Awal Desember 2010
Tidak semua orang bisa menjaga rahasia. Tidak semua teman bisa dipercaya. Hal yang nahas menimpaku. Hal yang tidak terduga membuatku menjadi manusia paling berdosa di sekolah hari ini.
Sheny menangis di lapangan sekolah, tepatnya di depan pos jaga. Aku tak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Matanya sembab, hujan di kelopak itu turun terus-menerus. Mengguyur siapa saja layaknya badai yang tak henti-hentinya menerpa.
Semalam memang dia menulis lirik lagu rohani sebagai status di pesbuk, tapi kupikir itu hanya status. Tak lebih dan tak ada maksud untuk mengungkapkan apa yang tersirat di hati. Aku mengira mungkin keluarganya sedang diterpa masalah yang besar. Sampai-sampai sepagi ini ia tak mampu membendung perasaan lagi.
Kala aku melewati lapangan sekolah, tatapan-tatapan aneh berseliweran. Ia berbeda. Melihatku yang datang, tangisnya makin tak bisa diredam. Makin ia sesegukan, makin pula tubuhnya bergetar-getar menahan kecamuk yang hendak melakukan makar.
Ada apa ini? Gusar kusembunyikan dalam hati. Ingin bertanya juga tak berani. Sejak kapan aku berani berbicara panjang lebar terhadap sesuatu yang berkaitan dengan perasaan? Biarlah keinginan ini tenggelam bersama langkahan kaki yang semakin berat. Aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi. Namun, ketika aku melihat lagi, kenapa tatapan mereka membuatku seperti terdakwa yang melakukan suatu kejahatan yang tak bisa dimaafkan?
Pikiran-pikiran negatif kubuang jauh-jauh. Aku merasa semalam baik-baik saja. Bahkan aku sempat menekan ikon like pada statusnya di pesbuk. Saat menaiki anak tangga. Clara dan Della mencecarku dengan berbagai pertanyaan. Belum dijawab pertanyaan yang satu, beralih lagi ke pertanyaan yang lain.
“Apaan sih? Gua ini nggak tau apa-apa loh! Gua aja baru dateng dia udah nangis!” Kalau aku tahu, pasti aku sudah ada di lapangan sekolah. Bukan tetap naik ke kelas dan menganggap apa yang terjadi bukan masalah.
“Ya katanya gara-gara lo, Feb. Dia nangis gara-gara lo,” terang Della.