Saputangan dari kamp Bangkinang

Osvian Putra
Chapter #8

Di Tahanan Baru

08.

 

Pertengahan 1943, catatan Jan de Fries dan Helene, tahanan di kamp Bangkinang.

 

Embun baru saja naik terhirup udara pagi. Langit sudah terang, memang belum benderang. Para tahanan wanita dan anak-anak di tempat barunya telah terbangun sedari awal. Badan mereka sakit-sakit semua. Tulang-tulang sendi mereka serasa mau copot. Muka dan sekujur tubuh mereka memerah karena kena sinar matahari kemarin seharian. Perih sekali rasanya. Apabila dibawa bergerak ketika tidur, misalnya bertukar miring dari kiri ke kanan, maka bagian kulit yang terhimpit tubuh mereka sendiri itu terasa sakit dan perih. Sinar matahari khatulistiwa memang begitu. Kejam menusuk ke dalam kulit bangsa Eropa yang putih pucat itu. Apalagi perut mereka tidak terisi sama sekali. Kalaupun ada, berarti pasti hanya air sungai yang mereka seruput itu. Lainnya, mungkin ada buah-buahan yang mereka dapat ketika berhenti di pinggir sungai petang kemarin. Mungkin saja ada jambu biji liar yang tumbuh di sekiat semak-semak di pinggir sungai itu. Mungkin saja ada pohon mempelam yang buahnya berjatuhan kemarin itu. Mungkin juga ada jambu air yang mereka dapatkan. Entah, pasti mereka punya naluri masing-masing untuk mengisi perut. Tapi yang jelas, semuanya tetap masih dalam kondisi kelaparan.

 

Pagi ini mereka sudah belajar beradaptasi melihat-lihat lingkungan baru mereka. Ternyata bangunan tempat mereka diinapkan itu cukup besar. Bangunan utamanya ada enam buah yang berbentuk persegi panjang, membentang di tengah lapangan berjejer berhadap-hadapan. Panjangnya ada kira-kira 20 meter, sementara lebarnya mungkin 6 atau 7 meter saja. Bangunan-bangunan utama tersebut bagian bawahnya, setinggi lebih kurang satu meter terbuat dari semen. Sementara bagian atasnya terbuat dari kayu yang disusun mendatar dipasak dengan paku. Tapi, sebagian lagi, dindingnya cuma terdiri dari anyaman bambu. Akan tetapi rangkanya terbuat dari kayu yang cukup kuat. Ketika mereka sampai itu, rasanya bangunan-bangunan itu belum lama siap dibangun. Aroma kayu serta bambu yang belum sempurna kering itu masih tercium di bagian pinggir bangunan.

 

Di dalam bangunan-bangunan itulah mereka tidur semalam. Di dalam bangunan kayu itu terdapat tempat tidur susun bertingkat yang terbuat dari kayu. Sepanjang sisi kiri dan kanan bangunan itu berjejer tempat tidur-tempat tidur seperti itu baik di sebelah kiri maupun kanan. Tempat tidur susun itu, dibuat sedikit lebih tinggi dari tanah. Mungkin 70 atau 80 senti barangkali. Maka dibawah tempat tidur itulah para tahanan disuruh menyimpan barang bawaannya. Sementara, di bagian tengah, terdapat semacam jendela yang tidak ada bingkainya. Cuma kayu atau anyaman bambu penutup dinding itu yang dipotong rapi secara persegi sesuai ukuran. Jendela itu bisa dibuka tutup dengan menggunakan penyangga yang juga terbuat dari kayu sepanjang kira-kira 30 sentimeter. Lantainya? Ya tanah begitu saja, namun cukup keras, tidak lembek.

 

Di bagian belakang, dimana rumput liar banyak tumbuh, terdapat pagar dari kawat berduri. Sepertinya berbatasan dengan ladang penduduk. Bukan ladang juga mungkin. Seperti kebun karet yang sudah ditebangi sebagian sepertinya. Tapi terlihat ada tanaman yang ditanam di atas gundukan tanah yang sengaja ditata dengan cangkul atau sekop sepertinya. Mungkin wortel atau ubi jalar. Kurang jelas terlihat dari jauh. Dari arah ladang itu terdapat aliran air. Tidak kecil, tidak besar juga. Airnya cukup deras mengalir ke arah depan yang tanahnya sedikit lebih rendah dari bagian belakang itu, melereng turun ke arah kiri dimana disitu terdapat jurang kecil mungkin sedalam 2-3 meter tempat air itu kemudian mengalir, menyatu dengan sungai yang lebih besar dari aliran air yang berasal dari bagian belakang batas kawat berduri tadi.

