Seketika Topan merasakan kuduknya meremang. Saat itu juga ia tersadar akan hawa dingin aneh yang mulai memenuhi ruangan yang telah tertutup rapat itu.
Perlahan diedarkannya pandangan kepada lima anak perempuan teman mainnya. Semua terlihat biasa-biasa saja. Artin dan Armi masih saling bercerita tentang kejadian kecelakaan itu. Sementara Arlik, Artik dan Shofi mendengarkan dengan mata setengah mengantuk.
Terakhir diliriknya jam dinding yang berada tepat di atas pembatas ruang tamu dan ruang tengah. Jarumnya sudah bergerak melewati jam sebelas malam. Hampir tengah malam.
"Hei, sudah hampir jam 12 loh. Ayo kita tidur!" ajaknya. Artin yang duduk membelakangi jam dinding sontak memutar tubuhnya untuk memastikan. Ternyata benar apa yang diserukan Topan.
Keasikan ngobrol setelah permainan baru mereka ternyata membuat mereka lupa waktu.
"Eh, tapi kok aku jadi gak ngerasa ngantuk ya?" ujar Armi.
"Biar gak ngantuk tetep masuk kamar saja! Nanti diomelin emak loh kalau ketahuan begadang!" sahut Artin seraya bangkit dari duduknya. Yang lainpun akhirnya mengikuti.
Saat kelima anak perempuan itu satu per satu mulai bergerak menuju kamar tidur nomor 2 dan 3, Topan kembali bergerak memeriksa pintu dan jendela, memastikan semua sudah terkunci rapat.
Keluarga Sanwani termasuk keluarga berada di kampung itu. Dibanding warga lain yang pekerjaannya rata-rata sebagai petani, buruh dan pedagang di pasar, pekerjaan Sanwani di bidang pelayaran tentu jauh lebih tinggi penghasilannya. Namun karena pekerjaannya tersebut, membuat Sanwani sangat jarang berada di rumah. Dalam 2-3 bulan, paling-paling ia hanya dapat berkumpul dengan keluarganya selama 3 sampai 5 hari saja.
Karena keadaan rumah yang terbilang cukup mewah dan hanya dihuni seorang perempuan dewasa dan enam orang anak itulah yang menyebabkan keluarga itu beresiko tinggi untuk menjadi target pencurian. Itulah sebabnya Topan selalu cermat untuk mengunci semua pintu dan jendela setiap malam.
Setelah memastikan keadaan rumah sudah aman, Topan segera membereskan sisa-sisa permainan yang masih berserakan di lantai. Tapi pikirannya masih mengembara mengingat lagi sosok gadis cantik yang sempat menjadi idola di sekolah tempat ia menuntut ilmu semasa hidupnya itu.
Sebenarnya Topan tak terlalu dekat dengan gadis itu. Sekedar tahu saja karena mereka memang satu sekolah tapi tidak sekelas.