Apa yang aku janjikan tidak bisa aku tepati. Saat Rika tak ada aku malah sibuk sendiri dengan imaji. Hampir setiap jam istirahat aku hanya duduk di bangku dan mengkhayal. Di kala suasana hati sedang tidak bagus, aku pikir bagus kalau Sheny mencari teman yang lain. Supaya ia tidak perlu menganggu saat aku sedang berkhayal.
Ketidakpedulian yang aku lakukan berbuah. Sheny akhir-akhir ini jadi sering marah. Ia bergaul dengan mereka yang suka mengucapkan kata kasar. Akupun sama, tapi kalau Sheny yang mengucapkannya entah kenapa aku tidak suka. Orang yang baik harusnya tetap menjadi baik. Tidak perlu ikut sesuatu yang buruk yang malah bisa menjerumuskan.
“Lu juga, sih. Dia udah sms lu minta temenin. Lu malah sibuk sendiri. Makanya jangan ngayal mulu,” kata Vira.
“Menurut gua sih nggak papalah, Feb. Sheny juga perlu melihat dunia. Emang lu aja yang boleh ngomong kasar.” Della menimpali. Memang betul apa yang dikatakannya, hanya saja, ya begitulah. Aku masih belum bisa menerimanya.
“Bener tuh apa kata bayi tabung.” Alfi mengukuhkan pendapat Della.
“Maksud lo apa item?” Della tersulut emosinya. Tubuhnya memang besar, namun ia juga tidak terima jika Alfi menyebutnya bayi tabung.
“Ya iyalah bayi tabung. Mana muat lo mah masuk ke dalem perut,” ledeknya.
“Diem lo item!”
Alfi tertawa melihat ekspresi Della yang marah. Sepertinya makin besar amarah Della, makin senang juga Alfi dibuatnya.
“Sok ganteng sih lo! Ganteng juga nggak. Najis!” tegas Della. Matanya melotot seperti hendak keluar. Namun, sudah gahar begitu tetap saja Alfi tak bergidik. Terus meladeninya.
“Bodo amat. Gua nggak ganteng juga yang ngelahirin emak gua. Bukan lu,” jawab Alfi santai, seperti tak berdosa.
Kalau diteruskan cerita ini, pasti tak akan ada selesainya perdebatan mereka. Entah sejak kapan, Della dan Alfi seperti kucing dan anjing yang selalu bertengkar setiap berinteraksi.
Pernah sekali waktu Della tengah melihat kereta yang lewat dari jendela yang pengaitnya rusak. Rambut Della yang mirip seperti Dora The Explorer namun versi tebalnya tak melambai meski angin kencang masuk melalui lubang jendela itu.
Della melamun, padahal Bu Anna tengah menjelaskan materi. Asyik saja Della melihat kereta yang tengah lewat itu. Semenit dua menit, Bu Anna tidak menyadarinya. Namun, lama-lama ketahuan juga Della yang sedang melamun menatapi kereta Babaranjang yang sedang lewat itu.
“Della,” panggil Bu Anna lembut. Della tetap saja tidak menggubrisnya. Ia tetap asyik melihat kereta yang sedang menghambar laju kendaraan.
“Della...,” panggil Bu Anna lagi lebih kuat. Akhirnya ia terjaga dari lamunannya.
“Kamu ngapain liat ke luar, Del?” Bu Anna bertanya.
“Kangen kampungnya, Bu. Maklum, namanya juga anak rel.” Alfi yang menjawab. Sontak saja jawabannya itu membuat Della marah.
“Apaan sih lo!” Della tersulut emosi. “Gua yang ditanya, lo yang nyamber! Mulut apa mulut sih itu!”
“Dellaa...” Bu Anna berupaya menengahi. “Makanya kalo Ibu lagi nerangin kamu jangan sibuk sendiri.”
Dari bangkunya, Alfi menutupi muka dengan melipat kedua tangannya dan tertawa bahagia.
“Awas lo, ya!” Della mengepalkan tangan kanannya.
***
Pelajaran pertama pagi ini adalah Kewirausahaan. Pengajarnya ialah Bu Puja, sebenarnya ini nama julukan dariku. Jangan tanya siapa nama aslinya, aku adalah agen rahasia.
Tukk