Setelah pertemuan p ertamaku dengan Ko Lucas, aku jadi tidak sabar menantikan pertemuan berikutnya. Hal baru apakah yang akan dipelajari nanti? Semenjak les kemarin, yang kulakukan hanyalah melihat kalender dan menghitung hari. Ingin sekali mencuri banyak ilmu darinya. Ingin sekali bermain gitar seperti itu. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menjadi sama seperti Ko Lucas atau bahkan melebihinya. Aku harus bisa melakukannya.
Tidak banyak yang kulakukan saat ini di sekolah. Ibarat menemukan sebongkah emas dalam diri, semua yang terjadi di sekolah tidak menarik lagi. Lagipula hal ini terjadi pun karena suasana kelas XI sekarang tidak begitu menarik seperti waktu kelas X dulu. Tidak ada Maya, tidak ada Della, tidak ada Vira si Ustadzah yang kerap menghibur dengan kata-kata ajaibnya namun berulah juga.
Saat istirahat yang kulakukan adalah mengkhayal. Ketika pembelajaran berlangsung pun sama. Aku mengkhayal bisa bermain gitar seperti Ko Lucas. Bermain gitar seperti itu adalah impianku saat ini. Tidak ada impian yang lebih tinggi selain menjadikan menjadikan gitar sebagai cinta mati.
Muncul sedikit rasa sesal di hati. Mengapa aku baru mengetahui bahwa bermain gitar itu mengasyikan? Seandainya saja aku menyukai gitar dan bertemu Ko Lucas lebih awal.
***
“Keren nggak?” Sandy menunjukkan video permainan gitar seorang bocah bermata segaris di menit awal istirahat pertama. Ia menyambangi kelasku sambil membawa gitar yang dipinjamnya dari ruang kepala sekolah.
Ia menyodorkan hp miliknya. Aku memperhatikan betul bagaimana bocah tersebut bermain gitar. Dunia seakan terhenti. Mataku tak bisa beralih.
“Anjir.. Keren gini!” Jujur, sulit percaya ada bocah yang mungkin berusia 11-12 tahun pandai memainkan instrumental seperti ini. “Siapa nih namanya?”
“Sungha Jung," jawab Sandy. "Keren ya? Gua juga salut nih."
"Dapet dari mana lu?"
"Temen gua."