Sarandjana : Terjebak Malam

Adam Wiradi Arif
Chapter #11

[10] Dibalik Anomali

Ben kehilangan jejak Reen. Tapi ia harus mencari Reen bagaimanapun caranya. Ia harus bangkit. Ia berdiri perlahan dan pasti, berjalan ke arah lobi, dengan jalan yang lambat masih memegang kampak.

"Reen?......., Reen….., dimana kamu?" ucap Ben lemas.

Ben turun lemas menyusuri tangga, hingga melihat lukisan lagi. Ia tatap lukisan itu dengan dalam sambil sejenak berpikir entah apa yang dipikirkan. Terdengar suara Reen di kolam renang tepat sedang bermain bilyar sendiri. Ia menyusuri jalan dengan semangat ke arah kolam. Hampir sampai ke kolam tertutup jendela ruangan, Ben akhirnya melihat Reen, ia tenang agak cepat berjalan semangat dan bersyukur akhirnya bisa melihat Reen yang baik-baik saja.

"Reen??? Reen???" senyum Ben merekah.

Namun ia melihat ada Ben lain agak dipinggir kolam sambil mengacungkan testpack. Terlihat Reen bertengkar dengan Ben lain tentang ketahuan hamilnya. Ben lain terlihat menampar Reen. Jelas dari mata Ben terpancar kebencian melihat Ben yang menampar anaknya itu.

Reen kabur ke arah pantai.

"Bangsat lu bangsat lu, kejar goblok, kejar, kejar!" kesal Ben.

Terlihat Ben lain terdiam tak menyusul Reen. Sekian detik ia pergi ke arah sedikit berlawanan dengan Ben. Reen ke pinggir pantai.

Ben berjalan menuju pinggir pantai. Dari kejauhan terlihat Reen sedang galau, ingat kejadian sebelumnya. Ia mendekat dengan berjalan cepat mengikuti Reen.

"Reen?? Reen??" keluh Ben berharap segera memeluk Reen dan meminta maaf dengan suara kecilnya.

"Maafin papa. Reen, maafin papa," ucap Ben tegang sambil berjalan cepat ke arah Reen.

Langkah kaki Ben cepat, berhasrat menanyakan kabar dan meminta maaf, namun saat mendekat Reen malah ketakutan. Ben kebingungan kenapa Reen takut. Ia lihat tangannya sendiri yang memegang kampak, berpikir apa yang salah dengan dirinya. Ia memutuskan berjalan lagi, memotong jalan ke arah kolam renang tadi.

Hampir sampai di kolam, Ben melihat dirinya sendiri di refleksi kolam. Ia melihat dirinya yang berbeda. Tidak seperti seorang ayah seharusnya. Ia buka kamejanya, membersihkan diri dengan mencuci wajahnya di air kolam serta membersihkan badannya yang bersimbah darah dengan gemetaran. Tiba-tiba ia kesakitan karena pinggangnya tadi terkena serpihan kayu pintu. Kamejanya ia pegang alih-alih menutup luka. Ia buang kampak ditangannya. Ben tak kuat dan menjatuhkan diri.

 Reen langsung menuju Ben yang sedang melah kesakitan tak berdaya dipinggir kolam masih bertelanjang dada.

"Astaga papa kenapa?? Ayo pergi darisini, cepet!!" panik Reen.

"Reen, kamu gak apa apa kan? Baik baik aja kan????" tanya Ben sambil bangkit.

"Pasti orang aneh itu ya?!!" lanjut Reen

Tiba-tiba Ben menarik Reen mengarah ke kamar atas. Ben didepan & Reen dibelakang. Reen sesekali mencuri pandang ke arah Ben. Tiba-tiba Ben mengeluh kesakitan tepat sampai di lantai atas.

"Arrrrh," keluh Ben kesakitan.

"Papa kenapa?" ucap Reen khawatir.

"Sebentar, arghhh..." keluh Ben, Ben lari ke toilet lantai atas.

Tiba tiba suara walkie talkie terdengar, Reen mengangkatnya di tasnya, suara pak Atma tentang mie instan yang sudah diatas dipesan oleh Ben. Ben tetap ke toilet tak peduli.

Di toilet, Ben berkaca melihat pinggangnya keluar banyak darah. Dengan masih gemetar, ia menutupnya dengan tangan, mengambil gulungan tisu di toilet, dan kameja yang sudah penuh darah ia pakai kembali.

Ben ke arah kamar lagi. Ben menggedor-gedor pintu, sampai dua kali. Ben kebingungan harus bagaimana. Pak Atma teriak dari bawah.

"Beeeen, Beeeen!!"

Ben mencari sumber suara, ia menuju ke bawah. Sampai ke bawah, tidak ada siapa-siapa disitu. Lampu lapangan menyorotnya, pandangannya kabur. Ia balikkan badan terlihat ada kampak disitu. Aneh kampaknya masih ada, namun keanehan itu tak terpikir oleh Ben.

Terlihat dari lapangan, seseorang keluar kamar. Ternyata Ben yang lain muncul dari lantai atas.

"Ben bangsattttt!!!!!!" ucap Ben pelan dan tubuh yang gemetar. Ia ambil kampak dan berdiri tegak.

Ben lain turun kebawah. Ben berdiri sejenak, jalan pelan, semakin lama semakin cepat tapi bukan lari. Hanya jalan namun cepat. Langkah Ben yang semakin dekat dengan Ben lain, semakin pula meningkatkan hasrat membunuh Ben lain itu. Ben lain terlihat mengambil sebatang kayu. Ben tak peduli. Ben Semakin dekat dan berhenti sekitar 5 meter di hadapannya. Ia memperhatikan jelas wajahnya. Ben lain dengan kepolosannya, tiba-tiba berubah senyum sangat lebar ke arah Ben.

"Ben, apa kau pantas," ucap Ben lain dengan senyuman pancingannya.

Entah itu khayalan Ben atau tidak, Ben semakin panas. Matanya melotot, bibirnya tersenyum puas akhirnya bisa dengan dekat membunuh orang itu. Ben menghentakkan kampak ke arah Ben lain, Ben lain menghindar dan kabur refleks ketakutan.

Ben mengejar penuh amarah ke orang itu, memasuki ruangan yang kosong dan gelap. Ia susuri setiap sudut ruangan, sampai melihat sebuah pintu. Ia intip lubang pintu, terlihat Ben lain ketakutan, suaranya terdengar.

"Tenang woyyy, gua benerin mobil looo!!" teriak Ben lain.

Ben tak peduli, hasrat kebencian terhadap Ben lain itu tak terelakkan. Ben menghajar pintu dengan brutal memakai kampak di tangannya.

Duk, duk dukkk!!

Duk, duk dukkk!!

Duk, duk dukkk!!

Ben terus menghajar pintu.

Tiba-tiba dari belakang sebuah tangan muncul membius Ben dengan sapu tangan.

Lihat selengkapnya