Sanubari

Imajiner
Chapter #10

Bagian 10: Puncak Rasa Kesal

Waktu berlalu, Hakim yang masih di masa cutinya mulai merasa jenuh. Ia merasa sudah bosan untuk pergi ke perpustakaan. Bahkan belum ada lagi jadwal seminar terbaru yang bisa ia ikuti.

Terkadang, saking malas dan bosannya, seharian Hakim hanya tidur-tiduran saja di kamarnya. Berbeda dengan kedua orang tuanya yang harus bekerja.

Hakim yang tidak ingin menjadi anak yang tidak berguna, memutuskan satu hal yang akan ia kemukakan ketika makan malam nanti.

***

Ketika makan malam telah selesai, Hakim pun mulai membeberkan rencananya,

“Yah, bu. Hakim mau bicara.”

“Kelihatannya penting.” Pungkas Hasan sambil meminum air putih.

“Mau bicara apa nak?” Tanya Nurlidya sambil wara-wiri ke dapur dan meja makan lantaran mencuci piring bekas makan.

Dengan nafas berat, Hakim mulai bicara,

“Beberapa hari ini, mungkin beberapa minggu ini Hakim belum memiliki kesibukkan. Hakim bosan, Hakim jenuh. Mungkin Hakim bisa membantu ayah dan ibu bekerja…”

Orang tuanya masih tidak paham dengan apa yang anaknya bicarakan.

“Ayah kan guru nak, rasanya ayah tidak perlu bantuan. Lagipula bukan prosedur guru seperti itu.”

“Hakim paham kalau masalah kerjaan ayah.. Yang Hakim maksud adalah Hakim mau membantu ibu… Bekerja…”

Raut Nurlidya terlihat bingung ketika anaknya berbicara seperti itu.

“Bantu kerja ibu?”

“Iya bu, bantu kerja di rumahnya Ibu lurah..”

Dengan tegas Nurlidya menolak,

“Nggak nak, nggak usah. Ibu masih bisa bekerja sendiri nak.”

“Bu, Hakim kadang sedih melihat ibu pulang dari rumah ibu lurah terus lanjut masih harus bekerja lagi.” Ucap Hakim memohon.

“Enggak apa-apa nak, kamu bantu ibu dirumah saja ya.” Ujar Nurlidya dengan sedikit memaksa.

“Bu, Hakim akan bantu ibu di rumah Bu lurah dan juga di rumah ini. Hakim sedih lihat ibu kerja-kerja, sementara Hakim hanya dirumah. Tolonglah bu, terima permintaan Hakim ini, Hakim hanya ingin membantu kok."

Nurlidya kali ini memandang Hasan, mereka berdua seperti kebingungan untuk menjawabnya. Suasana hening seketika. Namun tiba-tiba Hasan berceletuk,

“Ayah pikir ide Hakim patut dipertimbangkan bu.”

Lihat selengkapnya