Abi bersama dengan rekan-rekan kantornya, yaitu Johan, Gisa, dan Tasya, pergi makan siang di sebuah restoran Thailand dekat kantor. Restoran yang selalu dipenuhi oleh teman-teman kantor Abi, ketika jam makan siang tiba. Maklum saja, selain dekat dengan kantor, makanannya juga enak-enak. Harganya juga murah meriah, membuat kantong menjadi semringah.
“Sebelum balik kantor temenin gue ke coffeshop seberang dong. Lagi ngidam frappuccino nih dari kemarin.” pinta Tasya.
“Yuk. Traktir ya..” rayu Gisa.
“Gis, lo nggak kasian sama teman lo yang satu ini ? Gue ini udah Ibu anak satu Gisa. Gue harus pintar-pintar ngatur keuangan untuk masa depan anak gue nanti.” balas Tasya dengan wajah penuh pengasihanan.
“Timbang tiga puluh lima ribu aja pelit amat lo Sya.” cibir Gisa.
“Tiga puluh lima ribu itu juga duit Gis. Harusnya lo dong yang traktir gue, kan lo masih single. Belum punya tanggungan.” ucap Tasya lalu menaikturunkan alisnya.
Gisa menggeleng-gelengkan kepala sambil bersedekap. “Susah memang kalau udah Emak-Emak. Perhitungannya makin memukau.”
“Biarin. Itu namanya sayang anak.” Tasya lalu menjulurkan lidahnya. “Bi, Jo, ikut nggak ?” tanya Tasya kepada Abi dan Johan.
“Gue nggak deh Sya. Gue harus buru-buru balik kantor nih. Siap-siap buat meeting.” jawab Abi.
“Gue juga nggak Sya. Masih ada desain yang harus buru-buru gue selesaikan .” sambung Johan.
“Oke deh. Mau nitip ?” tanya Gisa.
“Nggak Gis. Makasih.” tolak Abi dan Johan bergantian.
Mereka pun akhirnya berpisah setelah keluar dari restoran. Gisa dan Tasya ke coffeshop, sementara Abi dan Johan berjalan bersama untuk kembali ke kantor.
Abi yang blak-blakan, bertemu dengan Johan yang merupakan titisan pelawak, membuat mereka terus menertawakan hal-hal yang tidak jelas selama diperjalanan. Tai kucing di jalan aja diketawaiin. Hal ini membuat perjalanan mereka selama sepuluh menit dengan berjalan kaki pun tidak terasa. Tahu-tahu sudah sampai kantor saja.
Abi dan Johan masuk lobi kantor. Abi memukul pelan pundak Johan karena sudah tidak tahan dengan celetukan-celetukan nyeleneh Johan. Perutnya sampai sakit karena tertawa terus.
“You made my day sih Jo.” kata Abi sambil tertawa pelan. Ketika hendak menuju lift.
Tiba-tiba seorang laki-laki dengan setelan jas dengan sebuket bunga di tangannya, datang dari belakang dan berdiri tepat di hadapan Abi.
Abi yang tadinya tertawa begitu lepas langsung merapatkan mulutnya. “Adam ?” ucap Abi kaget.
“Ikut aku sebentar.” Adam langsung meraih tangan kanan Abi.
“Jo lo duluan aja ke atas. Gue masih mau ngomong dulu sama Adam.” kata Abi lalu tersenyum.
“Oke Bi. Duluan ya Dam.” pamit Johan begitu ramah kepada Adam.
Alih-alih membalas, Adam hanya mengangkat kedua alisnya dengan ekspresi yang sangat datar.
Dengan agak kasar Adam menarik tangan Abi, dan membawa Abi ke tempat yang cukup jauh dari keramaian kantor.
“Kamu ngapain pergi sama Johan ? Kalian habis darimana ?” cerca Adam.
“Dam dengerin dulu ya, tadi itu aku pergi makan siang di restoran Thailand dekat sini. Bukan cuman sama Johan aja kok, tapi sama Gisa dan Tasya juga.” jelas Abi denga suara pelan.
“Terus Gisa sama Tasya mana ? Kok batang hidung mereka nggak kelihatan pas tadi kamu masuk kantor bareng Johan ?”
“Tadi pas keluar restoran kita pisah Dam. Gisa sama Tasya masih mampir ke coffeshop dekat restoran Thailand tadi. Karena aku dan Johan masih banyak kerjaan, makanya kita balik duluan.”
“Bullshit ! Johannya aja yang mau dekat-dekat sama kamu. Oh.. Atau mungkin kamunya yang kegenitan sama Johan ?” tuduh Adam.
“Adam apaan sih ?!”
“Kamu pikir tadi aku nggak dengar kamu ngomong ke Johan ‘You made my day’ ?” kata Adam dengan penuh penekanan. “Jangan-jangan kamu sama Johan sebenarnya udah punya hubungan di belakang aku ?” tuduhnya lagi.
“Sumpah Dam. Aku sama Johan nggak ada hubungan apa-apa. Sumpah.” Abi berusaha keras meyakinkan Adam.
“Nggak ada hubungan apa-apa tapi kelihatan bahagia banget pas jalan bareng sama dia. Aku nggak bodoh ya Bi ! Selama ini aku ngelarang banget kamu dekat-dekat sama dia. Tapi ternyata ? Kamu malah nempel terus sama dia di belakang aku. ”
“Dam..” Abi masih berusaha menjelaskan.
“Tadinya aku mau kasih kejutan buat kamu untuk anniversary jadian kita yang keempat. Tapi ternyata malah aku yang terkejut dengan semua kebohongan kamu yang akhirnya terbongkar sekarang. Aku kecewa Bi sama kamu.” Adam melemparkan buket bunga ke lantai dan meninggalkan Abi begitu saja.
Abi hanya bisa terdiam tak habis pikir. Air mata tak kuasa lagi dibendungnya. Ia mengambil buket bunga yang dilempar Adam dan membalikkan badan menatap punggung Adam. Ingin ia menyusul Adam dan berusaha menjelaskan semuanya. LAGI. Tapi Abi tahu, semua akan sia-sia karena emosi Adam saat ini masih tidak terkontrol. Adam pasti tetap tidak akan mempercayainya.
Abi merunduk, menatap buket bunga yang dipegangnya dengan air mata yang terus menetes. Abi sungguh sangat tidak mau kehilangan Adam.