Setelah pertemuan mereka di Kota Du, Indri jadi sering melamunkan Ryan di kantornya, namun kalau sedang di rumah, atau sedang bersama keluarganya, dia bisa 'melupakan' Ryan.
Indri kerap kali berharap agar Ryan mau sesekali menghubunginya, sedangkan dia sendiri tidak berani memulainya demi menjaga perasaan Uhr, apalagi akhir-akhir ini suaminya itu sering mengeluh terlalu cepat lelah. Terkadang Indri merasa malu berharap demikian, tapi dia tidak sanggup menyingkirkan hal itu dari hati dan pikirannya.
Semua cerita Ryan-tentang hatinya-waktu di Hotel Star Kota Du, sering terngiang-ngiang di telinga Indri. Sebenarnya waktu itu dia ingin tahu, siapa ketiga wanita yang 'dilewatkan' Ryan hingga akhirnya dia memilih untuk single sampai hari ini? Indri bersedia membantu, sekiranya Ryan masih mungkin untuk menjalin hubungan dengan salah seorang dari mereka.
Suara dering ponsel di atas meja kerja, mengejutkan Indri yang sedang memandang awan-awan dari jendela ruangan kantornya. Dia tersenyum membaca nama Mila pada screen gadget-nya.
"Halo Jeng. Lagi ngapain?"
"Hai, La. Lagi ngelamunin doi."
Mila tertawa di sana, "Barusan Winto nelepon, katanya angkatan kita mau ngadain reuni di We. Entar kamu ikutan, ya?"
"Kelas kita aja?" Indri tertarik mendengarnya.
"Enggak dong. Semua angkatan 88-termasuk Ryan."
Indri tertawa, "Baru aja kami ketemuan minggu lalu."
"Hah? kok enggak cerita sih? Ketemuan di mana?
"Di Kota Du. Enggak sengaja ketemunya, pas aku lagi sama fam (family)"
"Oh. Di mana dia sekarang? siapa istrinya, Jeng?"
"Dia di Mihr, udah bos kayaknya."
"Terus, istrinya siapa?" Mila terbayang kisah Indri dan Ryan waktu SMA.
Indri diam sejenak, "Dia belum married, La-"
"Hah?! waduh, kasihannya, Jeng. Kenapa sih, Ryan?" Suara Mila meninggi, "terlalu milih kali dia, Jeng."
"Dia enggak cerita, tapi kelihatannya dia baik-baik aja. Lebih gemuk, lebih ganteng."
"Aduh! waktu SMA aja udah charming, apalagi kalo gemuk? Patah hati kali dia, Jeng-"
"Entahlah, cuma dia yang tahu penyebabnya."
"Pantes aja dia menghilang dari peredaran-kasih nomornya dong."
"Entar, ya, tapi jangan bilang ke dia soal belum married tadi, La-"
"Ya enggak dong, Jeng. Entar aku pura-pura nanya aja, kalo dia kasih tau, terus aku nanya lagi, yang dia mau wanitanya seperti apa, biar aku bantu nyari-"
Indri tertawa, "sampe segitunya niatmu, La?"
"Kasihan banget aku! se-baik, se-cakep, se-pintar dia enggak married? mubazir, 'kan?"
"Iya-lah, aku pun enggak nyangka dia begitu."
"Moga aja bukan karena kamu, ya, Jeng. Oke-lah, lain kali aja kita bahas. Udah, ya, Ndri. Daa."
"Daa, Mila." Indri merengut-merasa kalau dialah penyebab Ryan jadi sendiri.
--000--
Mereka menyebut Ryan: pak James Bond, yang sudah terbukti mampu menyelesaikan banyak masalah pekerjaan di PT. TRS dengan cara yang lugas dan persuasif. Ryan diakui sebagai seorang team builder dengan passion sebagai leader yang walk the talk-komit dan konsisten.
Selama empat belas tahun bekerja di sini, Ryan sudah banyak membuat kolega wanita-nya kecewa soal hati. Mereka kira pak James Bond yang satu ini bisa takluk oleh kecantikan, perhatian dan sikap manis yang mereka tunjukkan, ternyata tidak. Pak James Bond betah, bahkan bangga dengan status panglatu (panglima lajang tua) yang secara otomatis disandangnya-menurut pergaulan masyarakat di Kota Mihr.
"Bapak ikut gabung malam ini, 'kan?"
"Boleh, tapi tak bisa lama-lama, Gun." Ryan memandang asistennya, "bilang sama pasukan, saya bisanya cuma sampai jam 2 malam aja!"
Sontak Gunawan terbahak-bahak, "Siap, Pak. Paling sampai jam 11 aja-nya nanti."
Ryan tersenyum memandang Gunawan yang menggeleng-geleng saat meninggalkan ruangannya. Undangan karaoke bersama stafnya-ada 10 orang-sudah disetujuinya.
Departemen Ryan memang rutin mengadakan acara kumpul bersama sepulang kerja-setiap Jumat, sekali sebulan-untuk refreshing dan mempererat kekompakan di antara mereka. Ryan mendukung kegiatan itu, kecuali acara goyang bersama ke diskotik-Ryan tak pernah ikut sekali pun, jijik katanya!
--000--
WA (WhatsApp) Ryan tentang konfirmasi tidak bisa ikut acara reuni SMA Patriot, baru saja di-forward Mila pada Indri. Mila kecewa karenanya, makanya tadi dia langsung menelepon Ryan dan alasan Ryan membuatnya trenyuh: bakal menyakitkan hati! Pikiran Mila langsung mengarah ke Indri, namun Ryan menolak. Bukan karena Indri, tapi karena dia tak sanggup bertemu dengan semua teman-temannya. Tadi Mila ingin menanyakan banyak hal pada Ryan, namun background noise dari ponsel Ryan begitu mengganggu sehingga Mila mengakhiri percakapan mereka.
Mila sudah menunggu sekitar 10 menit-an, namun WA-nya belum dibaca Indri. Dia tidak tahu kalau Indri sedang menyetir mobil di jalanan Kota Jar untuk membawa Uhr ke rumah sakit.
"Lagi ada acara kali dia," Mila memaklumi sambil menutup ponselnya.
Di rumah sakit rujukan perusahaan tempat Uhr bekerja, Indri baru memeriksa ponsel saat menunggu antrian di klinik spesialis penyakit jantung. Dia segera texting ke Mila.
"Enggak apa-apa. Sorry, lagi di rumah sakit sama suamiku. Besok kita bicarakan, ya, La," Indri me-reply.
Sambil menyetel ponsel ke silent mode, dia membatin, "Enggak apa, Ryan. Kalo aku jadi kamu, aku juga enggak mau dateng kok. Tapi aku tetep dateng, mau ziarah ke tempat Ayah-kangen."
--000--
Kota We, Kamis, 30 September 2010.
Alumni angkatan' 88 SMA Patriot sudah pada banyak yang berdatangan ke Hotel Victory. Pihak panitia yang dikomandoi oleh Edy-mantan Ketua Osis-telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Semua alumni dari luar kota, diinapkan di Hotel Victory ini. Acara puncak akan diadakan besok-di aula SMA Patriot.
Indri memilih se-kamar dengan Mila, mereka sama-sama datang dari Kota Jar-satu pesawat. Tadi siang menjelang sore, mereka berziarah ke makam Ayah Indri, ditemani Bibi Lastri. Di sana Indri membisikkan tentang Ryan yang masih sendiri. Dia tahu persis, bagaimana dulu almarhum Ayah menyukai Ryan, namun takdir menentukan Indri menikah dengan Uhr.