Ryan terkejut melihat Indri dan Mila yang berdiri di balik jendela kelasnya pada jam istirahat hari Kamis ini. Dia sempat gelagapan menghadapi kunjungan yang tak terbayangkan itu.
"Sorry mengganggu, Ryan. Boleh minta tolong?" tanya Indri menatapnya.
Dia bangkit dan bersandar pada bingkai jendela di sampingnya.
"Soal apa, In?" sahutnya mulai tenang.
"Cuma kamu yang memanggilku 'In', yang lainnya manggil 'Ndri'," pikir Indri geli.
"Ini, tugas Bahasa Inggrisnya susah banget, mau dikumpul jam 12 nanti." Indri memberikan buku cetak Bahasa Inggris-nya.
"Ah, kirain soal apa-yang mana tugasnya?" Ryan membolak-balik lembaran buku.
"Yang ada lipatan-nya-ya, yang itu."
"Kata Mila kamu jago English, "so please help!'" batinnya berharap.
"Oh, aku kerjakan bentar-" Ryan melihat arlojinya, "entar kuantar ke kelas, ya!"
Indri dan Mila tersenyum senang.
"Oke, makasih banyak, Yan!" ujar Mila sambil menarik tangan Indri.
"Makasih Ryan, sampai nanti," timpal Indri malu-malu.
"Yoo!" balas Ryan sambil membaca soal tugas dengan serius.
"Aduh! serius amat sih? lihat ke sini dulu kek!" pikir Indri dengan gemas sambil mengikuti Mila. Dia makin kesengsem melihat gaya Ryan.
"Hmm, sepuluh soal 'essay Passive Voice'." Ryan mulai menuliskan jawabannya dengan cepat untuk mengejar waktu istirahat.
Tak sampai tujuh menit, semua terjawab dengan mudahnya. Dia menyobek kertas jawaban dari buku tulisnya lalu menyisipkannya pada lipatan buku cetak ini.
"RP-060487-apa ini?" pikirnya berdebar-debar saat tak sengaja melihat lembaran terakhir buku cetak.
Diperiksanya lembaran pertama yang bertulisan Indri A.
"Punya dia. 060487? ini hari Senin yang kami telat-terus RP-nya? Ryan Paul? ah! salah tulis rupiah kali?" Dia sibuk dengan pikirannya sendiri.
Akhirnya, dengan ragu dia menuliskan tiga tanda tanya di samping tulisan tadi lalu segera meluncur ke kelas 2 A3.
"Ini, In. Entar dipelajari lagi, ya!"
"Ya, ampun! cepat banget selesainya?" Indri kaget bercampur senang dalam hatinya.
"Makasih banyak, Ryan. Sorry jadi ngerepotin."
Ryan tersenyum lalu segera pergi.
"Tulisanmu ngalahin tulisan cewek? Ryan, kamu sukanya cewek yang seperti apa sih?"
Tiba-tiba Indri tersenyum melihat tiga tanda tanya yang dituliskan Ryan di lembar terakhir buku cetak ini! Dia tak menyangka tulisannya berhasil menarik perhatian Ryan dan membuatnya mulai yakin bahwa ini adalah awal yang menjanjikan harapan.
"Ryan, kamu itu jahat! tapi aku makin suka, tau! awas entar, ya!" pikirnya berbunga-bunga.
--000--
Jam pulang sekolah hari ini terasa lebih lambat bagi Indri. Dia tak sabar bertemu Ryan untuk berterima kasih sekali lagi karena tugas Bahasa Inggrisnya benar semua. Selain itu, dia ingin memberitahu Ryan arti tulisan RP-060487.
Masih 5 menit lagi menuju jam 1.30 siang, tapi dia sudah 'siap terbang' ke kelas A1 di sana.
"Tunggu aku, ya! 'please'-" pikirnya sambil memainkan pena Le Pen warna biru muda.
"Gelisah amat sih?" bisik Mila menegurnya.
"Aku pingin ketemu dia lagi, ada perlu."
Mila mendelik, "Ada perlu, apa ada rindu?"
"Dua-duanya sih, tapi satu-satu aja dulu, biar fokus!"
Langsung kaki Mila beraksi di kolong meja.
"Keberatan? ya udah, batal aja!" Indri berusaha memandang lurus ke depan kelas.
"Boleh aja sih, tapi kamu jangan maen-maen, Ndri," bisik Mila sambil sedikit membungkuk.
Tiba-tiba, "Teng, teng, teng!"
"Akhirnya-" Indri nyaris bangkit dari kursinya, padahal Bu Wati-Guru Ekonomi-masih di depan papan tulis.
"Sabar, Jeng! nafsu banget sih?!"
Dia tertawa pelan melihat wajah cemberut Mila.
"Jangan permainkan dia, ya!"
"Hush! siapa yang maen? Aku serius, La!" Indri segera memakai tas bahunya begitu Bu Wati melangkah ke luar kelas.
"Dia anak baik, Ndri-"
"Tau! makanya aku pingin ketemu-"
"Terbanglah! nunggu apa lagi?"
"Duluan, ya!" Indri melambai lalu melangkah cepat ke luar kelas.
"Tunggu aku, Ryan!" batinnya ragu saat melihat banyak anak A1 yang sudah di luar kelas.
Beberapa teman anak A2 menegurnya dengan ramah, tapi dia menyahut sekenanya saja.
Di kelas A1, Ryan masih melanjutkan tulisannya di buku catatan Bahasa Indonesia. Tadi Set-teman se-bangkunya-sempat menyindir karena dia belum mau pulang.
"Masih ada dia," pikir Indri senang waktu memandang dari pintu kelas A1.
"Ryan-" Indri melangkah pelan menghampirinya.