Ujian akhir kelas 3 di SMA Patriot-Ebtanas-selesai siang hari ini. Pelaksanaannya berlangsung dengan baik dan lancar. Para siswa/i tampak begitu lega, seperti ikan dalam akuarium yang dilepaskan ke sungai yang berair jernih dan sejuk-bebas merdeka.
Suasana sekolah berubah jadi ramai. Ternyata siswa/i kelas 3 saja, sudah cukup untuk menyemarakkan SMA Patriot, mereka menyebar di sepanjang koridor kelas 3. Suara tawa dan teriak mereka begitu membahana-terutama dari gerombolan A3-seperti sedang melampiaskan penderitaan menjengkelkan yang ditahankan selama ini. Lucunya, ada yang saling memberi ucapan selamat dan sukses, padahal hasil ujian kelulusan belum ada sama sekali-super pede!
"Hai, Ryan," sapa Melati ramah sambil tersenyum. Sudah cukup lama dia tak bertegur sapa dengan mantan teman sekelasnya itu.
"Hai, Ti. Wah, wajahmu ceria banget, pasti sukses ujiannya, ya!" ujar Ryan sambil menuju ke arah kelas Indri.
"Amin! Kamu rencananya mau kuliah di mana, Yan?" Melati mengikuti langkah Ryan-mau ke toilet.
"Mihr, mau coba Teknik Mesin-" Ryan tersenyum.
"Oh, Papa juga memintaku ke Mihr-FK."
"Moga kita ketemuan lagi di sana, Ryan," batin Melati berharap. Biarpun dia kecewa melihat Ryan jadian sama Indri, namun simpati dan harapannya pada Ryan tidak berubah. Harapannya, semoga hubungan Ryan dan Indri hanya cinta SMA saja-tidak berlanjut sampai kuliah!
"Ngapain mereka itu?" Indri baru keluar dari toilet-rada cemburu-bersama Mila.
"Oya? semoga sukses, Ti." Ryan memandang Indri di kejauhan lalu segera ke sana.
"Asyik banget, Cin?" tanya Indri membuat Mila tertawa.
"Cemburu nih?" ledek Mila.
Ryan tertawa dicemburui begitu.
"Cerita rencana kuliah, Say-namanya teman-"
"Hai, Indri-makin cantik aja kamu ini, ya? Kamu juga La-" sapa Melati ramah saat berpapasan dengan mereka.
Indri tertawa sambil menepuk tangan Melati.
"Makin cantik dong sejak sama Ryan!" ujar Mila sambil tertawa.
Ryan jadi menyingkir begitu mendengarnya-masuk ke toilet.
"Iya! pasangan legendaris, La." ujar Melati tertawa.
"Beruntung banget kamu, Ndri."
"Bisa aja kamu, Ti. Acara perpisahan kalian kapan?" Indri tertawa dalam hati melihat Ryan yang tiba-tiba jadi ke toilet.
"Malu ya, Cin?"
"Kami besok malam, di rumahku. Kalian?"
"Ini baru mau ditentuin. Kami duluan, ya, Ti." Mila dan Indri tersenyum riang.
"Oke, salam sama Ryan, ya, Ndri," sahut Melati membuat mereka tertawa-tawa.
"Pengagum setia, Ndri," bisik Mila pelan.
"Dia masih sendiri? denger-denger Edi naksir dia, 'kan, La?"
"Gosipnya sih gitu, tapi dia enggak mau. Melati itu tertariknya sama cowok pinter aja, Ndri."
"Berarti masih suka sama Ryan dong-" Indri menoleh Mila dengan mimik lucu.
"Oh, pasti. Always kayaknya, Ndri!"
"Enak aja!" gerutu Indri lucu.
Mereka tertawa sambil masuk kelas. Dalam hatinya, Indri tidak pernah meragukan kesetiaan Ryan. Dari kemesraan yang ditunjukkan Ryan kepadanya selama ini, dia yakin segala yang diinginkan Ryan dari seorang cewek, semua ada padanya.
