SAPUTANGAN TANDA CINTA

KH_Marpa
Chapter #14

"Melepas Harapan"

Keberhasilan 'menembus' Fakultas Teknik, jurusan Teknik Mesin di Universitas J-PTN ternama di Pulau Swa-tidak memuaskan hati Ryan karena keinginannya untuk bisa kuliah bersama Indri di kota Blard, belum kesampaian. Dia tercenung membayangkan hidupnya di Kota Mihr setelah pengumuman hasil Sipenmaru 1988 ini.

"Hari-hari jadi terasa aneh tanpamu, Say. Pasti lebih aneh lagi kalo entar udah kuliah. Sorry, kali ini belum berhasil, doain supaya tahun depan bisa, ya!" bisik Ryan gelisah.

"Indri sayangku," panggilnya dalam hati, "kapan lagi kita ketemu, Say?" sambungnya sambil berulang kali mengelus foto close up Indri.

"Oh, Cintaku Ryan, baru sebulan tanpamu aja rasanya udah tersiksa begini. Gimana lagi kalo setahun? dua tahun? lima tahun, Cin?" Indri mengecup foto Ryan dengan mesra.

Dia menangis dalam kegembiraan kelulusan dirinya dan Ryan pada Sipenmaru 1988 yang berarti bahwa mereka akan berjauhan lebih lama lagi-minimal setahun-sampai Ryan kembali berjuang pada tahun depan, seperti janji Ryan kepadanya.

Tidak demikian halnya dengan pak Fajar. Beliau sangat puas, bangga, dan senang luar biasa atas keberhasilan Indri 'menembus' Fakultas Psikologi di Universitas B-PTN ternama di Pulau Fe, ditambah pula dengan keberhasilan Ryan yang diterima di Teknik Mesin Universitas J-calon menantu idamannya.

Terpisah jarak sejauh 2.043 km-demi mencapai cita-cita-antara Indri dan Ryan itu, bukanlah masalah bagi pak Fajar, toh 'kampung' mereka sama-Kota We-jadi masih bisa bertemu-paling tidak setahun sekali. Apalagi beliau sudah tahu kadar kasih sayang dan cinta dari keduanya yang tampak begitu jelas saat perpisahan di lapangan terbang sebulan lalu.

"Semoga mereka berhasil sampai ke tujuan," pak Fajar sangat berharap. Beliau membayangkan Santi dan Yanti-Putri Kembarnya yang sudah kuliah semester 5 di Universitas C-PTN ternama-dan sekarang Indri menyusul kedua kakaknya di PTN ternama juga-berbeda kota. Hal itu Sungguh menyenangkan hati pak Fajar, biarpun akhir-akhir ini beliau sering khawatir karena gangguan yang semakin terasa di dada sebelah kiri-nya.

--000--

Kota metropolis Mihr berpenduduk sekitar 1,7 juta jiwa, kota terbesar di Pulau Swa dengan 2 PTN ternama-Universitas J dan Universitas H-dan 12 PTS lainnya. Di kota ini Ryan tinggal di rumah kakeknya-dari pihak ibu-yang berdekatan dengan kampus Universitas J.

Ada 10 kamar indekos di rumah kakek, 5 kamar di paviliun depan dan 5 kamar di paviliun belakang. Ryan menghuni 1 kamar bersama Kloe-mahasiswa Teknik Elektro semester 3-di paviliun belakang, sedangkan 4 kamar lainnya dihuni oleh mahasiswi.

Kegiatan rutin Ryan-selain kuliah-lebih banyak dilakukan di rumah. Dia kurang tertarik main-main ke pusat kota yang menurutnya bikin pusing kepala. Kalau sedang di kamar, Ryan lebih banyak menghabiskan waktu dengan menulis surat atau puisi untuk Indri ketimbang belajar. Malam hari, baru dia bernyanyi sendiri diiringi gitar Kapok-nya.

Sejak Ryan tinggal di rumah kakek, pak Pos jadi sering singgah ke sini, minimal 2 kali dalam seminggu-khusus untuk Ryan. Bagi anak kos lainnya, itu hal aneh. Buat apa main cewek (pacaran) lewat surat, padahal di sini pun banyak peluang untuk dapat cewek (pacar) baru, begitu komentar cowok-cowok itu. Awalnya Kloe pun begitu, tetapi setelah dia pernah curi-curi membaca surat dari Indri, dia terdiam karena di akhir suratnya tertulis: peluk cium sayang penuh rindu. Istrimu, lalu tanda tangan Indri!

"Hebat kali! sudah suami-istri rupanya, padahal baru tamat SMA!" pikir Kloe salut. Sejak saat itu, dia tidak berani lagi meng-kik (sindir) Ryan soal surat.

--000--

Di kota Blard yang sejuk-berpenduduk sekitar 1.2 juta jiwa-Indri tinggal di rumah tantenya-adik Bunda-dengan nyaman. Fasilitasnya lengkap, tapi jaraknya dari kampus Universitas B hampir 10 km. Indri sedang mengeluhkan hal itu pada Bunda-lewat telepon-malam ini.

"Capek di jalan, Bun. Kasihan sama yang ngantar jemput juga. Apalagi kalo ada 2 mata kuliah sehari, repot banget."

"Terus maunya kamu?"

"Indekos aja, ya, Bun. Dekat kampus banyak kok indekosan yang khusus cewek."

Bunda tertawa membayangkan si-Bungsu-nya indekos.

"Ada enggak yang sekalian bisa cuci setrika, biar kamu nyaman belajarnya, Ndri?"

