Sari

Syarifah Suharlan
Chapter #8

Rahasia Manuskrip Batu Zamrud Hijau

RAHASIA MANUSKRIP BATU ZAMRUD HIJAU

 

           Esok pagi aku bangun dengan posisi tidurku yang sudah rata diatas teras balkon, bunyi cericit burung-burung kecil yang hinggap di pohon-pohon rindang yang dekat dengan teras balkonku membuatku melukis senyum di wajah, angin dingin pagi sepoi-sepoi mengelus-elus tubuhku, aku merasa kedinginan, kucoba mengingat-ingat dan sekejap aku tersentak, aku dimasa lampau, batu zamrud hijau, pernikahan, duel pedang dan....Pangeran Mozine....!

Aku membuka mata dengan cepat dan kulihat selimutku sudah lepas dari tubuhku pantas saja aku merasakan dingin, aku masih ingat tadi malam kami diteras balkon untuk menghindari kecanggungan dalam kamar pernikahan sandiwara kami, Pangeran Mozine membacakan cerita dan....secepatnya aku melompat berdiri dengan selimut yang kukalungkan di tubuhku, pasukan Pangeran Mozine yang kulihat bersiaga tadi malam sudah tidak ada, namun ada seorang pendekar bercambang lebat yang tengah mengamatiku dari rimbunnya pepohonan, ketika aku menatapnya lebih lekat dia berlari bersembunyi ke dalam semak aku berteriak...

           “Hei..hei...”, teriakku memanggil untuk memperingatkan.

           Namun sepi tak ada orang, aku masuk kedalam kamarku, tak terlihat Pangeran Mozine disitu, aku menggerutu merutuki kebodohanku, kenapa aku bangun tidak lebih awal agar dapat melihat Pangeran Mozine ku. Bergegas aku membersihkan badanku, setelah aku mengganti baju tidurku dengan baju kerajaan aku duduk di meja hias, terlihatlah secarik kertas...

           “Jendral Bizane membangunkanku subuh hari tadi, kami sedang berada di ruang manuskrip dengan diantar seorang resi dari kerajaan ini, teman-temanmu sudah tiba, kita akan bertemu mereka semua di saat sarapan pagi di meja perjamuan...saat matahari setinggi galah kita akan pulang, untuk menghindari selidik-selidik dari Pangeran Tarusbawa yang masih mencari celah untuk membongkar rahasia kita, berkemaslah cepat bawa seluruhnya apa yang kamu punya mungkin kita tak akan kembali lagi ke kamar ini...”, bunyi kalimat itu pada secarik kertas yang kutemukan di meja hias.

           Setelah aku yakin tak ada yang tertinggal dari barang-barang yang kubawa aku menghampiri lagi teras balkon untuk memastikan apakah masih ada orang yang mengamat-amati kami dari rimbunan pepohonan. Yang kulihat hanya petugas istana yang sedang memetik buah-buahan yang ada kebun, mungkin untuk pencuci mulut saat sarapan nanti, kini aku bergegas pergi keluar dari kamar dan kudapati dua orang prajurit Pangeran Mozine yang bersiaga di depan kamarku.

           “Antarkan aku ke ruang perjamuan”. Pintaku

           “Daulat putri”. Jawab mereka kompak.

           Dalam meja perjamuan hanya ada Raja Tarumanegara yang duduk di paling ujung dari meja perjamuan yang panjang, tidak terlihat permaisuri dan putri Dewi Manasih, di hadapannya dikursi kiri dan kanannya duduk Panglima Ceenayana dan Jendral Tringgana, lalu Jendral Bizane, Pangeran Mozine duduk disamping mereka saling berhadap-hadapan, di samping kursi Pangeran Mozine terlihat kosong dan disebelah kursi yang kosong itu duduklah berhadapan-hadapan teman-temanku, Eti, Tiwi, Zahid, Levi, dan Magfur...dan seorang resi yang terlihat berjanggut tebal putih, Pangeran Tarusbawa duduk sendiri diujung yang berhadapan agak jauh dengan Raja Tarumanegara.

           Demi melihatku sudah hadir, Pangeran Mozine berdiri dan berjalan menyambutku, memegang tanganku dan mengiringiku ke meja perjamuan dengan mempersilahkanku duduk dengan sebelumnya menarik kursiku sedikit lebih menjauh dari meja perjamuan agar aku bisa duduk dengan nyaman. Perjamuan dimulai. Para koki-koki istana menghidangkan makanan pembuka dan menu sarapan yang sederhana, nasi yang dibungkus dengan daun pisang dengan ikan-ikan sungai yang telah digoreng disajikan, sambal dan lalapan daun serta beberapa buah manis membuat hidangan sarapan ini cukup menambah kehangatan dalam perbicangan di meja perjamuan.

           “Saya sangat bergembira dengan kesempatan berkumpul bersama seperti ini, Pangeran Mozine...izinkan saya setelah sarapan pagi ini untuk pergi ke acara kerajaan lain dan kuminta maaf tidak dapat hadir melepasmu pulang saat matahari nanti setinggi galah, sampaikan salam hormatku pada ayahmu, persahabatan kerajaan kita semoga tetap terjaga walau tak ada kaitan darah diantara kita, dan Pangeran Tarusbawa kuhargai sikapmu dalam kunjunganmu ini semoga apa yang kamu niatkan dan telah kau sampaikan padaku dapat diterima oleh putriku Putri Dewi Manasih, untuk Resi Adhitya terima kasih atas bantuanmu subuh hari tadi dalam membantu menerima mansukrip dari kerajaan timur jauh sebagai sebuah jalinan seni budaya bertutur yang telah dipasok untuk ruang baca kerajaan kita”, ucap raja dalam sambutan akhir perjamuan pagi.

           Kami semua berdiri tatkala Raja Tarumanegara berdiri, setelah Raja Tarumanegara berlalu dengan diiringi Panglima Ceenayana dan Jendral Tringgana, Pangeran Mozine menginstrusikan kepada kami semua untuk berkumpul di ruang balairung tamu, letaknya masih didepan aula besar istana, yang diperuntukkan untuk berkumpul sementara para tamu sebelum raja datang. Kami bergegas, namun Pangeran Tarusbawa terlihat antusias. Langkah kakinya berusaha mengiringi langkah kami, Pangeran Mozine terlihat tidak suka dengan sikap ini.

           “Hendak kemana kau akan pergi Pangeran Tarusbawa?”, tanyanya selidik

           Pangeran Tarusbawa mengetahui gerak-geriknya diamati kini mendekatkan tubuhnya ke Pangeran Mozine dengan berbisik...

           “Aku tahu kamu menipu raja dengan pernikahan sandiwara, tapi aku tidak bisa ditipu”, bisiknya tegas.

           “Aku tidak menipu Raja, kami menjalankan ritual pernikahan yang sah dari adat kerajaanku”, tegas pula jawaban Pangeran Mozine.

           “Tapi pendekarku telah mengamati tadi malam, kalian berdua tidur di teras depan balkon kamar kalian, hal itu tidak patut dilakukan oleh pasangan pengantin baru..!”, Pengeran Tarusbawa berargumen.

           “Kami senang mengamati bulan, namun sungguh lancang juga kamu menyuruh orang-orang mu mengawasiku”, tukas Pangeran Mozine.

           “Dan aku tahu rahasia penting yang kau simpan rapat-rapat”, gertaknya lagi.

Lihat selengkapnya