Jam 5 pagi. Matahari belum lagi terbit, tapi kesibukan di dalam rumah besar keluarga Sanwani sudah mulai terlihat.
Emak Sumini sibuk menyiapkan bekal sekolah untuk anak-anaknya di dapur. Sesekali terdengar seruannya memerintahkan ini itu pada Artin atau Armi yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Mereka berdua memang harus berangkat lebih pagi karena letak sekolah mereka yang cukup jauh dari rumah.
Artin yang sudah SMA malah harus siap berangkat jam setengah 6 pagi karena mobil Angkudes, angkutan dari desa ke desa yang menjadi langganannya menuju sekolahannya yang ada di tengah kota Jombang selalu lewat di jalan aspal depan rumah mereka sebelum jam 6 pagi. Dan itu adalah satu-satunya mobil angkutan paling pagi yang lewat. Angkutan selanjutnya baru akan lewat pada jam 9. Kalau dia sampai tertinggal angkutan itu, berarti dia akan bolos sekolah.
Artik dan Arlik terlihat mengantri di kamar mandi. Keduanya masih duduk di bangku SD, mereka berangkat sekolah jam 6 lewat karena sekolah mereka masih berada di dalam kampung dan terletak tak jauh dari rumah mereka. Dengan berboncengan sepeda mini mereka hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit saja untuk menuju ke sekolah.
Topan yang sekolahnya satu arah dengan sekolah Armi mengeluarkan sepeda jengki miliknya. Sambil menunggu Armi yang akan berangkat bareng dengannya, Topan menyempatkan mengelap sepeda berwarna hitam kesayangannya itu agar selalu terlihat mengkilap catnya.
"Nih bekalmu, Mas Topan!" Armi menghampiri seraya menyerahkan kotak nasi dan selembar uang 500 rupiah.
"Siap berangkat?" tanya Topan sambil memasukkan kotak nasi dan tas sekolahnya ke keranjang sepeda.
"Ayo, kita berangkat!" seru Armi. Dibukanya pintu pagar untuk memberi jalan pada Topan keluar dengan mengendarai sepeda jengki sebelum ia melompat naik ke boncengan.
"Loh, itu kan gerobak baksonya Cak Mamat? Kok ada di sini?" Armi menunjuk gerobak bakso yang berhenti tepat di depan pagar menghalangi jalan mereka.
"Iya, Cak Mamatnya mana? Jualan bakso kok pagi-pagi?" Topan celingak-celinguk mencari sosok lelaki bertubuh kurus penjual bakso langganan yang biasa lewat 2 kali di depan rumah mereka pada sore dan malam hari.
"Baksonya masih ada, tapi dandang kuahnya sudah dingin!" ujar Armi setelah menyentuh dandang tempat kuah bakso.