“Taraa..” seru Hania lalu meletakkan sebuah piring dengan dua potong cake di tengah-tengah meja.
“Wih... Apa nih ?” balas Gwen dan Abi kompak.
“Biasa resep baru, kolak cake namanya.” jawab Hania lalu duduk di samping Gwen. “Cobain dong. Kalau oke bakal gue jadiin menu baru di kafe.” pintanya kemudian menongka dagu.
Semua menu yang ada di kafe Hania, sudah dipastikan telah lulus uji kelayakan dan uji kenikmatan dari dua komentator ala-ala ini. Siapa lagi kalau bukan Abi dan Gwen. Mereka adalah tester setia dari semua hasil percobaan Hania. Mulai dari rasa yang sopan hingga kurangajar, semuanya telah dirasakan oleh lidah Abi dan Gwen.
Abi mengambil sendok dan bersiap untuk mencicipi kue yang telah menunggu di tengah meja. Ketika sendoknya baru mendarat di atas kue, tiba-tiba seseorang dengan gesitnya menarik piring itu menjauh dari Abi.
“Baru kali ini gue lihat ada model rakus.” umpat Abi.
Pelaku itu nyengir tak berdosa, yang tidak lain tidak bukan adalah Gwen. “Tangan lo lama sih pergerakannya.”
Abi mendesis. “Awas aja lo habisin.”
“Tenang Bi, gue cuman cicip aja kok. Sisanya lo yang habisin.” lalu dengan cepat Gwen mulai menyendok kolak cake buatan Hania.
“Gimana Gwen ?” tanya Hania penasaran.
Gwen terbelalak. “Sumpah ini enak banget Han. Nggak bohong gue.” pujinya walaupun masih sementara mengunyah.
“Beneran ?” Hania langsung semringah.
Gwen manggut-manggut. “Iya beneran.” tanpa sadar, tangannya kembali menyendok kue.
“Gwen, gue juga mau kali.” potong Abi dengan muka mupeng-nya.
“Oh iya sorry. Keasikan.” Gwen kemudian menggeser piring ke arah Abi.
“Enak Han enak. Nggak kemanisan terus memang berasa kayak lagi makan kolak. Tapi kolaknya empuk.” komentar Abi setelah mencobanya. “Sama ini lo pakai almon yang digerus kasar ya ? Teksturnya jadi lebih oke sih kalau digigit.”
“Iya Bi. Gue pikir almonnya bakal mengganggu, ternyata nggak ya ?” balas Hania.
“Nggak kok. Jadi lebih mantap malah karena ada kriuk-kriuknya.” puji Abi lalu mengacungkan jempolnya.
“Asik… Jadi nilainya berapa nih ?” tanya Hania sambil menaikturunkan alisnya.
“Sepuluh dari sepuluh.” jawab Abi.
“Satu milyar dari satu milyar.” sambung Gwen.
Hania tertawa. “Oke deh kalau gitu. Berarti ini segera jadi menu baru di kafe gue. Thank you ya girls udah bersedia jadi tester gue lagi.”
“Kan kita berdua udah dikontrak seumur hidup jadi tester pribadi lo. Iya nggak Gwen ?” balas Abi.
“Yaps. Betul banget.” jawab Gwen cepat. “By the way Bi, jangan dihabisin dong, bagi dua ya ?” rayu Gwen.
“Katanya tadi lo cicip aja gue yang habisin. Gimana sih ?” Abi terheran-heran.
“Habis enak Bi. Perut gue barusan protes, nggak cukup katanya. Kurang banyak.” balas Gwen polos.
Abi mendesah. “Ya udah buat lo aja. Untung gue lagi kurang-kurangin makan yang manis-manis buat persiapan nikah.”
“Yes.. Thank you Bi. Lo memang terbaik.” puji Gwen dan langsung menarik piring dari hadapan Abi ke arahnya.
“Tapi Gwen ini enak lho, makannya banyak tapi nggak gendut-gendut.” kata Hania.
“Tau.. Cacingan kali lo.” ledek Abi.
“Enak aja lo ! ” tampik Gwen cepat. “Ini itu Anugerah. Tuhan tahu gue model yang makannya banyak, makanya dikasih kelebihan kayak gini.”
“Hmm.. Suka suka lo dah !” ucap Abi.
“Halo kesayangan-kesayangannya Tante.” sapa Ibu Fifna dengan sangat ramah saat menghampiri meja Hania, Abi, dan Gwen.
“Hai Tante cantik nan awet muda.” balas Abi dan Gwen serempak, lalu bergantian menyalami tangan Ibu Fifna.