SAPUTANGAN TANDA CINTA

KH_Marpa
Chapter #6

"Emosi Ryan"

Pembagian rapor semester 4 tinggal empat hari lagi, bertepatan dengan ulang tahun Ryan yang ke 17. Itu akan menjadi sangat spesial bagi Ryan dengan kehadiran Indri sebagai kekasihnya.

Sebelumnya Ryan tak pernah berkhayal memiliki pacar saat SMA karena memang dia tak memikirkannya. Meskipun banyak temannya yang ber-malam minggu ke rumah cewek idaman masing-masing, tapi waktu itu Ryan cuek saja. Cerita tentang sepakbola, tinju dunia dan situasi politik global jauh lebih menarik dibanding membahas tentang cewek mana yang diincar atau indahnya cerita wakuncar (waktu kunjung pacar) malam minggu.

Kenyataannya, sekarang dia memiliki Indri. Biarpun kisah cinta mereka yang awalnya sembunyi-sembunyi-takut sama Bunda-kini sudah terang-terangan-sempat jadi story of the week-, tapi kisahnya tetap tidak seperti kisah teman-teman yang lainnya. Tidak ada wakuncar, tidak ada kencan, yang ada hanya kemesraan! Hampir semua kisah mereka ditulis di sekolah. Lihat saja sekarang, mereka sedang menulis kisah di lapangan volley ball.

Pertandingan volley ball putra antar kelas sedang berlangsung serentak di dua lapangan sekolah pagi ini. Di lapangan 1, kelas 2 A1 sedang di-bulan-bulani oleh kelas 2 A3. Bukan saja kalah kasta, tapi 2 A1 juga kalah supporter.

Ikutnya Ryan sebagai pemain dan Indri sebagai supporter lawan, membuat pertandingan ini jadi meriah. Indri bersorak untuk A3, tapi memberi minum untuk Ryan. Setiap kali Indri menyeberang ke kubu lawan demi Ryan, teman-teman menyorakinya. Di papan score tertulis pula: WAR OF THE BESAN (sejak hubungan Ryan dan Indri 'bocor' ke publik, 2 A1 resmi besanan dengan 2 A3, dirayakan secara simbolis oleh ketua kelas-Dedi dan Winto-di kantin!)

Pertandingan berakhir dengan cepat. 2 A3 menang dua set langsung. Saat bersalam-salaman sebelum bubaran, Ryan melihat Mail-si Kombet-sedang bersama Indri dan Mila. Tampaknya ada yang tidak beres di sana. Ryan bergegas menghampiri.

"Ada apa ini?" tanyanya di depan Mail.

"Bercanda aja, Yan," sahut Mail dengan gaya tengil-nya. Dia dijuluki si Kombet karena sepeda motornya.

"Kelewatan kamu, Il-" tuding Mila marah.

"Kurang ajar ngomongnya." Indri menimpali sambil memegang tangan Ryan.

"Dia mengganggu kamu?" tanya Ryan 'mulai naik'. Indri mengangguk.

"Emang kenapa?" Mail malah menantang Ryan dengan sok nya. Biasanya orang menghindar berurusan dengannya, tapi Ryan-

"Jangan pernah mengganggu-nya atau kupatahkan batang leher-mu," bentak Ryan. 

"Cin? jangan emosi dong," pikir Indri yang kaget mendengar kata-kata Ryan. Ditariknya tangan Ryan agar menjauh.

Tiba-tiba Mail melayangkan tinjunya ke wajah Ryan. Indri menjerit bersamaan dengan tangkisan Ryan yang disusul dengan tendangan telak ke perut Mail. Si Kombet terjengkang! Suasana langsung kacau. Ryan mengejar kesetanan.

"Udah, Cin!" teriak Indri kalut.

Teman-teman cowok berusaha melerai keduanya, tapi Ryan sudah terlanjur dekat dengan Mail yang masih di tanah. Indri langsung memeluk Ryan dari belakang-menahannya.

