sari pati

F. Chava
Chapter #13

Perempuan Bersurai Hitam

Tahun 2011 datang, setelah dua minggu lebih menjadi babi di rumah, akhirnya rasa bosan yang sudah menggunung ini berakhir juga. Pekerjaanku di rumah hanya mengkhayal, melihat laut, membuka pesbuk, makan, tidur, dan pura-pura budek kalau Mama menyuruhku pergi membeli susu adik di Indomaret terdekat.

Alih-alih membaca status atau menonton video gitar seniorku yang kukenal secara daring, setiap hari yang kukerjakan saat bermain pesbuk hanyalah like dan comment status anak-anak di kelas. Bosan juga sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi, daripada masuk sekolah aku dimusuhi.

"peb, like status gu." Hampir setiap hari Maya mengirim inbox yang kurang lebih seperti itu. Kalau lama membalas inbox, maka Maya akan mengirimkan pesan yang sama persis dengan apa yang dia kirim melalui inbox.

Saling like dan comment di pesbuk adalah wajib. Setiap anak di kelas yang baru saja tulis status, buru-buru kami memberikan semacam bom like.

Hufffttt.. Bosen di rumah truzz.. Kerjaan cm makan, tidur, n cmzan. Wqwqwq... (Sandy)

.cPa c yG maw nyulik gguw. bosen nicH. (Della)

Boseeeeennnnn!! Ayo sih ayo ajak g kmana gitu! zzz (Sheny)

Ad yg mw nonton love in perth bareng w? (Steje)

someOne never haTe Me. lmfao~ raawwww (Felix)

ngelag trus ni kompi zzz (Livia Nyit Nyit - Oliv)

***

Belum genap dua minggu memasuki semester dua, pagi-pagi sekali Steje menangis. Aku yang kebetulan datang lebih siang agak tergeragap melihatnya menangis sesegukan begitu. Soalnya, selama satu semester kemarin, dia belum pernah menangis di kelas. Matanya yang cuma segaris itu makin tidak kelihatan. Bengkak dan sembab.

Obrolan tumpang tindih makin tidak terkendali. Clara selaku ketua kelas berada di barisan paling depan untuk menghibur Steje. Sesekali Steje mengerang, menangis sambil ketakutan. Sepasang kakinya juga dihentak-hentak ke lantai seperti suara baris berbaris.

"Kalo dia dateng ke gua malem ini gimanaaaaa???!!!" Steje makin jadi tangisnya. Ia melipat sepasang tangan di meja, lalu membaringkan kepalanya.

"Je, jangan takut. Kita kan punya Tuhan, Je." Clara mengusap-ngusap punggung Steje.

"Iya, bener. Ada Allah yang jagain kita, mau agama kita apapun, Allah selalu ada buat kita." Cielah, Vira sudah layak betul disebut Ustadzah yang terdampar di sekolah Kotak Sabun. Makin bijak dia setelah liburan akhir tahun.

"Vir, ada apaan sih?" Aku bertanya kepada Vira. Sepertinya Steje menangis disebabkan oleh hal yang tidak biasa.

"Itu loh, lu liat nggak potonya diorang di pesbuk?"

"Nggak, emangnya kenapa?"

"Ada cewe gitu, Feb. Badannya item semua di poto itu, rambutnya juga item, mukanya juga item. Kayaknya sih hantu," jelas Vira pelan-pelan agar aku memahami.

"Yang kemarin itu? Yang foto pake cermin?"

"Iya, nah di samping Steje itu." Ia menunjuk meja Steje di samping kanan, "hantunya itu duduk di situ,"

AAAAA!!

Steje mengerang lagi setelah mendengar Vira menunjuk tempat hantu itu ikutan berfoto, makin ia berteriak.

Lihat selengkapnya