 

Sementara itu kira-kira 5 meter dari saluran air tersebut, terdapat satu bangunan memanjang sejajar dengan aliran air yang datang dari arah belakang itu. Bangunan itu tampaknya diperuntukkan sebagai tempat mencuci serta mandi bagi para tahanan. Bila masuk kedalamnya, akan tampak sebuah bak air besar yang terletak di tengah-tengah bangunan yang lebarnya mungkin ada 6 meter itu. Bak air itu sendiri cukup besar dan panjang. Sejajar dibuat dengan ukuran bangunannya. Air yang berasal dari ladang di belakang tadi, dialirkan ke dalam bangunan, yang didalamnya terdapat bak penampungan. Bak air itu senantiasa terisi air sampai penuh. Begitu sampai di batas bak air yang tingginya lebih dari 1 meter itu, air dialirkan melalui ceruk yang dibuat dengan cara memahat bagian tembok bak itu sedalam kira-kira 7 senti, sehingga otomatis ketinggian air di dalam bak tidak akan melebihi saluran pembuangan itu. Di lantainya, air buangan itu pun dibuatkan pula salurannya memanjang hingga ke jurang di sebelah kiri yang dalamnya kira-kira 2-3 meter itu. Demikian pula, di sekeliling bak air itu, di semen kira-kira 1,5 meter lebarnya. Bagian tepi semen tersebut dibuat lebih rendah dibanding bagian yang menghadap ke tembok bak, sehingga otomatis, air yang berasal dari bak itu akan mengalir ke tepian itu. Disekeliling tepinya pun dibuat saluran pembuangan yang muaranya menuju jurang yang di sebelah kiri tadi. Jadi boleh dikata air tidak ada yang tergenang karena sengaja diatur polanya sehingga semua akhirnya mengalir ke sungai di dalam jurang dangkal itu. Disitulah para tahanan disuruh bersih-bersih pagi ini. Ruangannya yang cukup besar dan lega, mungkin bisa menampung puluhan orang sekali masuk. Tersedia pula gentong dari bekas kaleng bisuit untuk menciduk air dari dalam bak untuk dapat dipergunakan untuk mandi atau mencuci.

 

Sementara, untuk yang mau buang air besar, tersedia kakus yang terbuat dari semen, memanjang di tepi pinggir jurang dangkal itu. Bangunan itu juga terbuat dari kayu. Atapnya palem, mungkin rumbia. Masih baru agaknya, masih hijau warna daun atap itu. Lubang-lobang pembuangan hajat manusia itu dibuat berderet berjejer sejajar sepanjang hampir 20 meter mungkin. Panjang. Sementara diantara satu lubang dan lubang pembuangan di sebelahnya, cukup lega jaraknya dan dibatasi pula dengan dinding anyaman bambu yang belum sempurna selesai, namun sudah bangunan itu sendiri sudah dipergunakan. Di bagian depan ketika yang mau buang hajat duduk berjongkok. Posisi yang mengerikan bagi wanita kelas atas Belanda karena serasa mirip dengan posisi ideal untuk melahirkan. Di depannya terdapat pula lubang saluran air selebar 30 senti meter. Disitupun tersedia kaleng-kaleng bekas biscuit berukuran 1 liter. Dimengerti begitu saja secara cepat oleh para tahanan itu, bahwa kaleng-kaleng itu berguna untuk menciduk air buat cebok setelah buang hajat. Padahal, sebenarnya orang Belanda terbiasa menggunakan botol cebok untuk membersihkan diri untuk buang hajat di kakus dirumahnya sebelumnya. Masalahnya belum tentu semua bisa cebok dengan cara itu. Tapi entah karena sudah terlatih sebelumnya di kamp Biara Gereja, entahlah. Seharusnya manusia bisa cepat beradaptasi. Kelebihannya di kakus itu airnya selalu mengalir dan tampak terisi penuh. Jadi seharusnya lebih bersih. Air di kakus dan di bak tempat mandi sama. Karena sumbernya sama. Sama-sama dari ladang di bagian belakang tadi. Cuma di bagi saja. Sebagian besar untuk keperluan kamar mandi dan cuci, sebagian kecil lainnya untuk keperluan kakus.

