SAPUTANGAN TANDA CINTA

KH_Marpa
Chapter #16

"Maafkanlah"

Ryan menyampaikan kabar gembira pada Ibu tentang hasil ujian semester 6-nya. IP nya naik lagi, dari 2.5 di semester 5 menjadi 2.8 di semester 6. Ibu dan Bapak sangat senang mendengarnya saat mereka bertelepon tadi, apalagi Ryan. Dia sungguh senang mendengar Bapak dan Ibu memuji kesungguhannya menjaga nama baik keluarga lewat prestasi belajarnya yang asyik untuk diceritakan kepada siapapun yang menanyakan perkuliahan Ryan.

"Aku masih bisa ngebut lagi di semester 7 nanti," pikir Ryan optimistis saat meninggalkan wartel (warung telekomunikasi) langganannya itu. Dia masih punya beban mata kuliah semester 5 yang tertunda karena dia menebus hutang mata kuliah semester 3 yang hancur lebur dahulu.

Malam sudah hampir jam 10 saat Ryan tiba di rumah Kakek dengan mengendarai sepeda motor bebeknya-diangkut dari We waktu semester 5. Suara orang bercerita dan tertawa terdengar dari arah tempat penyetrikaan-pasti terlihat olehnya jika hendak ke kamar.

"Gabung dulu sini, Yan," tegur Kloe yang sedang bersama Ann, Uli , Fri dan Evi di meja panjang itu.

"Bentar, ke kamar dulu aku." Ryan menghindar, tidak tertarik ber-kombur (mengobrol) dengan teman cewek satu kos-mending tidur.

"Pasti tak datang dia-tengok ajalah," tukas Uli sambil memandang Kloe.

"Biarlah, paling tidak sudah dijawabnya tadi," bela Ann memaklumi.

"Kau antarkan aja kopi ini nanti, Ann. Suka ngopi dia itu." pinta Kloe menunjukkan jalan supaya Ann bisa bercerita dengan Ryan.

Di kamar, Ryan sedang memandangi foto Indri yang sudah terpasang selama 3 tahun di tembok itu. Warnanya sudah mulai memudar.

"Baru nelepon ke We, Say. Anak kalian udah berapa sekarang? pasti udah ada, 'kan? sekarang aku udah enggak sedih lagi, Say. Judinya masih, tapi bisa kuatur biar enggak mengganggu kuliahku. Rambut panjangnya juga masih, tapi aku udah agak gemuk sekarang. Oya, kamu mau tamat kuliah ini kan? baguslah. Sukses dan happy selalu, ya, Say!" Ryan menghembuskan asap rokoknya dengan santai.

Dia memang sudah bisa menyatakan bahwa Indri adalah masa lalu yang tak mungkin kembali lagi. Masa lalu yang tak bisa menyenangkan hatinya-terlebih lagi menyakitinya-sekiranya pun dikenang lagi.

"Yan, ini ada kopi untukmu," Ann mengejutkan Ryan-masuk tanpa mengetuk pintu.

"Makasih, Ann. Kenapa kau selalu baik sama aku?" tanya Ryan pelan sembari menerima secangkir kopi hangat.

Ann tertawa pelan. Dipandangnya Ryan yang sudah tidak se-kacau dulu lagi.

"Karena kau cucunya Kakek-baik pulak lagi. Kalo kau jahat, mana mau aku begitu."

Ryan memberikan kursinya pada Ann dan meletakkannya memalang daun pintu.

"Oh, begitu. Makasih banyaklah. Duduk, Ann. Nggak apa duduk di situ, 'kan?"

"Nggak. Kau tadi dari mana?"

"Dari wartel, menelepon ke kampung. Dah lama kalian ngumpul di situ?"

"Dari jam 8 tadi, besok 'kan pada mau pulang kampung. Kau pulang?"

"Enggaklah-malas. Setiap pulang, jadi teringat aku sama dia." Ryan tertawa pelan, "eh, kau lagi KKN, 'kan?"

"Iya, di Ser. Lusa aku pulang ke posko." Ann tersenyum menahan debaran jantungnya.

"Sudah ada yang mem-better lah, ya?" Ryan menyeruput kopi lalu menyambung rokok.

"Kau mau tahu atau curiga?" Spontan Ann tertawa disusul Ryan.

"Yang kudengar, biasanya ada cilok (cinta lokasi) KKN. Namanya tinggal se-rumah, wajarlah bisa jadi suka, 'kan? apalagi tinggalnya di desa, mata pun bisa jadi baling (rusak) dibikinnya, 'kan?" Ryan memandang Ann dengan ragu, "yang udah punya pacar aja bisa jadi putus karena cilok KKN, apalagi yang belum punya!"

"Ada yang dekatin, tapi tak suka aku." Ann berterus terang, "untunglah caranya sopan, kalo enggak? Kuajak juga kau ke posko, biar jiper (takut) dia."

Ryan terbahak-bahak, geli membayangkannya.

"Tahan sikit, woi! jaga perasaan tetangga!" teriak Kloe dari sana-yang lainnya tertawa.

Ryan keluar dari kamar untuk melihat keriuhan itu.

"Enggak, 'mati' aku dengar cerita KKN si Ann ini, Kloe!"

Lihat selengkapnya