"Pasti ada dong, Bun. cuma biayanya nambah"

"Oke. Entar Bunda minta tolong sama Tante Sri, ya. Kamu jaga kesehatan, ya, Ndri. Baik-baik di sana."

"Iya, Bunda sayang. Tenang aja."

Indri membayangkan enaknya kalau indekos. Banyak teman, dekat kampus dan yang utama: lebih aman berhubungan dengan Ryan. Selama di rumah Tante Sri, dia yakin kalau korespondensinya dengan Ryan sudah diketahui Bunda meskipun Bunda tidak pernah menyinggung soal itu kalau mereka bertelepon.

Secara umum, Indri betah tinggal di Kota Blard. Hawa-nya yang sejuk membuat rindunya pada Ryan terus terjaga dengan baik. Dia sering membayangkan kekasihnya itu sambil berbaring dibungkus selimut, memanggil namanya dan mengingat semua kenangan indah mereka yang mesra penuh kehangatan.

--000--

"Kenapa nggak bertelepon aja, Yan? 'kan lebih puas, bisa mendengar suaranya langsung," ujar Kloe yang sedang mengerjakan tugas mata kuliah Rangkaian Listrik.

"Benar juga, kok enggak kepikiran, ya?" batin Ryan jengah.

"Surat lebih enak, Bang. Bisa diulang-ulang membacanya. Kalo telepon, enaknya cuma waktu nelepon aja, habis itu pasti mau menelepon lagi-bisa koyak kantong awak, Bang."

Kloe terkekeh-kekeh. Dinyalakannya rokok lalu menghadap Ryan.

"Betul yang kau bilang itu, Yan. Kolok (kalau) mau hemat, nelepon di atas jam 9 malam, tapi belum tentu pulak (pula) dia bisa, 'kan? Teringatnya, dia cewekmu yang ke berapa nya?" Kloe menyengir lucu.

"Yang pertama lah, Bang. Kok Abang tanya?"

Kloe menghembuskan asap rokoknya ke atas-berpikir sejenak.

"Gini, aku salut lihat kau, Yan. Cinta kali kau sama dia. Cok (coba) kau tengok fotonya itu, yakin kau cewek secantik dia tak di-better (didekati) orang di Blard sana?"

"Sialan si-Kloe ini! sok ngomporin pula!"

"Aku yakin dia setia, makanya aku pun setia, Bang-"

"Sekarang iya setia, tapi besok-besok? Tau kau, cewek itu sebenarnya tak kuat kolok 'ditempel' terus. Macam batu karang lah. Memang keras, tapi kolok dor-nya (terus-terusan) ditimpa air menetes, tembus juga, Coy! Cemana (bagaimana) kau pikir?"

Ryan mulai terpengaruh. Memang logis yang dikatakan Kloe. Siapa rupanya yang kuat kalau dicobai terus?

"Ah, dia tak seperti itu, Bang. Aku tahu betul isi hatinya. Makanya, aku mau ikut tes lagi tahun depan, Bang. Biar bisa bersama dia di Blard sana."

"Kau mau tes lagi? Sayanglah teknik mesinmu ini-"

"Cuma itu jalannya, Bang. Kalo gagal juga, apa boleh buat-bukan jodoh-ku berarti, yang penting aku sudah berusaha."

"Setuju aku. Cobalah dulu, ya," Kloe berpindah ke ranjangnya sambil membawa asbak rokok, "tapi, kau tau nggak, si Ann itu sukak (suka) kali nanyain kau sama aku."

"Ah! Abang ini-"

"Betul ini, Yan. Awak sor (suka banget) sama dia, tapi kau pulak yang ditanyanya sama aku."

Ryan terbahak-bahak. Sejak di Mihr, dia memang sering geli sendiri mendengar logat bicara di sini. Istilah-nya banyak yang terdengar aneh di kupingnya.

"Ganti topik-lah, Bang. Enggak ada pikiranku ke dia." Ryan berdiri di depan cermin. Dia sudah berjanji bahwa hanya Indri-lah yang berhak memilikinya.

"Nggak kalahnya si Ann itu sama cewekmu ini, Yan. Manis, baik, dewasa lagi. Kudengar, anak orang kaya dia itu-"

Ryan tertawa pelan, dia mulai bosan dengan obrolan Kloe ini.

"Nantilah itu, Bang. Mandi aku dulu, ya," ujar Ryan menghindar dengan halus.

"Mandilah. Habis itu kita bahas lagi!"

Ryan tertawa mengibaskan handuknya sambil keluar kamar.

"Malam kali mandinya, Yan." Suara Ann mengejutkan Ryan yang sedang menuju ke kamar mandi. Dia menoleh ke belakang.

"Belum jam 9 nya," sahut Ryan sambil kembali berjalan tanpa menoleh lagi.

Ann tertawa lalu terdiam.

"Cuek kali kau, ya!" pikirnya malu sendiri. Selama ini dia suka mendengar Ryan bernyanyi di malam hari. Biasanya pas dia sedang belajar. Lagu-lagu cinta yang dinyanyikan Ryan, terdengar penuh penghayatan di telinganya, seperti sedang mengikuti kontes menyanyi. Ann ingin sekali tahu, untuk siapa Ryan menyanyikan lagu itu. Untuk pacarnya, kah?-Siapa pacarnya? Anak mana?-Atau untuk seseorang di rumah ini, kah? Ann berharap, suatu ketika dia bisa tahu jawabannya.

--000--

"Oh, jadinya indekos? jaga dirimu baik-baik, Say. Kayak aku di sini, ya!" Ryan membaca surat Indri dengan lambat-banyak info terbaru.

Lihat selengkapnya