Ben melihat atap. Ia melihat dengan seksama. Ia tiba-tiba terpikir dengan keluar lewat atap. Terlihat ada bagian langit-langit atap yang tak berbeton. Mungkin itu jalan satu satunya. Energinya kembali lagi. Harapannya muncul lagi. Ia berdirikan kasur dengan sangat berusaha lewat energinya yang tersisa sedikit dari nutrisi makanan yang ia makan barusan. Kasur berdiri tegak, ia naik membolongi atap dengan tangannya. Ia dorong atap itu, sampai atap terbuka.
Ben manjat ke atas atap, menyusuri ruangan atap. Melihat-lihat apakah ada yang bisa digunakan atau syukur-syukur ada pintu keluar. Ia melihat ada tali seperti saklar lampu, ia nyalakan.
Di atap itu terdapat banyak sekali barang-barang lama dan tumpukan kardus. Ia melihat kampak, langsung diambil kampak itu.
Tiba-tiba terdengar suara dirinya sendiri dikepalanya amat mengganggu.
"Ben...," suara itu terdengar suara Ratna.
"Siapa itu? Hah? Siapa itu?"
Ben merasa suara itu dari telinganya sendiri.
"Ben...apa kau pantas?"
"Diam!! Siapa itu, arghhhh!" teriaknya.
Kepalanya ia pukul pukul dengan tangannya sendiri, ia ayunkan kampaknya dengan asal-asalan entah kemana arahnya.
Tiba-tiba ruangan di atas muncul sebuah jendela dengan ajaib, dan semakin lama berubah menjadi rumah gelap tengah malam dirundung hujan deras, persis seperti rumah lamanya. Ben sedang menulis di ruangan khusus kamarnya, Ratna istri Ben tiba-tiba mendobrak pintu.
"Ini apaa??? Gua udah tau lu selingkuhh!!!" teriak Ratna sambil menunjukkan foto Ben bercumbu dengan wanita lain di sebuah kamar.
"Apa? lu kira gua gatau lu main dibelakang juga?"
Ben terdiam sejenak. Ben melangkah mendekati Ratna merasa menang. Ben keluar, ke kamar Reen, menutup pintu. Terlihat Reen kecil tidur dengan pulas. Ben masuk lagi ke ruangan kerjanya.
"Kalo udah sama sama berengsek gausah saling menghakimi," tegas Ben.
"Gua gak kayak yang ada dipikiran lo," ucap Ratna membela.
"Fuckkkk, gua tau kok semuanya."
"Dia cuma temen yang ngisi kekosongan gua, yang bisa dengerin keluhan gua, Yang obatin memar punggung gua!" ucap Ratna jelas menggebu-gebu. Ben menatapnya penuh amarah. Ratna menangis, seketika lari ke kamarnya. Ben menyusul. Terlihat Ratna menyiapkan semua pakaiannya ke sebuah koper.
"Mau kemana lu?"
"Gua pergi!!" ucap Ratna sambil mengarah ke kamar Reen.
"Reen punya gua dan akan selalu punya gua"
"Dia yang ada diperut gua, yang gua lahirin dari rahim gua sendiri!!"
"Dan lo lukai dia dengan main sama pria lain!"
"Seenggaknya gua gak pernah tidur bareng, dan dia pria jantan yang gak pernah main tangan,"
Plak!
Ben menamparnya. Tiba-tiba wajah Ratna berubah menjadi Reen kecil, dan terjatuh.
"Reen?" Tiba-tiba ada Ratna lain masuk kama, langsung memeluk anaknya.
Ratna berdiri,
"Ben…., apa lu pantes jadi ayahnya?"
Ben sontak menampar lagi ke arah Ratna, Ratna berubah lagi jadi Reen. Reen kedua terjatuh lagi. Ben memandang tangannya sendiri menyesal.
"Reen?" Tiba-tiba ada Ratna lain lagi masuk kamar kaget, langsung memeluk anaknya.
Ratna berdiri,
"Ben, apa lu pantes jadi ayahnya?"
Tiba-tiba Ratna menjadi banyak memandang maju ke arah Ben yang ketakutan mundur.