Sarandjana : Terjebak Malam

Adam Wiradi Arif
Chapter #12

[11] Lagi, lagi, lagi!

Ben & Pak Atma keluar menuju lobi. Ben mengarah ke mobil dan membuka kap mobil, memutus kabel. Sedangkan pak Atma kembali ke lobi siap menunggu Ben & Reen lain datang mengeluhkan hari tanpa paginya. Setelah memotong kabel di kap mobil, Ben keluar pagar. Dari kejauhan Ben melihat adegan Ben dan Reen lain masuk mobil. Lalu Ben lain keluar mobil lagi, mengarah masuk vila. Reen lain ditinggalkan di dalam mobil. 

Ben memandang Reen lagi. Ia memandang anaknya yang malang. Ben sangat ingin menemuinya. Ben perlahan berjalan mendekati mobil. Reen yang di dalam mobil terlihat ketakutan karena melihat sosok Ben lain bagi Reen. Terdengar suara langkah kaki Ben lain dari lobi, Ben mundur sembunyi. Tak lama, Ben lain datang memasuki mobil. Mereka berusaha menyalakan mobil tapi mobil tidak menyala karena kabel yang diputus. Agak lama terlihat berdebat, Ben dan Reen lain keluar dari mobil, menuju pagar. Ben agak menjauh sembunyi. Mereka menyusuri jalanan sepi.

Ben mengejar Ben & Reen lain. Sampai lebih dekat didepan Ben Reen lain, terlihat keranda dan orang-orang yang menggotongnya. Ben & Reen lain ketakutan balik arah ke arah Ben. Mereka juga ketakutan kepada Ben dan mengarah lari ke hutan.

Ben mendekat ke rombongan keranda. Ia memandang mereka. Tiba-tiba keranda rombongan hilang. Hening sesaat. Tiba-tiba muncul lagi dari depan agak jauh orang-orang bawa keranda. Ben maju lagi ke depan, Keranda itu hilang lagi. Muncul lagi, hilang lagi lebih depan. Semakin keranda mendekat seseorang teriak padanya

"Mas, pergi dari sini!" ucap salah seorang rombongan.

Ben lari terbirit-birit, Ben syok ada kejadian sangat aneh itu. Ia berlari arah balik. Diperjalanan, Ben mendengar sesuatu yang jatuh dari rumah yang berdiri sendiri tanpa tetangga. Ben mendekat dengan perlahan.

Ben semakin penasaran apa yang ada dibalik suara itu. Ben berjalan perlahan mendekati jendela yang penuh debu. Ia usap debu dan mengintip kecil. Terlihat seseorang menjatuhkan kursi penyangga dengan kaki dan tali tambang dileher menggantung-gantung. Sialnya saat hampir mati, kejadian itu berulang kembali dari kursi yang jatuh, begitu seterusnya. Ben melotot kaget, terlihat lagi semua terulang adegannya. Ben semakin ketakutan, ia mundur perlahan, lari sekencang-kencangnya ke arah vila.

"Fuck fuck fuck!!!" keluh Ben sambil berlari. Ben berjalan ke pagar. Terlihat pula Ben lain, Reen lain dan pak Atma dari dalam dekat lobi. Pak Atma mendekatinya.

"Kenapa?" tanya pak Atma.

Ben terlihat gugup gemetar. Tubuhnya kaku, wajahnya pucat penuh trauma. Matanya melotot takut. Keringat bercucuran di pelipisnya. Ternyata masih ada hal gila lain diluar nalarnya. Kejadian itu tepat didepan kedua bola matanya. Ben bukan hanya melihat orang bunuh diri. Ben melihat kejadian itu berulang-ulang tanpa akhir. Matipun tidak cukup. Lebih menyebalkan orang itu merasakan cekikan tambang kelehernya berulang-ulang tanpa henti. Pikiran Ben semakin kacau.

"Kau melihat Djana?" tanya pak Atma, Ben masih gemetar.

"Tenangkan dirimu. Jemput anakmu dibawah. Ambil mobilku di gudang belakang, ini kuncinya,"

Ben masih terdiam gemetar, pak Atma menenangkan.

"Ben..., kau harus tenang. Pikirkan anakmu,"

Ben menenangkan diri, ia berjalan cepat ke pinggir vila tanpa memasuki pagar. Sejenak ia berhenti. Ben melihat kunci mobil itu. Ia berpikir sejenak. Meragu entah siapa yang seharusnya ia percaya. Ia ragu dengan pak Atma, ia ragu dengan semua kejadian ini. Bahkan ia ragu dengan dirinya sendiri. Tapi apa daya, Ben tidak ada pilihan lain. Ia langsung berlari ke ruang bawah tanah menjemput Reen.

Ben sampai ke bawah langsung menggendong Reen, mengarah ke gudang. Langkah kakinya gemetar sekuat tenaga berlari. Reen terlihat masih lemas. Jalanan memasuki permukaan bebatuan. Didepan kakinya, ada batu yang agak besar. Ben menginjak batu itu tak sadar hingga tergelincir.

Suasana melambat. Ben terjatuh dengan tangan yang berusaha menahan Reen. Ben melihat tubuh Reen terjatuh di udara dengan perlahan. Tatapan Ben tertuju pada mata anaknya yang sayu, mereka saling memandang penuh kalut.

Gubrak...

Ben dan Reen terjatuh. Reen jatuh dengan posisi yang ditakuti, tengkurap lagi. Perutnya terbentur lagi kedua kalinya. Semua suara hilang.

"No no no no..." Terlihat bibirnya berucap seperti itu namun tak ada suara. Ben panik, gerakannya cepat menyelamatkan Reen.

"Aaaaargh... Paaah, Sakitttt," keluh Reen, terlihat pula suara itu hening hanya ucapan gerak bibir.

Mata Ben penuh rasa bersalah, dengan kedua kalinya tak bisa menjaga anaknya sendiri. 

Tak mau terlalu lama menyesal, dengan sigap Ben langsung menggendongnya lagi sekuat tenaga ke gudang belakang. Reen masih kesakitan. Mereka sampai di gudang dengan lampu ruangan yang berkedip. Dinding gudang penuh dengan perkakas. Mereka masuk mobil. Reen semakin kesakitan.

"Aaaaaaaaaa....," Suara kesakitan semakin terdengar jelas.

Ben melihat paha Reen berlumuran darah lagi, samar-samar karena lampu ruangan yang berkedip.

"Shit Shit Shit, no no no!!" Ben panik mencari sesuatu untuk mengelap.

"Paaah, sakit paaah,"

Ben langsung memeluk Reen merasa sangat amat bersalah.

"Its OK, you're OK," Ben mengusap rambutnya.

Lihat selengkapnya