Di menit-menit sisa istirahat pertama, aku membuka buku catatan dan LKS IPS. Setelah ini, Bu Dian akan mengadakan ulangan. Kisi-kisi soal yang minggu lalu diberikan, kubaca dan kuhafalkan.
"Belajar, Feb?" tanya Alfi yang terdengar seperti ejekan.
"Yoi.. Sekali-kali jadi anak baik.".
"Bu Dian mah kita nyontek juga dikasih nilai bagus."
"Inget kata Pak Joko, kejujuran tuh lebih utama."
Sepuluh menit belajar dengan serius ternyata lebih terasa manfaatnya ketimbang menatap buku satu jam namun pikiran sedang ada di mana-mana. Sepuluh menit ternyata lebih berarti jika kita fokus daripada satu jam yang penuh dengan kemalasan dan penundaan.
Tepat pukul 09.50 Bu Dian masuk ke kelas. Wajahnya segar, sepertinya baru selesai menyantap kudapan penunda lapar. Ia meletakkan peralatan pembelajarannya di meja guru. Kemudian, Bu Dian duduk sambil menatap dalam kami semua. "Udah siap ulangan?"
"Belum, Bu," jawab Vanes yang tetap jadi anak paling pintar di kelas 11. Aku memandangi Vanes yang selalu duduk di bangku paling depan. Ingatanku masih belum bermasalah, sejak awal istirahat pertama dia sudah berkutat dengan buku lebih dulu. Kenapa masih belum siap? Benar kata pepatah, terkadang orang yang pintar dan rajin belajar itu lebih rendah hati ketimbang orang yang biasa-biasa saja.
"Yang lain gimana? Udah pada siap?" Bu Dian memastikan.
"Belum, Bu." Okat menjawab mewakili kami semua.
"Yauda, Ibu kasih waktu 15 menit ya. Abis itu kita baru ulangan."
Lima belas menit berjalan, akhirnya Bu Dian mendiktekan 10 soal ulangan. Aku mengerjakannya tenang-tenang saja. Memang tak semua jawaban bisa kutulis dengan kalimat yang sempurna. Masih ada satu dua kata yang tertinggal. Maklum otakku tidak mengenal istilah copy paste dan tidak sempurna seperti milik Vanes.
"Feb," bisik Alfi. Telapak tangannya dibuka lebar. Aku paham maksudnya dan langsung memberikan kertas ulanganku. Ia buru-buru menyalin jawaban sambil mengamati gerak gerik Bu Dian.
"Udah?"
Ia mengangguk. Tangannya menyodorkan kertas ulangan namun matanya tetap memperhatikan Bu Dian.
"Gua ngumpul duluan ya. Ntar lu baru nyusul," pesanku.
"Beres," jawabnya sambil mengangguk.
Dari bangku, kuperhatikan Bu Dian serius memeriksa hasil ulanganku dan beberapa teman yang sudah di selesai. Di serong kiri depan, Tania terlihat buru-buru melihat LKS di kolong meja sambil mengamati perhatian Bu Dian yang masih tfokus dengan memeriksa ulangan kami yang sudah selesai.
Aku menggeleng-geleng. Batinku berkata setidaknya Alfi lebih mulia darinya. Alfi hanya menyontek untuk menyelamatkan rapornya agar tidak dimarahi orang rumah. Sementara Tania, sudah menyontek begitu. Kadang masih suka menyombongan diri dengan berkata, "Kok nilai ulangan gua bagus ya? Padahal gua nggak belajar loh."