SAPUTANGAN TANDA CINTA

KH_Marpa
Chapter #1

"Perkenalan April, 1987"

Selama mengikuti upacara bendera setiap hari Senin pagi di SMA Patriot, baru kali ini Ryan-siswa kelas 2 A1- datang terlambat.

Ban sepeda motor bebek-nya bocor selepas keluar dari komplek perumahan sehingga dia tertahan hampir 20 menit di tukang tambal ban pinggir jalan-untungnya sudah buka-dan tiba di gerbang sekolah jam 7.40 pagi.

Sekarang, Ryan terpaku di depan pintu gerbang sekolah yang terkunci ini.

"Uf! telat 10 menit," pikirnya sambil melirik arlojinya.

Dia harus menunggu sampai upacara bendera selesai, baru boleh masuk.

"Ah, 20 menit lagi?" pikirnya sambil berdiri di samping sepeda motornya dengan ragu, apakah menunggu di sini atau menunggu di warung Bude langganannya yang tak jauh dari sekolah ini.

Ryan merasa apes karena sampai saat ini, hanya dia seorang yang jelas terbukti datang terlambat.

"Mudah-mudahan ada teman," harapnya seakan berdoa.

Dia beruntung!

Seorang siswi dengan tas bahu berwarna navy blue -bergambar Snoopy-baru saja turun dari mobil sedan hijau metalik. Wajahnya tidak asing bagi Ryan, tapi dia belum tahu siapa nama-nya.

"Sudah lama di sini, ya?"tanyanya dengan ramah begitu sampai di sebelah Ryan.

"Indri Astuti," Ryan membaca tulisan nama itu dalam hatinya.

"Belum! kamu kok bisa telat?" Ryan membalas se-ramah mungkin.

Indri tertawa, "Kamu sendiri kok bisa telat?"

"R-apa sih itu? Paul?" Indri membaca dalam hatinya.

Ryan jadi tertawa menyadari keusilannya.

"Aku Ryan, 2 A1. Kenalan dulu biar enak menjawabnya, ya?"

"Oh, Ryan. Nama yang bagus," batin Indri.

"Indri, 2 A3." Dia merasa lucu melihat gaya Ryan yang tanpa beban ini.

"Se-kelas dengan Winto berarti-"

"Iya! kamu se-kelas dengan Ayu, kan?" Indri mengusap wajahnya dengan saputangan. Sinar matahari pagi membuatnya berkeringat.

"Benar! sebelumnya pernah telat, In?" Ryan menyipitkan mata melawan silau. Dia juga berkeringat, tapi dibiarkannya saja.

"Belum. Aduh! malunya entar ditonton sama teman-teman-"

"Tenang. Kamu tidak sendirian kok! lagian menanggung malu itu perlu juga sekali-sekali, biar jera." Ryan tersenyum menghiburnya, "kalau aku, telat karena ban motor ini bocor tadi."

"Senyum-mu itu!" pikir Indri.

"Oya? repot juga kalau begitu-"

"Sudah nasib, mau bilang apa?!" Ryan menaikkan bahunya sambil tersenyum.

Indri tertawa mendengar kepolosan Ryan. Dia suka melihat gaya bicara yang seperti itu.

"Kamu telat karena ban bocor juga, kah?" Ryan menatapnya dengan mimik serius.

"Ya, enggaklah, Ryan!" sahutnya sedikit gugup, "tadi sempat enggak enak badan aja, jadinya malas bangun."

"Enggak enak badan? siapa yang mau memakan badan kamu, In?"

"Ah! Kamu ini bercanda terus. Kurang fit maksudnya," jelas Indri agak manja.

"Sorry, perlu bercanda biar kita enggak bosan menunggu, Indri! nah, pak Gatot sudah datang itu, waktunya menebalkan muka, In."

"Aduh! malunya-"

"Selamat pagi, Pak. Maaf, kami terlambat," sapa Ryan dengan hormat.

"Pagi juga, tapi hukuman tetap dijalankan demi keadilan, ya!" sahut pak Gatot sambil membuka gembok pintu gerbang.

"Siap, salah, Pak!"

"Maaf, Pak." Indri berkata dari belakang Ryan.

"Masuklah, habis itu kalian ke bagian Guru Piket."

"Terima kasih, Pak," ujar mereka berdua dengan serentak.

"Kamu bareng aku aja, In. Naiklah." Ryan meng-engkol sepeda motornya.

Hampir saja Indri menolaknya kalau tidak ingat pada hukuman yang sedang menanti mereka.

"Jangan takut, aku bukan penyamun, In," canda Ryan sambil menjalankan sepeda motornya menuju ke tempat parkir.

"Ah! enggak deh. Aku bisa bedain kok yang mana penyamun, yang mana bandit."

Ryan tertawa lepas seraya menoleh ke belakang.

"Jadi aku yang mana?"

"Kamu pelawak-" Indri masih sibuk memikirkan hukuman apa yang akan diterimanya.

"Oh! syukurlah-"

"Pelawak bandit maksudnya!"

"Teganyaaaa!"

Lalu mereka tertawa di parkiran motor ini. Dalam hitungan menit mereka sudah akrab. Maklumlah, senasib sepenanggungan.

"Kira-kira kita mau diapain, In?"

"Tau! pasrah aja, emang salah kok."

Tak lama, mereka sampai di ruang Guru Piket.

"Selamat pagi, Pak."

"Kamu terlambat, Ryan? tumben-" Pak Jalal agak heran.

"Iya, Pak. Kami telat 10 menit, ban motor saya bocor tadi-"

"Kamu boncengan sama Indri?-"

"Enggak, Pak. Suer." Indri mulai salah tingkah di depan pak Jalal-wali kelasnya.

"Baiklah. Supaya jadi pelajaran berharga-jangan terulang lagi-kalian memungut semua sampah yang ada di lapangan upacara, ya!"

"Nunggu mereka masuk ke kelas dulu 'kan, Pak?" Wajah Indri membuat Ryan tersenyum geli.

"Tidak! sekarang, Indri."

Lihat selengkapnya