Sari

Syarifah Suharlan
Chapter #6

Desa Pertama Siasat Tercipta

DESA PERTAMA SIASAT TERCIPTA

 

           Kereta-kerata kuda diparkirkan disebuah lapangan rumput desa singgah pertama yang kami dapati dengan rumah-rumah penduduk yang di sewa untuk penginapan seluruh pasukan, Pangeran Mozine dan rombongan tidak ingin terlihat mencolok di tengah keramaian, singgah di desa pertama, kami dapati dalam keadaan desa permai dan tenang dan di desa ini. Pangeran Mozine merancang banyak kegiatan, yaitu; untuk mengirimkan dan menerima merpati pos, kemudian mengatur rencana yang akurat agar meminimalkan gesekan kepentingan yang mungkin akan ditimbulkan dan terakhir memecahkan misteri manuskrip batu zamrud hijau inti kembar agar urusan lorong waktu ini bisa diselesaikan dengan baik.

           Kami menempati beberapa blok yang berisi rumah-rumah sederhana yang disewa oleh Pangeran Mozine untuk kami sementara menetap. Sebagian prajurit ada yang istirahat melepaskan penat, sebagian lain ada yang berbelanja kebutuhan pokok untuk mencadangkan logistik makan dan minum, sebagian lain ada yang berlatih pedang dan duel, sedangkan aku melakukan kegiatan menghampiri sebuah rumah dari para prajurit merpati pos, agar aku sedikit mempunyai kegiatan belajar memberi kabar dan menunggu kabar dari teman-temanku melalui merpati pos, aku tak ingin kehilangan kontak dengan mereka. Aku berusaha mengisi kegiatan yang lain selain memperhatikan gerak-gerik Pangeran Mozine. Aku tak mau terlampau terobsesi dengan melihat terus wajah Pangeran Mozine yang berlatih pedang dengan panglima-panglimanya, semakin terlihat gagah dalam kostum latihan pedang semakin hatiku gundah karena suka yang tak dipedulikan olehnya.

           Sore hari kami sudah berkumpul semua, kembali membentuk formasi-formasi yang di atur oleh Pangeran Mozine yang di bantu oleh Zhao Rugua dan Zhufan Zhi, kabar teraktual adalah Pangeran Mozine dan orang terdekatnya sedang menunggu seorang ahli manuskrip yang telah pensiun dari kerajaan Tarumanegara yang memiliki naskah salin perihal batu zamrud hijau itu, orang terdekat itu penyelidik masalah-masalah yang berkaitan dengan Pangeran Mozine dan sangat terlatih dalam mencari informasi dan melaporkannya secara berkala, sehingga dari sumber itu, informasi yang didapat memiliki kebenaran 80%.

           Rencana demi rencana diperbincangkan dengan sangat ketat, aku hanya melihatnya dari kejauhan di teras depan rumah kecil yang disediakan oleh pangeran untuk para dayang-dayang. Melihat para prajurit hilir mudik masuk ke sebuah rumah yang ditempati Pangeran Mozine secara bergiliran memberi kesimpulan padaku bahwa rencana-rencana kunjungan ke kekerajaan Raja Tarumanegara dan menyelusup informasi ke dalam ruang penyimpanan naskah kuno guna mencari manuskrip batu zamrud hijau untuk jawaban misteri inti kembar batu itu sungguh membuat tegang seluruh pasukan Pangeran Mozine.

Saat matahari sore sudah akan bergeser ke barat...seekor kuda yang dipacu dengan sangat kencang memasuki desa singgah kami...penunggangnya berwajah tegang dan seperti telah menjalani perjalananan yang tiada henti untuk segera cepat sampai kesini. Prajurit penjaga menyambutnya dengan agak curiga terlebih lagi si penunggang itu berteriak keras memanggil sebuah nama...

           “Dimana Pangeran Mozine...!!! Pangeran Mozine....keluarlah...!!”. Teriak si penunggang kuda itu.

