerangnya dengan materi diskusi perbandingan dua agama. Bahkan seorang ibu muda kisaran 30 tahun umurnya yang duduk sebangku dengan, Biyaz hanya menjadi pendengar setia, sekali-kali kepalanya manggut-manggut dan tersenyum manis saat, Biyaz mampu mematahkan argumentasi kedua gadis lawan diskusinya. Sebab pengetahuannya tak hanya soal Bible yang berbahsa indonesia namun juga Bible yang berbahsa Arab dijadikan perbandingan argumentasinya untuk memberikan kupasan dari dua gadis yang selalu mengupas bible berbahasa inggris.