“Kenapa kamu tiba-tiba mau mundur dari Jakarta Wedding Festival sih ?” tanya Mas Theo, Manager Gwen.
“Aku nggak bisa ditanggal itu Mas.” dalih Gwen.
“No no.” Mas Theo menggoyang-goyangkan jari telunjuknya. “Mas tahu banget siapa kamu Gwen. Lima tahun Mas jadi Manager kamu, nggak pernah sekalipun kamu batalin kerjaan mendadak hanya karena urusan pribadi. Mas tahu kamu itu profesional banget. Sekarang jujur deh, sebenarnya ada apa ?”
“Nggak ada apa-apa Mas. Aku beneran ada urusan mendadak ditanggal itu.” jawab Gwen berusaha meyakinkan Mas Theo. “Lagian masih banyak model lain juga kan dari agensi ini yang bisa replace posisi aku ?”
“Nah itu dia Gwen. Masalahnya yang punya butik bridal itu tetap mau kamu yang jadi model mereka.” jawab Mas Theo cepat.
Jawaban Mas Theo berhasil membuat Gwen terbelalak tak percaya. Ia mulai menggerutu dalam hati. Tak habis pikir dengan Davina yang tetap tidak mau menyerah, sampai-sampai menjadikan karir model Gwen sebagai umpan.
“Kalau mereka nggak mau model lain, kita batalin aja Mas kontraknya secara sepihak. Biar aku yang bayar semua dendanya.” usul nekat Gwen.
“Gwen please, kamu bukan model kemarin sore kan ? Yang jadi masalah itu bukan dendanya Gwen. Tapi reputasi agensi model kita dan reputasi kamu sendiri.”
Gwen menghela napas panjang kemudian berusaha berpikir keras. Ia sama sekali tidak ingin bekerja sama dengan Davina. Tapi disisi lain, ia pun harus memikirkan reputasi agensi model yang telah menaunginya selama ini.
Gwen mendesah. “Ya udah deh Mas. Biar aku sendiri yang akan selesaikan ini semua dengan pihak mereka langsung. Mas tenang aja.”
“Kamu mau ngapain ? Jangan macam-macam lho.” Mas Theo memperingatkan.
“Nggak akan macam-macam Mas.. Aku cuman mau kasih penjelasan ke pihak mereka kok. Aku bakal bujuk mereka sampai mereka mau replace posisi aku dengan model lain. Pokoknya Mas tenang aja, aku akan tetap jaga reputasi agensi model ini.”
“Oke. I trust you. Tapi kalau ada apa-apa kamu hubungin Mas ya ?”
“Iya Mas. Siap.”
*****
Sejak pertama kali terjebak di butik bridal milik Davina, Gwen sudah bersumpah pada dirinya sendiri, jika itu akan menjadi yang pertama dan terakhir kalinya ia datang ke sana. Namun rupanya semesta berkata lain. Gwen harus menjilat ludahnya sendiri, dan dengan sangat terpaksa kembali lagi ke butik itu. Bukan untuk Davina, tapi untuk Mas Theo dan agensi modelnya.
Gwen memang sangat membenci Ibunya. Tapi bagaimanapun Gwen tidak mau melibatkan apalagi merugikan pihak lain karena masalah pribadinya itu.
“Selamat siang Mba. Selamat datang kembali di butik kami.” sambut pegawai yang sama, yang dulu juga menyambut Gwen dengan ramah.
Gwen tersenyum tipis. “Iya siang.”
“Mau fitting baju lagi Mba ?”
“Nggak Mba. Saya ke sini mau ketemu sama Ibu Davina. Ibunya ada ?”
“Ada ada Mba. Tapi Ibu sementara ada tamu di ruangannya. Kalau Mba berkenan, Mba bisa tunggu sebentar di sini. Nanti saya kasih tahu Ibu dulu di ruangannya.”
Gwen mengangguk. “Oke. Saya tunggu di sini.”
“Baik Mba. Silahkan duduk dulu Mba.” pegawai itu mempersilahkan dengan senyum.
Gwen duduk dengan cukup gelisah. Sungguh tak pernah terbayangkan ia akan melakukan hal ini. Ia yang selama ini berusaha keras menghindar dari Davina, malah sekarang yang datang menghampiri Davina.