Sanubari

Shinta Jolanda Moniaga
Chapter #14

14. Ikatan Batin

Dokter baru saja keluar dari kamar rawat Hania, setelah memberitahu apa saja yang harus dipersiapkan Hania sebelum operasi pengangkatan tumor besok lusa. Termasuk rambut Hania yang harus dicukur habis sebelum operasi dilakukan.

“Kalau gue botak nanti gimana ya ? Jadi penasaran.” tanya Hania kepada Abi dan Gwen, untuk mengalihkan kesedihan mereka.

Tak secerewet biasanya, Abi dan Gwen kini lebih menjaga perkataan mereka. Jangan sampai salah ngomong, apalagi membuat Hania tambah sedih.

“Gue yakin banget sih lo bakal tetap cantik.” jawab Gwen tersenyum.

“Setuju. Lo mah mau diapain aja tetap cantik Han.” sambung Abi meyakinkan.

“Kalau gitu kalian mau ya cukurin rambut gue ?” pinta Hania menyeringai.  

Abi dan Gwen sontak terbelalak dan saling menatap satu sama lain sambil melongo.

“Lo yang benar aja dong Han, cukur alis sendiri aja gue nggak berani. Apalagi cukurin rambut orang ?” terang Gwen.

“Mending Nathan aja yang cukur. Dia pasti lebih pro. Iya nggak Nat ?” sambung Abi segera mencari tumbal.

“Iya, aku aja Han yang cukurin rambut kamu. Gampang kok.” ucap Nathan yang juga takut kepala Hania nanti kenapa-kenapa.

Hania menggeleng. “Nggak. Aku maunya Gwen sama Abi yang cukurin rambut aku.” kekeh Hania. “Ayo dong Bi, Gwen, tinggal dicukur habis aja kok. Nggak susah.” lanjutnya membujuk.

“Justru karena dicukur habis Han. Yang ada kalau gue sama Gwen yang cukur, itu kepala bukan jadi plontos mulus malah jadi plontos bercorak luka-luka. Lo mau ?” celetuk Abi.

“Iya Han. Kasihan tahu kepala lo. Lo tega masa depan kepala lo dinodai oleh tangan kita berdua ?” beber Gwen begitu jujur.

“Bi, Gwen, please…” mohon Hania sambil merapatkan kedua telapak tangannya.

Abi dan Gwen hanya bisa menghembuskan napas pasrah. Kalau Hania sudah mengeluarkan jurus muka pengasihanan seperti itu, Abi dan Gwen pasti langsung tidak bisa berkutik.

“Iya deh iya.” serah Abi dan Gwen kompak.

Yes…” seru Hania kegirangan, sampil mengepalkan kedua tangannya.

“Baru kali ini lho, gue lihat ada orang happy banget pas mau dicukur botak sama tukang cukur abal-abal.” bisik Gwen kepada Abi.

Abi mendesah. “Iya. Dia yang happy kita yang spot jantung.”

*****

Sejak pagi tadi Abi dan Gwen sudah stand by di rumah sakit untuk menemani Hania. Berhubung akhir pekan. Dan berhubung sudah beberapa hari ini Hania berstatus sebagai tahanan rumah sakit, mereka pun meminta izin kepada Ibu Fifna untuk mengajak Hania main dan menghirup udara segar di luar. Mainnya juga tidak jauh-jauh kok. Hanya di taman rumah sakit saja. Yang penting bisa keluar kamar. 

“Akhirnya bisa lihat langit biru lagi.” kata Hania sambil melihat langit.

“Mau lo nggak keluar kamar bertahun-tahun juga langit nggak akan berubah jadi hijau Han.” sambung Gwen polos.

 “Susah memang kalau punya teman yang otaknya segede upil.” ceplos Abi sambil geleng-geleng.

“Siapa ?” tanya Gwen lagi-lagi polos.

“Sabar Abi sabar... Orang sabar disayang Tuhan.” gumam Abi sambil menyapu dadanya.

Hania kemudian berdeham. “Dua minggu lagi ada yang mau nikah nih.” singgung Hania.

“Cie mau nikah cie…” goda Gwen sambil menyipitkan mata dan menunjuk Abi.

“Jujur gue bingung sih harus senang atau sedih.” kata Abi galau.

“Lho kok gitu Bi ?” tanya Hania bingung.

Abi kemudian menatap Hania. “Gue merasa egois aja Han, nikah disaat keadaan lo lagi kayak gini. Jahat banget nggak sih kalau gue harus bahagia ? Sementara lo sahabat gue, lagi berjuang melawan penyakit lo itu.” keluh Abi.

“Bi..” Hania memegang pundak Abi dan mengelusnya pelan. “Lo kok ngomong gitu sih ? Bentar lagi hari bahagia yang lo tunggu-tunggu bakal jadi kenyataan kan ? Lo harus bahagia dong Bi, nggak boleh ada rasa sedih sedikitpun.”

“Tapi Han…”

“Bi, lo nggak perlu mikirin gue. Gue akan baik-baik aja demi kalian.” potong Hania meyakinkan Abi. “Justru gue akan jadi orang yang paling merasa bersalah, kalau lo sampai sedih di hari bahagia lo nanti.” lanjutnya.

 “Kebahagiaan gue tetap nggak akan sempurna tanpa lo Han.” Abi memegang tangan Hania dan menatapnya dalam.

Lihat selengkapnya