Sanubari

Imajiner
Chapter #3

Bagian 3: Tujuan Nomor Satu

“Nggak adil banget! Korupsi 200 Miliar cuma dihukum 3 tahun?”

Jika hari sudah menjelang malam, Hakim sudah duduk manis di depan TV tabung berukuran 29 inch yang terdapat di rumah. Ia tidak pernah terlewat untuk menyaksikan berita sore yang tersaji di layar kaca. Terkadang ia kesal sendiri menyaksikan bagaimana ketimpangan hukum terjadi di Indonesia.

"Kemarin nenek-nenek curi kayu bakar sampai 10 tahun. Lah ini? Kok bisa?" Tambah Hakim senewen.

Seperti namanya, Hakim, adalah seorang anak muda yang bercita-cita menjadi seorang Hakim yang terpandang dan adil di Indonesia. Hakim yang duduk di kelas tiga SMA ini memang tidak begitu cerdas, hanya saja cita-citanya itu membuatnya selalu giat belajar dan berlatih.

Adzan Maghrib akhirnya berkumandang, terlihat Hasan pun pulang di waktu yang bersamaan dengan suara Adzan.

“Ayah sudah pulang?” Ujar Hakim yang langsung membantu ayahnya memegang sebuah kantung kresek.

“Kasih ikan ini ke ibumu ya.”

“Iya yah.” Jawab Hakim yang langsung pergi ke dapur untuk menemui ibunya.

***

Makan malam pun berlangsung dengan khidmat. Dua buah ikan nila, beberapa tempe dan tahu dan tak lupa sambal habis dilahap keluarga kecil ini.

Ketika makan malam telah selesai, Hasan membuka obrolan,

“Maaf ya Bu, Nak, ikannya tadi ada tiga, tapi ayah kasih ke tukang tambal ban.”

“Buat apa memangnya yah?” Tanya Hakim penasaran.

“Ban sepeda ayah bocor tertusuk paku nak. Ayah tidak membawa uang tadi, jadinya ayah bayar sebagian dengan memberi ikan ke tukang tambal tersebut.”

“Kok bisa yah?” Tanya Nurlidya kaget yang sambil diikuti Hakim dengan pertanyaan yang sama.

“Ya mungkin sudah nasibnya ya.” Pungkas Hasan sabar.

“Tapi ayah enggak kenapa-napa kan?” Tanya Hakim memastikan.

“Enggak kok nak. Sudah-sudah, bantu ibumu cuci piring ya?”

Hasan tidak ingin keluarga kecilnya meratapi kegundahannya begitu dalam. Ia langsung mengganti topik lain.

***

Selepas makan, Hakim belajar di meja makan karena lampu meja makan lebih terang daripada lampu kamarnya.

Di meja makan, Hakim juga menemani ibunya yang menyetrika tepat disampingnya.

Selain bekerja di rumah Ibu Lurah, Nurlidya juga membuka jasa cuci dan setrika pakaian skala kecil. Ia membuka jasanya jika ia merasa tidak begitu lelah seperti saat ini. Hitung-hitung menambah penghasilan dan membantu Hasan juga.

Hasan masih ada di dalam kamar, ia sedang mengaji.

Lihat selengkapnya