 

Di bagian depan, terdapat pula empat buah bangunan dari kayu, akan tetapi tidak sebesar yang di belakang tadi. Bangunan-bangunan itu dibuat sejajar dengan jalan. Tiga di bagian kiri pintu gerbang dan satu lagi di sebelah kanan. Tapi sebenarnya terdapat satu bangunan lagi disebelah kiri. Bangunan itu cukup besar pula, berdiri menyerong mengikuti sudut kemiringan tanah yang agak rendah dimana dibagian bawah tadi berdiri bangunan untuk mandi dan cuci. Itu lah dapur untuk para penghuni tahanan tersebut. Dapur itu hanya berdinding di dua sisi saja, mungkin untuk mengindari pengap. Sementara di sisi yang tidak ada dinding, yang ujungnya sejajar dengan tempat mandi dibuat batas setinggi kira-kira satu meter pula. Dari kayu tentu saja. Sementara di sisi terlebar, tidak ada dinding dan penutup sama sekali. Di bagian dalam bangunan tersebut tampak 4 buah tungku besar yang terbuat dari besi. Sementara kuali-kuali serta dandang besar teronggok diatasnya. Satu saja diantara empat tungku itu yang tidak ada alat masak diatasnya. Di bagian pinggir bagian yang ada dindingnya itu, terdapat sebuah meja kayu selebar hampir dua meter mungkin. Ada pula rak nya di bagian bawah, sekitar 20 sentimeter dari tanah. Sepertinya dipergunakan untuk menyimpan alat-alat serta bahan masakan. Sementara panci, ember, serta alat masak lainnya tampak tersusun di sisi berdinding yang satunya lagi. Sementara di luar bangunan tampak tersusun dan teronggok banyak sekali kayu kering yang sudah dipotong-potong. Sepertinya kayu bakar untuk memasak. Sudah tampak 2 orang lelaki separuh baya bercelana panjang hitam dan bersinglet pudar bekerja sepagi itu. Mereka menyalakan api tungku. Mencuci beras, memotong-motong sayur dalam jumlah banyak. Sepertinya mereka adalah petugas masak yang disewa oleh tentara Jepang untuk memasak bagi para tahanan itu.

 

Telah banyak tahanan itu yang keluar dari tempat tidur mereka semalam tampaknya. Dari informasi dan bisikan-bisikan yang sudah terlebih dahulu bangun, satu per satu mereka bergerak kea rah tempat cuci dan kakus itu untuk membersihkan badan. Sudah dua hari mereka tidak mandi, menggosok gigi juga. Sibuk sekali rumah tahanan itu sepagi ini karena para tahanan itu sibuk membongkar-bongkar barang bawaanya sekaligus menata letaknya di sekitar tempat tidur masing-masing. Bayi-bayi tetap saja ada yang menangis, anak-anak yang lapar pastilah merengek, semua berjalan secara alami saja. Ibu-ibu yang punya anak tentu saja terlihat kerepotan mengurusi anak-anaknya yang lain. Sementara yang tidak punya anak, lebih mudah mengurusi diri mereka sendiri masing-masing. Masalahnya, karena bangunan itu benar-benar apa adanya, dibangun tergesa-gesa dengan bahan dan alat seadanya. Banyak sekali bagian terbuka pada bangunan tersebut, sehingga nyamuk bisa dikatakan bebas berkeliaran ke dalam. Tubuh-tubuh penghuni yang baru sampai itu sepertinya menjadi makanan empuk bagi nyamuk-nyamuk tropis yang ganas itu.

 

Dari rumah kayu tempat tidur mereka berjalan ke tempat mandi. Mungkin tidak jauh. dari bangunan paling ujung saja mungkin tidak sampai seratus meter. Akan tetapi masalahnya ternyata tidak semua punya alas kaki untuk ke tempat mandi tersebut. Maka yang tidak punya sandal, terpaksa memakai sepatu. Itu pasti akan lebih merepotkan sebenarnya.

 

Bangunan yang empat buah lagi, satu sepertinya dapur khusus untuk tentara Jepang. Posisinya sejajar juga dengan bilik mandi dan berhadapan namun dalam jarak yang cukup jauh dengan dapur untuk tahanan tadi. Tampaknya sengaja dirancang bahwa dapur dibangun dekat dengan sumber air. Di depan bangunan dapur yang beda model bangunannya dengan dapur umum, karena mempunyai dinding di keempat sisinya. Namun terdapat pintu yang cukup lebar di salah satu sisinya. Terdapat pula jendela-jendela lebar yang modelnya sama dengan yang terdapat di barak tidur. Seperti sengaja dibuat begitu agar asap tidak terkurung di dalam ruangan.

