SARJANA RUMAH TANGGA

Lail Arrubiya
Chapter #2

Merangkai Mimpi

Menjelang Ujian Nasional banyak sekali yang harus dipersiapkan. Persiapan belajar dan persiapan mental menghadapi kemungkinan yang tak di harapkan. Saat itu Ujian Nasional seakan menjadi penentu kelanjutan hidup. Pertaruhan hidup dan masa depan.

Gadis dengan kerudung hitam yang tempo hari harus bersusah payah menuju sekolah kini sedang menikmati hari liburnya di hari Minggu. Bersama sahabatnya sejak SD. Salah satu teman pertama saat ia pertama kali datang ke desa ini. Satu sahabatnya yang lain pindah setelah lulus SMP.

Hari Minggu atau hari libur apapun adalah hari yang menyenangkan baginya. Nur, sahabat gadis itu setia menemani hari liburnya. Bukan dengan pergi nonton atau bermain acrade. Tapi di sebuah saung di tengah sawah, di perbatasan antar desa. Ada sungai kecil di samping saung, bunyi gemerciknya akan terdengar jika aliran airnya sedang banyak. Seperti saat ini, karena beberapa hari hujan turun, aliran airnya cukup deras. Keduanya mengingat kejadian lucu sekaligus menyedihkan di tempat itu, dulu, bersama Lesa – sahabatnya yang pindah.

Mereka ingat betul, saat itu mereka sengaja bermain air di sungai kecil. Basah-basahan. Kemudian berlarian saat Nur dengan sengaja mengambil keong yang menempel di rerumputan pinggir sungai. Mereka berlari sambil tertawa geli. Lesa berlari paling depan dengan kaki yang cekatan. Saat itu, gadis berjilbab hitam masih belum mahir berlari di pematang sawah, ia tak mampu menandingi lari Lesa atau Nur yang sudah expert berlari di pematang. Sambil berjongkok, ia merengek minta ampun.

“Jangan kasih ke aku. Aku geli …”

Rengekannya berhasil membuat hati Nur iba. Dia melewatkan gadis itu dan kembali mengejar Lesa. Keduanya berlari dengan lincah. Gadis itu hanya menonton sambil tertawa terpingkal melihat Lesa yang sulit di tangkap. Hingga kemudian, kaki cekatan itu bernasib nahas. Kaki Lesa tergelincir. Membuatnya jatuh masuk ke sungai kecil. Tangannya terkilir menahan beban tubuh. Seketika ia meringis kesakitan.

Gadis yang tadinya tertawa, seketika berlari menuju Lesa. Nur bahkan melemparkan keong yang ia pegang sedari tadi. Terbang entah ke kotak sawah yang mana.

“Lesa, kamu ga apa-apa?” Nur terlihat khawatir sekaligus merasa bersalah.

“Kayaknya tangan aku terkilir.”

“Ya sudah kita pulang aja. Minta diurut sama Emih,” saran gadis itu.

Lesa menggeleng.

“Emih ga boleh tau. Bisa dimarahin aku, kalau ketahuan main basah-basahan di saung.”

Emih itu panggilan neneknya Lesa. Ia tinggal bersama adik dan neneknya setelah sang ibu memutuskan untuk bekerja ke luar negeri sebagai TKI.

“Terus tangan kamu gimana?” Nur berseru semakin khawatir.

“Ga apa-apa. Nanti dikasih minyak aja.”

Nahas. Bukan sembuh, tangan Lesa justru semakin sakit dan bengkak. Ia tak bisa lagi menyembunyikan tangannya dari Emih. Meski dimarahi, tapi tetap saja Emih mengobati tangan Lesa sampai benar-benar sembuh.

Lihat selengkapnya