Sanubari

Shinta Jolanda Moniaga
Chapter #1

1. Dream Comes True

“Kamu mau kemana Nak ? Lima belas menit lagi acaranya mulai lho.” kata seorang wanita paruh baya kepada anak perempuannya.

“Ke depan bentar Ma, nggak lama kok.” jawab perempuan itu dan segera berjalan cepat ke depan kafe.

Dengan setengah panik perempuan itu mengotak-atik ponselnya sambil sesekali melihat ke arah jalan. Ia terus mencoba menelpon, tapi tak ada jawaban. Seharusnya saat ini ia sudah duduk tenang, menanti detik-detik sebuah mimpi yang akan segera menjadi kenyaataan.

Ia adalah Hania Putri. Akrab dipanggil Hania. Perempuan berusia dua puluh lima tahun yang sebentar lagi akan meresmikan sebuah kafe khusus dessert yang telah berhasil dibangunnya. Sebuah momen berharga yang sangat ingin ia rayakan bersama dengan orang-orang yang berharga dalam hidupnya. Mereka yang selalu menjadi saksi perjuangan Hania, mereka juga yang harus menjadi saksi kebahagiaan dan keberhasilan Hania hari ini.

“Hania !!!” teriak Gwen yang baru saja turun dari mobil dan berlari menghampiri Hania.

Melihat Gwen, Hania yang telah sedari tadi mondar-mandir di depan kafe langsung menghembuskan napas lega.

Sorry banget Han gue telat. Macet sumpah.” kata Gwen sambil memasang anting di telinganya.

“Iya nggak apa-apa kok Gwen. Abi mana ?” tanya Hania.

“Abi belum nyampe ?” Gwen balik bertanya dengan ekspresi terkejut.

“Lho bukannya kalian janjian berangkat bareng ?” Hania bingung.

“Harusnya sih gitu. Tapi tadi pagi dia nelpon gue katanya mau berangkat sama pacarnya. Udah coba telpon ?”

“Udah. Tapi nggak diangkat.” Hania semakin panik. Pidato singkat yang telah dilafalkannya semalam pun seketika buyar.

“Panjang umur. Tuh anaknya.” Gwen menunjuk ke arah Abi yang baru saja turun dari taksi.

Dengan berjalan cepat Abi menghampiri Hania dan Gwen yang telah menunggu di depan kafe.

“Gue tahu gue hampir telat, nggak usah tanya kenapa, karena ini acaranya udah mau mulai. Yuk masuk.” kilah Abi cepat.

Hania dan Gwen juga tak berkutik. Memang benar, waktu sudah tidak mendukung lagi untuk mereka bercakap-cakap ria di depan kafe. Mereka pun segera masuk, bergabung dengan para tamu yang sudah duduk manis menunggu acara dimulai.

******

“Dengan ini, kafe pertama saya, saya buka dengan resmi.” ucap Hania lalu menggunting sebuah pita merah yang ada di hadapannya.

Tepuk tangan meriah diikuti dengan beberapa teriakan melengking memenuhi ruangan itu. Senyuman bahagia pun terpancar di wajah Hania. Masih terasa seperti mimpi. Tapi sesungguhnya ini adalah kenyataan. Passion yang selama ini dijalaninya dengan tekun, berhasil membawa Hania sampai di titik ini.

“Selamat ya Nak. Mama bangga sama kamu.” kata Ibu Fifna, lalu memeluk Hania erat.

Air mata haru mulai menetes di pipi Hania ketika Ibu Fifna, sang Ibunda yang berada di sampingnya, memeluknya dan lalu menciumnya dengan penuh kasih.

Lihat selengkapnya