 

Sementara bangunan yang 3 buah lagi. Yang paling dekat dengan pintu gerbang sepertinya adalah barak penjaga sekaligus tempat tidur prajurit di bagian belakangnya. Model bangunanya itu, di bagian depan terdapat semacam meja dan bangku yang dibuat dayi kayu. Disitu selalu stand by 2-3 orang penjaga yang memegang senjata lengkap. Posisinya mirip seperti teras bangunan. Akan tetapi ada lantainya. Terbuat dari papan juga tentunya. Di selasar bangunan sebelah depan, tampak tergantung besi logam yang tampaknya adalah bekas velg kendaraan yang sudah rusak. Sepertinya itu adalah lonceng yang berguna sebagai alarm untuk memberi aba-aba kepada penghuni kamp tersebut. Sementara untuk bagian belakang terdapat sebuah pintu yang cukup lebar untuk keluar masuk penghuninya. Apakah juga tempat tidurnya berupa ranjang susun bertingkat, entah. Tidak tampak dari luar.

 

Bangunan yang satu lagi, yang disebelahnya, sepertinya ruang tidur dan semacam villa untuk komandan kamp tahanan tersebut. Walaupun hanya dari kayu semata, tampak bangunan tersebut direncanakan dan diatur secara sempurna. Bangunannya sudah hampir mirip dengan villa-villa di tempat peristirahatan layaknya. Apalagi di sekitarnya sengaja ditanam bunga dan tanaman sebagai penghias. Mungkin bangunan itu tidak hanya disediakan bukan untuk satu dua orang perwira saja. Sepertinya lebih.

 

Sementara bangunan yang paling ujung, yang paling jauh dari pintu gerbang, sepertinya adalah kantor administrasi mereka. Bagian yang berhadapan dengan barak tidur para tahanan sengaja tidak diberi dinding. Jadi para tentara Jepang yang bekerja di kantor itu senantiasa akan bisa melihat aktifitas di barak-barak tidur itu walaupun jaraknya cukup jauh. Tentu tidak masalah bagi Jepang-jenag itu, sebab mereka pasti punya kijker[1]. Di bangunan itu tampak meja panjang dan kursi-kursi melingkar di sekekililing meja tersebut. Namun, di bangunan itu, juga terdapat 1 buah bilik, sepertinya untuk Komandan kamp berkantor atau menerima tamu.

 

Di keempat sudut area kamp tahanan tersebut, terdapat menara intai. Tidak terlalu tinggi, mungkin 5-6 meter. Terlihat tangga untuk prajurit turun dan naik. Menara itu sendiri sebenarnya adalah semacam kotak kayu dengan dinding sepinggang orang deawasa dengan empat tiang kayu di setiap sudutnya dan diberi atas di bagian atasnya. Ukurannya pun paling sekitar 1,5x1,5 meter saja. Pas-pasan untuk berdiri dua orang prajurit saja. Seperti pagi ini, terlihat dua orang tentara yang berjaga di atas sana. Mestinya di sudut lain juga begitu. Lalu, di samping menara itu, tergantung lampu listrik yang semalam menyinari para tahanan ketika pertama kali sampai dari perjalanan jauh dari Payakumbuh. Apakah di menara yang di belakang juga ada lampu serupa atau tidak, belum pasti. Belum sempat berjalan kesana dan memperhatikan hal tersebut.

 

Sementara di tengah-tengah lapangan, terdapat sebuah tiang bendera yang cukup tinggi. Tiang itu terbuat dari besi pipa yang sepertinya cukup tebal dengan ukuran 4 inchi dan berdiri di sebuah lantai semen berukuran sekitar 2x 2 meter. Tinggi juga tiang itu dan dipuncaknya sudah tampak bendera matahari terbit tersangkut di ujung tiang dengan talinya. Tiang itu sendiri sama dengan tiang penyangganya di bagian bawah, di cat warna putih. Cuma saja, sebenarnya lapangan itu tidak rata. Bagian depan sebenarnya sedikit lebih rendah dibandingkan bagian belakang. Maka, sekitar dua meter dari lantai semen untuk bendera tadi, dibuat semacam pematang yang membedakan level ketinggian kedua bagian permukaan lapangan tersebut. Bagian belakang lebih tinggi sekitar 30 senti dibanding bagian depannya.

 

Lihat selengkapnya