"Awas kau!" ancam Mail yang kehilangan muka di depan teman sekelasnya.

"Kau kira aku takut? Ayok kalo-"

"Sudah, Cin!" Indri terus memeluk Ryan. Dia shock menyaksikan amarah kekasihnya itu. Ryan mengalah, dia mengikuti tarikan Indri.

Dengan muka memerah, Mail mendekati Ryan.

"Kutunggu kau di lapangan bola!"

"Boleh! pulang sekolah nanti!" balas Ryan melotot.

"Ayo, Cin! biarin aja dia," ajak Indri membawa Ryan pergi.

Untung mereka segera bubar sebelum ramai ditonton teman-temannya, sebelum ada guru yang datang.

"Ya ampun! begitu rupanya kalo kamu marah, Cin?" batin Indri sambil menenangkan Ryan menuju ke kelas A1.

"Ada apa, Ndri?" Ayu menghampiri saat mereka masuk kelas yang sedang sepi.

"Enggak tau nih-"

Winto datang tergopoh-gopoh.

"Kau ladeni ya, Yan? gila bener!"

Ryan mulai tenang, "Lanjut di lapangan bola lagi nanti, Win."

"Oke, nanti kami ke sana." Winto langsung pergi.

"Udah deh, Cin. Biarin aja," bujuk Indri memelas.

"Cin? Enggak kuaat!" ledek Winto di dekat pintu kelas, membuat Ayu dan Mila tertawa.

"Kita ke kantin, In," pinta Ryan tersenyum pelan. Dia puas sudah melindungi kekasihnya.

--000--

Lapangan bola di belakang sekolah, jam 11.10 siang.

Inilah gelanggang tak resmi bagi siapa saja yang ingin membuktikan kejantanannya. Semua yang hadir di sini harus-lah cowok karena tempat ini murni untuk urusan laki-laki dan penonton-nya dilarang berisik selama duel berlangsung agar tertib!

Ryan dan Mail baru saja sepakat di hadapan lima belas orang teman-teman mereka, bahwa setelah duel ini, urusan selesai dan yang mengaku kalah, tidak boleh dihajar lagi.

Di kejauhan, Indri dan Mila menyaksikan dari balik pagar sekolah-di belakang kelas 1.4. Tadi mereka sudah berusaha mencegah Ryan agar tak usah meladeni tantangan Mail, tapi Ryan tidak mau.

"Baru tadi aku lihat Ryan marah, Jeng," ujar Mila lirih.

"Aku juga-enggak nyangka dia bisa begitu."

"Dia bener-bener menjaga kamu lo Ndri!"

Indri tersenyum bangga. Sekiranya tadi Ryan kalah tarung pun, dia tetap bangga memiliki Ryan.

"Mereka udah mulai, La. Aduh! hati-hati, Cin!" ujar Indri cemas melihat dua orang yang saling pukul di lapangan sana.

"Enggak tahan aku, La. Kita ke kelas aja, yuk!" ajaknya menarik tangan Mila.

Di lapangan, Ryan terkena satu pukulan telak di dahinya waktu maju menyerang Mail, tapi dia terus maju sambil menangkis.

"Dapat kau!" batinnya geram sambil memiting leher Mail. Walaupun tubuhnya lebih kecil dibandingkan Mail, namun Ryan berusaha memiting dengan sekuat tenaganya.

Mereka berdua terjatuh ke rumput itu. Mali terus meronta-ronta, dengan kakinya dia menendang ke segala arah. Penonton semakin rapat mengelilingi kedua petarung. Ryan berhasil mengunci kaki Mail dan menarik leher Mail kuat-kuat.

"Aa-aaa-mpun-puun." Mail menyerah! Serentak penonton melerai mereka.

Ryan bangkit sambil ngos-ngosan.

"Sudah?" teriaknya pada Mail yang masih terlentang di rumput.

"Sudah!" Mail mengakui kemenangan Ryan.

Lalu Ryan pergi ditemani Set. Winto menyusul mereka.

Lihat selengkapnya