Sanubari

Shinta Jolanda Moniaga
Chapter #5

5. Lebih Baik Mengalah

Tok..Tok..Tok..

“Iya masuk.” seru Hania sambil memeriksa beberapa berkas di meja kerjanya.

Salah seorang pegawai kafe Hania pun datang memasuki ruang kerjanya. “Permisi Bu Hania, saya mau kasih tahu kalau stok bahan dapur baru aja masuk. Mau dicek sekarang Bu ?” tanya pegawai kafe dengan sopan.

“Oh iya nanti sepuluh menit lagi saya ke sana. Makasih ya..” balas Hania ramah.

“Baik Bu. Saya permisi dulu Bu kalau gitu.” pamit pegawai kafe.

Hania mengangguk, “Oke.” ucapnya lalu tersenyum.

Setelah pegawai kafe itu keluar, Hania kembali membaca berkas yang ada di tangannya, sambil menyesuaikan data-data dengan yang ada di laptop. Maklum saja, untuk urusan manajemen kafe, semua Hania yang handle. Ia benar-benar ingin turun tangan langsung dalam mengembangkan kafenya itu.

Setelah semuanya selesai, ia menutup laptop, dan membereskan berkas-berkas yang lumayan berantakan di meja kerjanya. Begitu ia ingin beranjak dari kursi, tiba-tiba kepalanya pusing. Ia pun kembali duduk sambil memegangi kepalanya.

“Kenapa tiba-tiba kepala aku pusing banget ya ?” gumamnya.

Ia segera mengambil gelas berisi air putih yang ada di meja kerjanya, dan meminumnya pelan-pelan. Wajahnya mendadak pucat. Ia tersandar lemas di kursi sambil memejamkan matanya.

“Mungkin karena kelamaan lihat laptop kali.” gumamnya lagi masih memejamkan mata.

Namun ia refleks membuka mata, ketika mendengar suara knop pintu berbunyi. Pintu ruang kerjanya pun terbuka. Ternyata Ibu Fifna tiba-tiba datang mengunjunginya.

“Kamu kenapa Han ? Kok pucat gitu mukanya ? Kamu sakit ?” tanya Ibu Fifna panik dan dengan cepat menghampiri putrinya itu.

“Cuman pusing dikit kok Ma, kelamaan lihat layar laptop.” jawabnya tenang.

“Masa cuman karena itu langsung pucat banget gini mukanya ?” Ibu Fifna memegangi wajah Hania.

“Aku beneran nggak apa-apa kok Ma. Senderan bentar juga pasti pusingnya hilang.”

“Kamu udah makan ?”

“Udah kok tadi.”

“Mama beliin obat ya ?”

“Nggak usah Ma, beneran deh, ini senderan bentar juga pasti pusingnya hilang. Nggak perlu minum obat.” kata Hania meyakinkan Ibu Fifna. 

“Tapi kamu beneran nggak apa-apa kan ?” tanya Ibu Fifna masih ragu.

“Iya Ma..” Hania tetap tersenyum.

“Tadi pas Mama mau ke ruangan kamu, Mama dengar bagian dapur pada nyariin kamu. Ada apa memangnya ?”

“Tadinya aku mau ngecek stok bahan-bahan yang baru masuk. Tapi tiba-tiba malah pusing.”

“Ya udah kalau gitu Mama aja yang cek ya ? Kamu istirahat aja dulu di sini.”

“Beneran Ma ?”

“Iya. Pokoknya kalau masih pusing jangan kemana-mana dulu. Mama nggak mau kalau kamu sampai kenapa-kenapa.” kata Ibu Fifna sambil mengelus lembut wajah Hania. 

“Siap Ibu Negara. Laksanakan.” balas Hania yang masih sempat-sempatnya menggoda Ibu Fifna.

*****

“Dam, desain undangannya masih ada yang mau kamu koreksi nggak ?” tanya Abi sambil melihat layar iPadnya.

Pertanyaan Abi pun mengudara begitu saja tanpa ada jawaban. Ia kemudian mengangkat kepala dan melihat Adam sedang sibuk memainkan ponsel di hadapannya. Begitu asik. Sampai jadi tiba-tiba budek.

“Dam ?” panggil Abi sekali lagi.

Masih tidak ada respon. Lagi-lagi ia menjadi kacang rebus.

“Adam sayang…” panggil Abi masih tetap lembut.

Adam akhirnya tersadar. “Eh iya sayang ? Kenapa kenapa ?” tanya Adam tanpa ada rasa bersalahnya sama sekali.

“Desain undangan kita masih ada yang mau kamu tambahin atau kurangin nggak ?” jawab Abi dengan sabarnya, sambil mendekatkan iPad ke arah Adam.

Lihat selengkapnya