Sesosok tubuh terlihat mengendap-endap di antara kerimbunan pohon singkong yang di tanam di kebun kosong tepat di samping rumah besar keluarga Sanwani pada suatu malam.
Malam yang begitu gelap, bahkan sinar bulan yang hanya sepotong itu juga tak mampu menembus kepekatan malam. Bagi sosok yang tengah meringkuk di bawah ceruk dinding bagian belakang rumah, di mana sebuah pohon mangga gadung tumbuh tak jauh dari ceruk itu, adalah sebuah keadaan yang menguntungkan baginya.
Ia memperhatikan pohon mangga di depannya dengan seksama dan penuh perhitungan. Seulas senyum puas terlukis di bibirnya yang kehitaman oleh nikotin yang berasal dari tembakau timbangan yang ia linting sendiri bersama kertas klobot pasaran.
Salah satu cabang pohon mangga yang cukup besar dan kokoh terlihat tumbuh menjulur melewati tembok pagar belakang. Itu adalah jalan masuk yang akan digunakannya. Benar-benar sebuah kebetulan yang menguntungkan. Ia tak perlu membuat lubang gangsir untuk bisa memasuki rumah yang terlihat mewah dibanding rumah lain di sekitar situ.
Tidak sia-sia selama beberapa hari ia ikut bekerja sebagai kuli untuk membangun tangkis sepanjang bantaran sungai tepat di samping rel kereta api yang melintasi depan rumah besar itu sekaligus untuk mengawasi keadaannya.
Yah, bekerja sebagai kuli hanyalah salah satu cara untuk bisa melihat dan mengawasi lebih dekat rumah incarannya. Ia yakin akan ada banyak sekali barang-barang berharga yang akan ia dapatkan dari rumah besar itu.
Dari banyaknya informasi yang ia saring dari hasil bincang-bincang sambil lalu dengan pemilik warung tempat ia melepas lelah saat istirahat siang, ia tahu bahwa rumah besar itu hanya dihuni oleh seorang wanita paruh baya bersama beberapa orang anaknya. Suami pemilik rumah adalah pegawai pelayaran yang sangat jarang ada di rumah.
Selintas ingatannya tertuju pada sosok sang mandor yang selalu terlihat memusuhinya dan selalu menegurnya dengan keras serta mempermalukannya di depan teman-teman kerja. Dalam hati ia bertekad untuk bisa membalas sakit hatinya itu. Mungkin ia akan mentraktir teman-temannya makan siang di warung Yu Marni beberapa hari lagi di depan mata sang mandor, dan menunjukkan betapa banyak uangnya saat itu.
Saat ia sudah berhasil menguangkan hasil jarahannya malam ini. Terbayang di pelupuk matanya betapa akan banyak sekali barang-barang berharga yang bisa ia dapatkan dari dalam rumah besar yang sekarang menjadi targetnya itu.
Membayangkan ekspresi terkejut dan ciutnya nyali sang mandor menerbitkan seulas senyum licik sekaligus mengobarkan semangatnya untuk melaksanakan niatnya malam ini.
Dari arah pos ronda terdengar suara kentongan kayu yang dipukul berkali-kali. Lelaki itu menghitung dalam hati. Kentongan sudah dipukul sebelas kali.