Sari

Syarifah Suharlan
Chapter #7

Balairung Kerajaan Tarumanegara

BALAIRUNG KERAJAAN TARUMANEGARA

           

Jendral Bizane kini memimpin rombongan menuju kerajaan Tarumanegara, Benine melaporkan bahwa merpati pos yang terakhir datang di desa singgah mengabarkan teman-temanku dan pasukan Rhong-Yi telah hampir sampai kekerajaan Tarumanegara melalui jalur utara guna menyusul kami dan bila dapat berpapasan dengan Pangeran Tarusbawa memberinya cinderamata sebagai salam persahabatan dari perwakilan Pangeran Mozine.

           Rombongan kereta kuda kembali jalan beriring-iringan, pasukan ekspedisi Pangeran Mozine telah lebih siap dan matang dengan rencana persahabatan, penyelidikan dan upaya keselamatan. Aku sendiri sudah sedikit lebih tenang, duduk di dalam kereta kuda bersama Pangeran Mozine masih taraf sandiwara yang terjaga. Aku duduk disebelah kiri dari Pangeran Mozine, lengan bahunya masih sengaja terbuka olehnya, kami duduk berjarak karena kulihat bila dekat bersisian dan jika bersentuhan bahuku dan bahunya, Pangeran Mozine masih sedikit meringis kesakitan. Kupandangi cincin yang masih berada di jari manisku, bulan purnama sangat terang cahayanya di luar sana.

           “Bagaimana perasaanmu sekarang setelah mengenakan cincin itu?”, tanyanya lugu.

           “Awalnya bangga namun sekarang biasa-biasa saja”, ucapku datar.

           “Oh ya...masa...sepertinya matamu masih berbinar-binar bila memandangi cincin dijarimu itu”, katanya ringan seperti tak ada jarak status antara seorang pangeran dan orang biasa.

           “Aku coba bersikap biasa-biasa karena kudengar Putri Dewi Manasih sangat cantik, pasti Pangeran akan jatuh hati padanya”, ucapku lagi mencoba bersikap rasional.

           “Kamu cemburu bila aku jatuh hati padanya...?”, tanyanya penuh selidik.

           “Tidak...untuk apa cemburu, kita juga bukan pasangan kekasih yang sesungguhnya”, jawabku.

           “Dan sepertinya Pangeran memang lebih cocok dengannya sama-sama anak raja”, timpalku lagi.

           “Aku tidak suka padanya, aku hanya suka pada...”, terputus

           “Shurine...!” sambarku cepat.

           Pangeran Mozine kaget.

           “Kenapa kamu tahu nama itu...siapa yang memberitahumu..”,  tanyanya heran.

           “Pangeran Mozine sendiri yang memberitahu saat mengigau ketika demam dari efek rajah tatto itu”, ujarku dengan menoleh padanya.

           “Lalu apakah ada nama perempuan lain yang kusebut juga...?”, tanyanya.

           “Tidak ada”,  aku berbohong.

           “Benarkah...?”, ia melanjutkan tak percaya.

           “Siapakah Shurine itu pangeran? kekasihmukah yang dahulu?” tanyaku.

           Ia diam saja.

           Kereta kuda telah memasuki pelataran kerajaan Tarumanegara, sebuah episode baru akan aku jalankan, Pangeran Mozine ingin menggenggam tanganku, aku sibukkan tanganku dengan mengepak peralatan yang harus aku turunkan. Inilah saatnya sebuah sandiwara akan aku perankan, aku ingin cepat menyelesaikan kepura-puraan dan secepatnya melepaskan cincin kerajaan yang membuatku beban.

           Raja Tarumanegara Sri Maharaja Linggawarman memang sangat berwibawa, wajar jika Pangeran Mozine tak mau sedikit bersikap tak sempurna, kedatangan Pangeran Mozine di pintu kerajaan disambut dengan dipakaikan kain jubah panjang kerajaan oleh dayang penyambut tamu kerajaan berwarna kuning keemasan, persis seperti jubah superman, Putri Dewi Manasih berdiri disamping kiri ayahnya, wajahnya memang jelita, ketika melihat Pangeran Mozine datang tampak seperti seorang kekasih yang menahan rindu yang lama, aku sedikit melengoskan muka melihatnya...apakah ini awal cemburuku di kerajaan Tarumanegara???.

