Bu Har masih kepikiran tentang kedatangan Indri semalam-sengaja tidak disinggungnya sama Ryan. Beliau lebih banyak khawatir ketimbang senang akan hubungan anak sulungnya dengan Indri yang laksana seorang Putri di matanya.
"Pagi, Bu. Aku lapar nih." Ryan membuka tudung saji, "Sri sama Dewi mana?" sambungnya menanyakan kedua adik perempuannya. Sri baru naik kelas 3 SMP, sedangkan Dewi-si Bungsu-akan masuk SMP.
"Jogging bareng temannya, jam 6 tadi mereka pergi," sahut Ibu sambil menarik kursi.
"Hei, siang banget bangunnya?" Pak Trisno bergabung, Bunda langsung menggeser 'gelas minuman kerajaan' ke depan Bapak.
"'Kan libur, Pak. Nyantai dulu-lah." Ryan tersenyum sambil menyendok nasi goreng teri ke piringnya.
"Hmm, sudah berapa lama kamu pacaran dengan Indri, Yan?" Bapak beralih topik sambil menyalakan rokoknya.
Ryan tersedak, kaget ditanya seperti itu.
"Baru dua bulan, Pak!" sahut Ryan memandang Ibu, "boleh 'kan, Bu?"
"Boleh sih, kamu 'kan udah tujuh belas, tapi maunya-"
"Orangtuanya tau hubungan kalian?" Bapak menyela bersemangat.
"Tau, Pak. Aku beberapa kali pernah cerita-cerita sama Ayahnya Indri."
"Responnya?" Bapak bersandar santai.
"Kalau Om itu, welcome, tapi Bunda kayaknya enggak setuju, Pak."
"Mereka orang gedongan, jauh banget di atas kita, Pak. Bundanya berteman dengan bu Karso lo?" Ibu terdengar minder.
"Oya? Ayahnya pejabat?"
"Setauku kontraktor besar, Pak. Om itu baik sama aku walaupun kami jadiannya sembunyi-sembunyi waktu itu, tapi begitu ketahuan sama Beliau, aku ditanyain baik-baik, Pak. Kujawablah sejujurnya-"
"Dia bisa menerimanya?"
"Sepertinya iya, Pak."
"Masa sih, Yan? Kamu pernah cerita tentang keluarga kita?"
"Itu cerita kami yang pertama, Bu. Kalo sama Bunda-nya enggak pernah diajak cerita."
"Hmm. Kalo Bapak lihat sih, Indri itu anak baik, sopan-senyumnya tulus-"
"Ibu setuju, cuma kalo melihat Bunda-nya, Ibu jadi ragu, Yan. Pasti enggak nyaman kamu, 'kan?"
Ryan tertawa pelan.
"Tapi semua bisa kutahankan demi Indri, Bu!" batinnya tenang.
"Ryan, boleh aja pacaran, Nak, tapi sekolahmu jangan sampai terganggu. Paling utama, kamu harus jaga kehormatan keluarga kita. Jangan korbankan itu demi cinta, ya!" ujar Bapak dengan serius.
"Terus, kamu harus baik sama Indri itu. Ingat, kamu punya dua adik cewek lo?" Ibu sampai mendelik lucu.
"Ya, Bu. Percayalah. Aku sayang banget sama Indri. Kami udah berjanji di depan Ayahnya." Ryan berkata dengan mantap.
Bapak dan Ibu saling berpandangan. Mereka terkejut mengetahui langkah Ryan sudah sejauh itu. Padahal setahu mereka, Ryan anak yang pemalu, bahkan dia bisa pergi dari rumah kalau ketepatan Sri lagi belajar bersama teman-temannya di rumah mereka. Malu digodain dia!
"Kamu udah beres-beres buat besok?"
"Udah, Pak. Enggak sabar lagi mau ketemu sama Eyang," sahut Ryan bersemangat.
Dia akan liburan seorang diri ke Mihr selama seminggu atas permintaan Ibu. Beliau mau supaya Ryan melihat kehidupan kampus PTN Mihr yang cukup ternama itu agar dia termotivasi untuk mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk Sipenmaru tahun depan.
Bu Har ingin, nantinya Ryan kuliah di Mihr-kota kelahirannya. Di sana banyak saudaranya yang bisa mengurus dan mengawasi Ryan. Beliau sangat fokus untuk menyukseskan Ryan mencapai cita-citanya-Anak Sulung yang dibanggakannya sedari kecil. Harapan utamanya! Itu sebabnya Beliau jadi khawatir melihat Ryan berteman dekat dengan Indri. Beliau tidak ingin Ryan berkorban perasaan demi cintanya karena penolakan Bunda-nya Indri.
"Amit-amit! jaga hatimu baik-baik, ya, Nak." batin bu Har penuh harapan pada anak laki-laki satu-satunya itu.
--000--