Kicauan burung telah membangunkan Sarah di pagi hari. Sinar matahari mulai menujukkan kehangatannya di sepanjang jalanan. Pantulan cahayanya yang terang itu, mulai memasuki jendela-jendela kamar mereka. Sarah melihat dari arah jendela, bibi Mathilda dan tuan Smith sedang menyekop salju di depan pintu serta orang tua Denny juga sibuk membersihkan sisa salju yang menutupi jendela mereka. Bahkan bongkahan es, perlahan-lahan menjadi serpihan kecil kemudian mencair dan hanyut dibawa aliran sungai yang tenang.
Kemudian ia pergi ke kamar ayahnya, membuka pintu kamar ayahnya tapi yang didapatinya tidak ada seorang pun tidur disana. "Kemana ayah pergi?" ucapnya. Lalu, ia pergi kemar Em dan membangunkannya, "bangunlah! salju akan mencair," kata Sarah dengan menepuk punggunya. Mendengar hal itu, Em langsung membuka matanya dan pergi ke bawah menyusul Sarah. Tanpa mencuci muka dan mengosok giginya, ia pergi ke rumah Denny dengan membawa kapal besar dari kardus yang ia buat tiga hari lalu. Ia berencana menghanyutkannya di sungai belakang bersama Denny hari ini. "Hey, setidaknya cucilah mukamu dan menggosok gigimu!" kata Sarah. Namun, Em mengabaikannya.
Sebuah kapal dengan coretan tangan mungil Em dan Denny menjadi penutup persembahan yang berkesan untuk tahun ini. Mereka mempersembahkan sebagai tanda berakhirnya musim dingin yang mencucuk tulang. Berharap kapal itu mewujudkan mimpi-mimpi mereka satu persatu, dengan tulisan-tulisan lucu mereka di dalamnya, beserta mainan-mainan kertas yang bermacam-macam bentuknya. Bentuknya seperti manusia, dan yang membuat mainan itu menjadi sangat berharga adalah mereka menuliskan nama-nama terkasih mereka, keluarganya. Nama tuan Smith juga tidak ketinggalan. Wajah mirip tuan Smith itu mereka letakkan di tempat nahkoda. Tuan Smith berperan sebagai pemimpin karena paling tua diantara semuanya. Ketika kapal itu segera diluncurkan, Sarah, tuan Smith, bibi Mathilda, dan orang tua Denny bergegas pergi ke sungai setelah membersihkan salju. Mereka tidak ingin ketinggalan momen yang diciptakan oleh dua anak ajaib itu. Lalu mereka berdiri di tepi sungai sambil memandangi Em dan Denny yang siap menghanyutkan kapal itu. Sementara bunga-bunga dan daun tumbuhan muda mulai terlihat warna-warna cantiknya, seiring dengan datangnya musim semi.
Sesungguhnya Sarah ingin ayahnya hadir dalam momen itu. Tapi, kesibukannya membuat Sarah memakluminya. Em dan Denny tersenyum bahagia melihat kapalnya sudah berlayar tenang. Em yang berwatak periang itu menularkan sifatnya kepada Denny yang selalu gembira jika bersamanya. Denny yang dulunya pendiam dan berwajah lugu, sekarang menjadi anak yang banyak bicara setelah bertemu Em. Hal yang patut di acungkan ddua jempol untuk Em karena mempengaruhi Denny dengan banyak hal-hal yang baik. Sarah sangat mengapresiasi Em yang selalu mendengarkan nasihat-nasihatnya yang ia peroleh dari ayahnya lalu disampaikan dengan bahasa yang ia mengerti. Namun, kerap kali orang-orang menyebutkan Em sebagai anak cerewet karena bisa dibilang dia selalu mengkritisi tentang apapun yang tidak sesuai dengan apa yang dipikirannya. Dan itu, sedikit merepotkan karena harus menjelaskannnya dengan panjang sampai ia benar-benar memahami hal itu.
"Sarah, musim semi datang, sekolahku akan dimulai minggu depan. Aku harus membeli beberapa alat tulis yang baru, dan pastinya semuanya bewarna biru." Kata Em dengan serius sambil mengalihkan pandangannya ke arah kapal yang masih terlihat di tempat mereka.