           Ancang-ancang tombak dan busur panah menjadi sambutan selamat datang bagi si penunggang kuda yang sudah akan memasuki gerbang desa. Pangeran Mozine serta merta keluar dari rumah dan menghunus pedang, kekagetannya harus disikapi dengan kewaspadaan, tetapi....

           “Bizane...Jendral Bizane...!”. Sontak nada suara gembira terlontar dari mulut Pangeran Mozine.

           Jendral Bizane melompat turun dengan cepat dari kuda hitamnya, senyumnya terlukis diwajahnya dan memeluk erat tubuh Pangeran Mozine, tombak dan busur panah di tangan prajurit turun merendah, pintu gerbang desa ditutup lagi sudah.

“Aku ingin berbicara empat mata saja dengan mu, ini penting...sangat penting!”, ucapnya terengah-engah.

Pangeran Mozine merangkul bahunya mengajaknya berjalan menuju rumah singgah yang ditempatinya, belum sampai langkah kakinya menginjak teras rumah, Jendral bizane menyelak bertanya...,

“Sari mana Sari yang kamu ceritakan di suratmu kemarin, saya kesini ada kaitannya dengan perintah ayahmu dan menyangkut juga dengan Sari...”, ucap Jendral Bizane.

Serta merta Pangeran Mozine melepas rangkulan tangannya pada bahu Jendral Bizane dan membalikkan tubuhnya seraya memandangku yang sedang duduk bersimpuh di teras rumahku dan memang sedang memperhatikan kedua orang itu dari jauh.

“Kenapa dengan dia, dan ada perintah apa dari ayahku”, tanya Pangeran Mozine masih terus menatapku dari kejauhan.

“Ada mata-mata yang memberi kabar tidak baik pada kerajaan Tarumanegara, untuk itulah saya secepatnya diutus oleh Ayahmu saat kapal saya sudah berlabuh seminggu yang lalu di pelabuhan kerajaan ini, perubahan rencana harus dilakukan segera sebelum malam ini rombongan kalian berangkat, kalian harus menikah secepatnya disini untuk menghindari informasi mata-mata yang telah memberi kabar pada Pangeran Tarusbawa”. Ucap Jendral Bizane tegas.

Sontak Pangeran Mozine berdiri mematung, ada sorot keenganan dan sedikit ketidaksukaan ketika melihatku dari jauh, sesaat setelah mendengar rencana Jendral Bizane itu, aku yang sedang duduk bersimpuh bersama beberapa dayang dengan membantu mereka memotong-motong daun pisang sungguh tak tahu menahu. Dan kulihat mereka berdua dari jauh masuk ke dalam rumah, jendral Bizane masuk yang pertama disusul oleh Pangeran Mozine dengan membanting pintu.

Selesai aku membantu para dayang aku berusaha kembali kerumah singgah prajurit merpati pos, aku ingin mendapat kabar dari teman-temanku. Sesampainya disana, petugas merpati pos sedang sibuk dan tegang, rupanya kedatangan Jendral Bizane yang secara tiba-tiba mempengaruhi penerimaan surat masuk dan surat keluar surat berita dari merpati pos, banyak sekali kertas perkamen kecil yang selesai dibuka dari kaki-kaki burung merpati pos berbentuk gulungan kertas kecil, setelah diambil kertas gulungan kecil itu lalu diletakkan di atas meja seorang prajurit petugas merpati pos, sangkar-sangkar burung bergeletakan, ada yang dibawah tanah ada yang digantung dan ada yang diletakkan di meja panjang, aku menjengukkan kepalaku ke sebuah jendela, seorang prajurit menyapaku,

“Putri Sari silahkan masuk ”. Ucap prajurit itu.

