Sanubari

Shinta Jolanda Moniaga
Chapter #15

15. Datang diwaktu yang Sama

Hari ini adalah hari dimana operasi Hania akan dilakukan. Hari yang berhasil membuat jantung semua orang deg-degan. Gugup, takut, dan cemas , itulah yang dirasakan oleh Ibu Fifna, Nathan, dan Gwen ketika mengantar Hania ke ruang operasi.

Abi yang masih dalam perjalanan menyusul ke rumah sakit juga merasakan hal yang sama. Takut menjadi tidak fokus menyetir, Abi minum air yang cukup banyak untuk meredakan kegugupan dan kecemasannya itu. Fokus menyetir tidak, kebelet iya. Akhirnya ia pun singgah sebentar di toilet SPBU.

Setelah urine yang tertampung di kandung kemihnya sudah keluar, Abi kembali ke mobil dan cepat-cepat menyalakannya. Ketika tangannya sudah ingin menurunkan rem tangan, tiba-tiba ia melihat mobil Adam yang baru saja masuk SPBU dan mengantri untuk mengisi bensin. Abi sontak semringah. Jodoh memang nggak bisa jauh-jauh. Ia mengambil ponsel untuk menelpon Adam dan memberi kejutan.

Baru saja ia ingin menelpon, gerakannya langsung terhenti ketika melihat seorang perempuan turun dari mobil Adam. Dari jauh ia melihat perempuan itu, bukan seperti kakak atau adik perempuan Adam.

Perempuan itu berjalan semakin dekat ke arah mobil Abi. Rupanya ia akan ke toilet. Semakin jelas Abi melihat wajah perempuan itu ketika perempuan itu lewat persis di samping mobilnya. Cantik, putih, dan terlihat sebaya dengan Abi dan Adam. 

Abi berusaha untuk tetap positive thinking. Tapi sebagai perempuan normal, bohong kalau ia tidak curiga. Abi mulai bimbang, disisi lain ia harus buru-buru ke rumah sakit, tapi disisi lain ia juga penasaran siapa perempuan itu. Ia melihat jam di mobilnya, masih ada waktu tiga jam sebelum operasi Hania selesai. Akhirnya Abi pun memutuskan untuk mengikuti ke mana mobil Adam akan pergi.

Dalam perjalanan perasaan Abi makin tidak enak. Abi merasa seperti ada yang aneh dan tidak beres. Mereka memasuki kompleks yang cukup sepi, dan mobil Adam berhenti di depan rumah yang cukup mewah. Agar tidak ketahuan, Abi memarkirkan mobilnya agak jauh.

Adam turun dari mobil dan membukakan pintu untuk perempuan itu. Ketika perempuan itu turun, Adam langsung memegang tangannya dan bergandengan begitu mesra. Sampai pada akhirnya, Adam mencium bibir perempuan itu, dan disaksikan oleh mata kepala Abi sendiri.

Abi tak berkedip. Matanya berkaca-kaca, dan air matanya pun langsung menetes. Seperti ada sesuatu yang baru saja menusuk hatinya. Laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya, berciuman dengan perempuan lain, tepat di depan matanya sendiri.

Abi berusaha mengatur napasnya. Air matanya terus berjatuhan. Tangan Abi begitu erat memegang stir mobil.

 Setelah perempuan itu masuk ke rumahnya, ia melihat Adam yang begitu bahagia kembali ke mobilnya. Selama empat tahun mereka berpacaran, tak pernah Abi melihat Adam sebahagia itu.

Ketika mobil Adam pergi, pikiran dan perasaan Abi makan kacau. Tak tahan ia pun berteriak sambil memukul-mukul stir mobil di depannya. Abi menangis begitu hebat. Tidak menyangka bahwa cinta yang selama ini begitu tulus ia berikan kepada Adam, dibalas Adam dengan seperti ini. Penyesalan Adam kemarin, ternyata dilakukan hanya untuk menutupi kebohongannya sendiri. Begitu tega Adam mengkhianati Abi, bahkan disaat pernikahan mereka sudah tinggal dua minggu lagi. 

Disaat Abi terus menangis, ponselnya tiba-tiba berbunyi. Abi mengambil ponsel dan memeriksa siapa yang membuat panggilan. Dan ternyata itu adalah Gwen.  Abi memilih untuk tidak menjawab panggilan itu, tapi Gwen terus menelpon dan mengirimkan pesan berulang kali kepadanya. 

Abi makin frustasi. Bingung akan apa yang harus ia lakukan sekarang. Hatinya hancur karena Adam. Tapi ia juga memikirkan keadaan Hania yang sedang berjuang hidup dan mati di ruang operasi.

*****

Berkali-kali Gwen berusaha menghubugi Abi, tapi tetap tidak ada jawaban dari sahabatnya itu. Telpon tidak diangkat. Pesannya pun boro-boro dibalas, dibaca saja tidak. Gwen bingung. Sepuluh tahun ia bersahabat dengan Abi, tak pernah sekalipun Abi susah dihubungi seperti ini.

“Abi dimana Gwen ?” tanya Tante Fifna.

“Nggak tahu Tante. Ini masih Gwen coba telpon.” jawab Gwen sambil terus mencoba menelpon Abi.

“Di jalan kali Gwen. Mungkin dianya juga lagi buru-buru ke sini. Makanya nggak sempat angkat telpon dari lo.” kata Nathan.

Gwen menatap Nathan. “Iya juga ya ?” ucapnya lalu mematikan panggilan.

Ibu Fifna, Nathan, dan Gwen menunggu di ruang tunggu keluarga, sambil sesekali melihat layar monitor status pasien yang sedang dioperasi. Sudah tiga jam lebih operasi Hania berjalan, tapi belum selesai juga.

“Itu Abi.” kata Nathan sambil menunjuk ke arah Abi yang sedang berlari menghampiri mereka.

“Bi lo darimana aja sih ?! Kok telpon gue nggak diangkat ? Terus kenapa chat gue juga nggak dibalas ? Lo kemana aja ? Kenapa baru nongol ?” semprot Gwen setelah Abi sampai di ruang tunggu.

Sorry Gwen sorry. Gue tadi ada urusan mendadak. Makanya telat.” bohong Abi. “Terus Hania gimana ?” tanya Abi cemas.

“Masih di dalam. Dokternya juga belum keluar.” jawab Gwen.

Gwen kemudian menatap Abi bingung. Pelan-pelan ia mengangkat tangannya dan memegang wajah Abi. “Lo habis nangis ya Bi ?” tanya Gwen pelan.

“Nggak..” jawab Abi dan dengan cepat melepaskan tangan Gwen dari wajahnya. “Urusan yang gue bilang tadi itu, ya gue ke Dokter mata. Soalnya mata gue tiba-tiba bengkak pas pulang kantor.”

“Masa sih tiba-tiba bengkak ?” Gwen ragu.

“Iya Gwen…”

“Lo nggak lagi bohongin gue kan ?” tanya Gwen penuh curiga.

“Nggak. Ngapain juga gue bohongin lo. Lagian lo tenang aja, udah dikasih obat kok sama Dokter. Paling bentar lagi juga hilang.”

Abi memilih untuk tidak memberitahu Gwen tentang apa yang sebenarnya terjadi. Bagi Abi yang terpenting sekarang bukan keadaannya. Tapi Hania.

Status operasi Hania dilayar monitor pun telah berubah menjadi selesai. Tak lama setelah itu, Dokter yang mengoperasi Hania datang menghampiri keluarga di ruang tunggu.

Lihat selengkapnya