Dari bibir sungai, Denny dengan celana pendeknya memberanikan diri untuk merendam kaki kecilnya di sungai yang masih dingin,"Em, ini tidak dingin seperti yang kau kira. Kau tidak akan berubah menjadi es batu seperti yang dikatakan tuan Smith. Dia bicara omong kosong!" katanya dengan mengayunkan kakinya.
Lalu Em duduk disamping Denny dan meniru apa yang dilakukannya, " ya, kau benar! tidak terlalu dingin dan aku menyukainya." Ujar Em sambil berkali-kali menggertakkan giginya untuk menyembunyikan rasa dingin yang sebenarnya.
"Pukul sebelas nanti, aku akan pergi ke pasar malam bersama ayah dan ibu, ikutlah bersama Sarah! Banyak permainan disana, aku akan menjemputmu!"
"Bagaimana Sarah, apakah ayah mengijinkan kita?"
"Tentu saja ayah akan mengijinkan, ayah tidak akan khawatir kalau kita pergi dengan tuan Flitch."
“Aku tidak sabar menantikannya,” ucap Denny.
Setelah itu, mereka pulang ke rumah masing-masing dan tidak ada obrolan lagi selain agenda pergi ke pasar malam nanti.
Aroma masakan bibi Mathilda sudah tercium dari pintu depan. Wajah bibi yang serius memasukkan bumbu-bumbunya kedalam panci besar, mengaduk-ngaduk dengan kepulan asap yang menghantam wajahnya, membuat seluruh ruangan menjadi bau gurih hingga jendela-jendela sengaja dibuka lebar agar baunya keluar.
"Sarapan sebentar lagi siap, lebih baik kalian mandi dulu! Em, kau jangan bermalas-malas lagi di kasurmu," kata bibi Mathilda yang masih sibuk dengan kegiatan dapur.
"Di mana ayah, bibi?" Tanya Sarah.
"Tadi pagi, ayahmu mendapat telpon, lalu langsung pergi dan dia tidak tega membangunkan kalian karena tidur kalian terlihat lelap."
"Hari ini aku akan diajak pergi bersama keluarga Flitch ke pasar malam, bisakah nanti kau katakan kepada ayah bibi." Kata Sarah sambil duduk menghadap bibinya yang mengaduk-aduk kuah di panci.
"Tenang saja, aku akan menyampaikannya, lagi pula itu hanya pasar malam, tuan Harper akan menyetujuinya," sahutnya sambil mencicipi kuah itu dengan meletakkan sedikit ke tangannya. "Sudah pas, kuah enak ini siap disajikan!" Ucapnya lebih tenang.
"Em! cepatlah, banyak kegiatan hari ini yang harus kita lakukan!" Teriak Sarah dari lantai bawah.
"Kau yang harusnya segera mandi, aku hampir selesai!" Balasnya dengan mengerucutkan bibirnya.
"Aku akan memakai kamar mandi diatas, kamar mandi bawah masih tersumbat dan banjir."
"Tuan Smith sudah memperbaikinya Sarah, kau bisa memakainya." Sahut bibi Mathilda yang langsung menghampirinya karena teriakan mereka yang sedikit mengganggu pekerjaannya. "Tiada hari tanpa teriakan gadis-gadis itu," gerutu bibi sambil duduk dan melanjutkan lagi melipat beberapa lap kering.
Selama satu jam lebih, tidak ada teriakan lagi di tangga besar. Sarah dan Em masih sibuk dengan dirinya sendiri. Kalau punya anak perempuan, jangan kaget jika mereka harus mandi sangat lama, berdandan, bahkan memilih pakaian harus membuka seluruh lemari, kemudian mencobanya satu persatu, dan membandingkan mana yang lebih cocok untuk hari ini.
"Bibi, Sarah belum selesai?" Tanya Em yang sudah turun dari kamarnya dengan bau parfum melon kesukaannya.
"Belum, kau bisa makan duluan, aku barusan menghangatkan kembali kuah itu karena kalian terlalu lama berdandan." Kata bibi sembari mengerutkan alis kearah Em. Em hanya tersenyum lebar.
"Em, kau mengambil kuncir biruku diatas meja bukan? Aku ingin memakainya hari ini, kembalikan!" kata Sarah kesal.