Agak kaget juga aku dipanggil dengan sebutan Putri Sari seperti itu. Aku masuk dan kuhampiri sebuah sangkar burung merpati pos yang didalamnya seekor burung merpati berbulu lebat yang sangat putih cemerlang, sedang meminum air dari sebuah batok kelapa kecil yang diletakkan didekatnya. Belum sempat kusentuh sangkar burung itu prajurit itu berkata lagi,

“Ahaa...tepat sekali Putri Sari menyentuh sangkar burung merpati pos itu, itu milik Pangeran Mozine, indah sekali bukan burung merpati pos itu, lihatlah walaupun baru tiba dari mengirimkan berita bulu sayapnya masih lebat dan bersih rupanya tautan jodoh antara Putri Sari dan Pangeran Mozine membawa tanganmu untuk menghampiri dan menyentuh burung merpati itu”. Jelasnya tanpa kuminta.

Aku menjadi serba salah, tanganku yang sudah menyentuh sangkar merpati pos itu sesegera mungkin aku lepaskan, ucapan prajurit itu sungguh di luar dugaan.

“Siapa namamu prajurit?” tanyaku lembut

“Benine. Nama saya prajurit Benine bertugas untuk mengatur merpati pos pasukan Pangeran Mozine”, jawabnya tangkas.

“Benine adakah berita dari teman-teman saya, Zahid, Levi, Magfur, Eti dan Tiwi...? dan maaf kenapa kamu memanggilku dengan sebutan putri?”, tanyaku padanya.

“Ini perintah dari ayahanda Pangeran Mozine putri. Mengenai berita teman-temanmu ada putri...bahkan ada surat dari Ayah Pangeran Mozine, Beliau akan meminta Jendral Bizane untuk menjadi wakilnya menikahkan Pangeran Mozine denganmu Putri Sari... segera, sebelum keberangkatan ke kerajaan Tarumanegara nanti malam, dan berita mengenai teman-teman putri Sari adalah mereka semua sedang dalam perjalanan ke desa ini putri, karena mendengar kabar akan ada pernikahan yang mengawali kunjungan kekerajaan Tarumanegara untuk menghindari serangan perang dari Pangeran Tarusbawa”.  Urainya cukup mengagetkanku.

Aku terduduk di sebuah bale kecil dekat sangkar burung Pangeran Mozine dan bergumam...

“Aku tidak mau menikah dengannya....”, ucapku pelan. Aku membayangkan takkan ada kebahagiaan bila sepasang manusia disatukan dalam pernikahan tanpa ada cinta diantara keduanya, kalau aku masih ada rasa suka tapi dengan Pangeran Mozine rasanya hatinya sudah membeku karena didera oleh cerita cinta masa lalunya.

“Tok..tok...tok...Benine...!”, terdengar suara seseorang memanggil dengan keras dari luar.

Benine tergopoh-gopoh membukakan pintu, betapa kaget prajurit Benine ketika yang dilihatnya adalah Jendral Bizane dan Pangeran Mozine yang berada di depan pintu rumah pos yang didiaminya.

“Sedang apa kalian berdua disini..!!!” teriak Pangeran Mozine keras kepada Benine dan Aku.

Benine gemetar aku diam saja, aku sudah tidak berminat pada apapun yang direncanakan oleh ayah dari Pangeran Mozine dan Jendral Bizane padaku, ini sudah keluar jalur dari apa yang seharusnya terjadi, aku hanya ingin bisa kembali ke masa depanku melalui batu zamrud hijau itu lagi, tak ingin masuk dalam permasalahan antara kerajaan Pangeran Mozine dan kerajaan Tarumanegara. Pangeran Mozine masuk, tubuhnya lebih kaku, senyumnya tipis memandangku agak sedikit sinis.

“Sedang apa kamu berdua disini?” tanyanya menukik mengulangi pertanyaan yang tadi telah dia ucapkan.

“Saya hanya ingin mendengar berita melalui merpati pos ini tentang kabar teman-teman saya pangeran”, jawabku tanpa rasa bersalah.

“Tapi seorang putri tidak boleh berdua-dua dalam rumah dengan seorang prajurit..!”, selak Jendral Bizane.

Lihat selengkapnya