           Di dalam Balairung yang luas itu kami menjalankan prosesi timbang terima cindera mata, menanyakan kabar dan berbincang ringan seputar kerajaan dan tak sedikitpun raja menanyakan perihal pernikahan, sungguh aneh nian. Tak seberapa lama pasukan Tarusbawa hadir di balairung juga, perhatiannya hanya satu pada Dewi Manasih, Pangeran Mozine mulai bersikap beda dari biasanya..

           “Raja Tarumanegara Sri Maharaja Linggawarman yang saya hormati, Pangeran Tarusbawa yang saya hormati pula izinkan saya memperkenalkan mempelai saya Putri Sari...”, ucapnya mengakhiri basa-basi yang terlalu lama.

           Dewi Manasih berdiri mendekat ke Pangeran Mozine memegang tangannya dan memintanya sedikit lebih mendekat padanya, Pangeran Tarusbawa menegang wajahnya dia tidak suka ketika melihat Putri Dewi Manasih lebih aktif mendekati Pangeran Mozine, aku pun jadi panas dingin, namun karena Raja Tarumanegara Sri Maharaja Linggawarman masih membiarkan putrinya bertindak demikian kami diam.

           “Benarkah engkau sudah menikah pangeran?”, tanyanya dengan tatapan lembut,

           “Iya benar putri...”, jawabnya.

           “Apa tandanya engkau sudah menikahi perempuan itu?” tanyanya lagi.

           Pangeran Mozine menyingkap jubah keemasan yang tadi dipakaikan pada saat penyambutan lalu menampakkan lengan bahunya yang telah dirajah tatto simbol perempuan dan masih kelihatan memerah.

           “Aku tidak percaya, kenapa kamu mengambil keputusan dengan begitu cepat bukankah ayahku sudah memintamu dengan secara halus dengan pemberian kalung zamrud hijau itu saat pertemuan perdana kita dahulu?”, ujarnya lagi merdu.

           “Mohon maaf putri...saya telah mengambil keputusan yang berbeda dan memilih untuk menikah dengan Putri Sari, semata-mata karena saya mencintainya dengan segenap hati saya”, terangnya pada putri Dewi Manasih yang sekarang sudah berubah lebih antusias mengeluarkan emosi ingin marah.

           “Bolehkah aku memelukmu Pangeran Mozine?”, pintanya.

           Pangeran Mozine diam saja, namun putri Dewi Manasih segera memeluknya dengan penuh rindu yang hangat. Pangeran Tarusbawa mengepalkan tangannya, kulihat dia tidak mampu secara keseluruhan menutupi rasa cemburunya. Aku memahaminya, Pangeran Mozine melihat kearahku, aku berpura-pura memalingkan wajahku dengan melihat lukisan-lukisan yang besar di dinding balairung biru. Setelah melepaskan pelukannya yang cukup lama tanpa kusadari Putri Dewi Manasih menghampiriku, dia memintaku berdiri dan meminta menjulurkan jari tangan kananku padanya, lalu dengan kelembutan seorang Putri, Dewi Manasih menarik cincin kerajaan yang kukenakan dan mengambilnya dengan sebuah rencana matang.

           “Ayahanda maafkan putrimu bersikap lancang pada tamu kerajaan kita, tetapi ayahanda mengetahui sikap saya bahwa saya menaruh hati pada Pangeran Mozine, dan ayah merestuinya dengan memberi kalung batu zamrud hijau milik leluhur kita sebagai pengikat pertunangan agar Pangeran Mozine kembali lagi kesini dan menikahiku, tetapi yang terjadi sekarang ini adalah dia menikah dengan perempuan lain, untuk itu agar adil dan setimpal, bila cincin kerajaan Pangeran Mozine ingin diambil dariku, maka Pangeran Mozine harus berduel pedang dulu dengan...”, belum selesai putri Dewi Manasih menyebutkan nama pendekar kerajaannya, seseorang telah menyebutkan namanya sendiri dan memberikan dirinya sendiri untuk maju berduel melawan Pangeran Mozine.

Lihat selengkapnya