Bagi Indri, sebutan 'istriku' yang diucapkan Ryan kepadanya, bukanlah sekadar kata, tapi manifestasi kasih sayang dan cinta yang sangat mendalam sehingga Indri berkali-kali memasrahkan dirinya dalam pelukan hangat Ryan yang selalu melindunginya.
--000--
Jika ada yang mengatakan, masa SMA adalah masa yang paling indah dalam bersekolah, mungkin itu hanya berlaku bagi mereka yang jatuh cinta dan berpacaran dengan teman satu sekolah saja. Tidak berlaku bagi mereka yang cintanya ditolak atau yang tidak merasakan jatuh cinta sama sekali. Ryan dan Indri sudah merasakan betapa indah-nya masa SMA itu.
Acara perpisahan kelas 3 A3 diadakan di rumah Mila. Kedatangan Indri bersama Ryan-naik sepeda motor-menjadi kehebohan dalam acara itu. Apalagi ketika acara penyampaian kesan dan pesan selama bersekolah, Indri benar-benar menunjukkan kasih sayang dan cintanya pada Ryan di depan teman-teman sekelasnya.
"Saya beruntung punya suami-eh, maksud saya kekasih-seperti Ryan," ujar Indri sambil tertawa. Teman-temannya langsung menyambut dengan tepuk tangan yang meriah bercampur sorakan dan suitan.
"Kami tunggu undangan-nya, Ndri!" teriak Winto yang duduk di samping Ryan.
"Kalo soal undangan, bukan saya yang berhak menjawabnya, Bang Ketua Kelas! itu wewenang Ryan," sahut Indri dengan kalem.
"Pinter banget kamu sekarang, Say!" Ryan jadi malu tak tertahankan.
Sontak teman-teman mendesak Ryan-grogi berat-agar segera menjawabnya.
"Aduh! sorry, ya, Cin." Indri tersenyum manis memandang kekasihnya yang sedang tak berkutik di sana.
"Ee, teman-teman-maaf, undangannya masih lama ... hari H nya belum ditentukan," ujar Ryan sebisanya membuat hadirin tertawa heboh lalu terdiam saat pak Jalal ikut berkomentar.
"Masih ingat waktu mereka dihukum karena terlambat datang upacara?"
"Masiih, Pak!"
"Waktu itu saya guru piketnya. Jadi, Indri dan Ryan harus berterima kasih sama saya-" sambung pak Jalal dengan bangga.
Sorak sorai berkumandang.
"Kalau saya kasih hukumannya berlari 3 kali keliling lapangan upacara, saya yakin mereka tidak akan pacaran!"
Ryan langsung berlari menghampiri pak Jalal yang sedang tertawa.
"Makasih banyak, Pak!" ujar Ryan sambil menyalim pak Jalal.
Tiba-tiba Indri juga melakukan hal yang sama seperti Ryan dan kehebohan semakin menjadi-jadi. Kemesraan Indri dan Ryan yang bergandengan tangan di depan pak Jalal, membuat Mila terpana.
"Ternyata Indri sangat serius berhubungan dengan Ryan," pikirnya kaget, tapi senang.
Malam acara perpisahan kelas 3 A3 itu memang menjadi milik Indri dan Ryan walaupun mereka langsung pulang setelah sesi foto bersama dengan pak Jalal, demi memenuhi janjinya kepada Ayah dan Bunda Indri.
--000--
Akhirnya Ryan ber-malam minggu ke rumah Indri meskipun sebenarnya dia datang untuk membawa Indri ke acara perpisahan kelas 3 A1. Izin yang diberikan Bunda kepadanya semalam hanyalah sampai jam 9 malam dan itu sudah cukup menyenangkan hatinya.
Tak lama setelah mereka tiba di rumah Ayu, acara pun dimulai. Susunan acaranya persis sama dengan acara kelasnya Indri semalam. Saat tiba giliran Ryan untuk menyampaikan kesan dan pesan, Indri terpesona menyaksikannya.
"Terima kasih untuk semua canda, tawa dan dukungan teman-teman sehingga saya menemukan cinta pertama yang ceritanya terpahat abadi di dinding sekolah kita."
Tepuk tangan terdengar dengan meriahnya.
"Cinta pertamanya dipanggil dong, Yan!" ledek Dedi disambut tawa yang lainnya.
"Sayangku, Indri Astuti!" ujar Ryan dengan mantap sambil mengedipkan mata ke arah Indri yang duduk di samping Ayu.
Indri tertawa dengan senangnya sambil melambai pada Ryan di antara semaraknya tepuk tangan.
"Kamu emang genit, Cin!" pikirnya geli.
Sebelum penyampaian kesan dan pesan berakhir, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Ryan dan Indri refleks saling berpandangan.
"Yu, kami enggak bisa ikut sampai acara selesai, ya. Udah janji nyampe di rumah Indri jam 9," ujar Ryan meminta izin.
"Tapi hujan, Ndri." Ayu menoleh Indri agak cemas, "atau kamu telepon Bunda biar dijemput?"
"Enggak usah, Yu. Ada mantel 'kan, Cin?"
"Ada satu, buat kamu aja-aku enggak apa-apa kok." Ryan tersenyum menenangkan Indri.
"Entar kamu sakit kena hujan, Cin!"
Ryan tertawa pelan, "Aku tentara, Say-tenang aja."
"Atau diantar Dedi aja?"
"Enggak, makasih, Yu. Aku bareng Ryan aja."
"Bisa 'kan, Yan?" Ayu bangkit lalu memandang ke luar, "ditunggu aja bentar, siapa tau reda."
"Oke, Yu-masih ada waktu, Say. Kita tunggu 10 menit, ya?" ujar Ryan lirih lalu kembali ke kursinya di sebelah sana.
Indri mengangguk tersenyum. Dia terpikir untuk menelepon Bunda, tapi ragu kalau Bunda akan setuju jika mereka telat pulang karena alasan hujan. Lagipula, Ryan pasti ingin mereka pulang demi janjinya pada Bunda.
"Berhenti dong, please," batinnya sembari menoleh ke luar.
Di tempatnya, Ryan tak bisa lagi menikmati acara. Bicara Set yang duduk di sampingnya pun tak semua dijawabnya.
"Mau ke mana, Yan?" tanya Set sambil menahan tangannya.
"Kami mau pulang, sudah janji sama ortu Indri."
"Hujan-hujan begini? serius, Geng!" Set memandang ke arah Indri, "kasihan Indrinya, Yan."
"Janji tak tergantung cuaca, Set. Tenang aja." Ryan beranjak menghampiri Indri.
"Pulang sekarang, Cin?"
"Iya. Yuk, permisi dulu sama Tuan Rumah." Ryan menggandeng Indri dengan mesra saat acara makan bersama baru dimulai. Mereka juga permisi sama bu Sri-wali kelas Ryan-yang heran kenapa mereka pulang, padahal masih hujan.
Sesampainya di teras, Ayu tersentuh saat memandang Ryan yang memakaikan mantel jas hujan pada Indri.
"Duh! romantisnya, Ryan!" Ayu tertawa memandang Indri yang kelihatan sekali belum pernah memakai mantel jas hujan.
"Kami pulang, ya, Yu!" Ryan bersiap-siap.
"Hati-hati, Yan. Jagain Indrinya baik-baik, ya!" Ayu tersenyum, "sayang banget dia sama kamu, Ndri," sambungnya waktu Indri mau memakai helm.
"Apalagi aku, Yu!" sahut Indri tertawa bangga.
Hujan malam sudah agak mereda waktu mereka meninggalkan rumah Ayu. Dengan senangnya, Indri memeluk dada Ryan erat-erat sambil merapatkan tubuhnya untuk menghangatkan kekasihnya yang sedang basah diterpa hujan. Memang mereka hanya diam, namun dalam hatinya mereka saling memuji.
"Gentlemen banget kamu, Cintaku!" Indri tersenyum di antara hujan.
"Oh, Indri sayang, nyaman banget pelukanmu ini."