SARU [Kumpulan Cerita]

Rizky Anna
Chapter #4

Malam Pertama

Wiyan: “Ria...”

Riana: “Ya, Mas?”

Wiyan: “Um, kita ‘kan sudah tinggal berdua aja, nih. Sedangkan kesepakatan kita menunda itu cuma selama masih tinggal bersama orang tua. Jadi...,”

Riana: “Iya, saya paham kok. Mau sekarang?”

Wiyan: “Eh? Saya enggak maksa loh, kalau kamu memang belum siap, ditunda lagi aja. Enggak apa-apa kok.”

Riana: “Mau nunggu sampai kapan pun, pasti ada kekhawatiran untuk memulai sesuatu yang baru. Siap atau enggak siap, tetap harus dimulai, Mas.”

Wiyan: “Ya enggak bisa begitu dong konsepnya. Kedua belah pihak harus sama-sama menikmati. Saya enggak mau egois dan hanya mementingkan nafsu sendiri. Kesiapan kamu juga penting.”

Riana: “Jadi?”

Wiyan: “Saya enggak apa-apa nunggu kamu sampai siap.”

Riana: “Huh... Oke, saya sudah siap.”

Wiyan: “Bener?”

Riana: “Iya.”

Wiyan: “Yakin?”

Riana: “Hm....”

Wiyan: “Ciyus miyapah?

Riana: “Alay, ih!”

Wiyan: “Hahaha!”

Riana: “Eh, tapi saya belum sempat ke bidan, Mas.”

Wiyan: “Lho? Ngapain?”

Riana: “Konsultasi kontrasepsi. Kita ‘kan sepakat mau menunda momongan.”

Wiyan: “Eits, enggak perlu.”

Riana: “Kenapa? Kamu berubah pikiran, pengin langsung punya anak?”

Wiyan: “Sebenarnya iya, sih... Takut kalau ketuaan, nanti saat dia butuh banyak uang, saya sudah enggak produktif kerja. Tapi keputusan tetap di tangan kamu, ‘kan kamu yang bakal merasakan pahit-sepetnya.”

Riana: “Makanya, saya perlu ke bidan dulu. Tapi kayaknya di apotek jual pil KB, deh.”

Wiyan: “Nih!”

Riana: “Apa itu, Mas?”

Wiyan: “Kondom.”

Riana: “Ada Sutra, Durex, Fiesta, terus ... astaga! Kamu ngapain nyimpen sebanyak ini?”

Wiyan: “Hadiah pernikahan dari temen-temen kerja. Biasalah, cowok.”

Riana: “Terus, Mas Wiyan mau pakai yang mana?”

Wiyan: “Ini aja kali, ya? Berdasarkan hasil browsing kilat kemarin, merk ini lebih tebal.”

Riana: “Nanti kalau menyamarkan rangsangan gimana? Jadi kurang nikmat dong.”

Wiyan: “Nafsu mah nafsu aja, Sayang.”

Riana: “Hm, oke. Tapi setebal apa pun kondom ‘kan tetap ada kemungkinan kebocoran, Mas?”

Wiyan: “Enggak akan. Nanti saya coitus interruptus, deh.”

Riana: “Apa itu?”

Wiyan: “Keluar di luar.”

Riana: “Lho!”

Wiyan: “Kenapa?”

Riana: “Kok di luar?”

Wiyan: “Meminimalkan kemungkinan hamil, sayangku.”

Riana: “Memangnya bisa? Bukannya kalau sudah mau ejakulasi, cowok bakal kehilangan kesadaran?”

Wiyan: “Ya sudah, nanti dicabut saat masih sadar.”

Riana: “Enggak puas dong, Mas....”

Wiyan: “Terus kamu maunya gimana?”

Riana: “Saya ke apotek dulu, ya? Saya aja yang minum pil, supaya Mas enggak perlu pakai kondom, apalagi keluar di luar.”

Wiyan: “Pil KB pun bisa kecolongan, ‘kan masih ada kemungkinan lupa atau enggak sempat. Lagian, banyak tuh perempuan yang setelah konsumsi pil KB jadi gemuk.”

Riana: “Mas enggak suka kalau saya gemuk?”

Wiyan: “Saya sih enggak masalah, tapi nanti kamu jadi insecure, enggak nafsu makan, membandingkan diri dengan orang lain. Jadi uring-uringan enggak jelas. Iya ‘kan? Saya sudah hapal sama karakter kamu.”

Riana: “Hehehe... Kalau gitu saya pasang IUD aja, deh, tapi nunggu besok baru bisa ke bidan, ya?”

Wiyan: “Enggak perlu, Ria. Terlalu berisiko, ah. Memangnya kamu enggak risih dimasuki benda asing begitu?”

Riana: “Itu-nya Mas ‘kan benda asing juga.”

Wiyan: “Beda, dong. Yang ini sudah didesain sedemikian rupa dan memang kodratnya masuk ke situ. Sedangkan IUD ‘kan ada tembaganya, kayaknya keras. Kalau kamu mau pasang, setidaknya setelah lubangnya berhasil dibuka secara alamiah dulu lah.”

Riana: “Hm, bener juga. Pil KB aja berarti?”

Wiyan: “Enggak perlu, Ria.”

Riana: “Kenapa sih?”

Wiyan: “Ria, yang menentukan kamu hamil atau enggak ‘kan saya, karena sperma saya. Seharusnya saya yang pakai pengaman lah. Kasihan kamu sudah ketindih, kesakitan, masih harus bersusah payah mengingat jadwal minum pil. Biar saya aja.”

Riana: “Kalau dua-duanya pakai, bukankah lebih safety?”

Wiyan: “Ya ampun, kenapa sih maksa banget mau pakai pengaman?”

Riana: “Mas juga kenapa maksa banget melarang saya pakai pengaman?”

Wiyan: “Kalau kamu memang belum siap, bilang aja dari tadi. Enggak perlu ngalor-ngidul¹.

Riana: “Loh, kok Mas Wiyan jadi ngambek?”

Wiyan: “Enggak.”

Riana: “Mas?”

Wiyan: “Tidur aja lah, Ri.”


***


Wiyan: “Serius amat, lagi nonton apa?”

Riana: “Cara menghitung masa subur.”

Wiyan: “Oh...”

Riana: “Dan setelah saya hitung, masa subur saya sudah lewat, Mas.”

Wiyan: “Terus?”

Riana: “Kita bisa berhubungan tanpa pengaman.”

Wiyan: “Yakin seratus persen?”

Riana: “Ya, masih ada kemungkinan hamil, sih, tapi sangat kecil.”

Wiyan: “Tetap ada risiko ‘kan?”

Riana: “Pakai kondom pun masih berisiko hamil, Mas.”

Wiyan: “Kamu kepengin banget, hm?”

Riana: “Ya enggak juga. Enggak enak aja kalau Mas Wiyan harus menunggu lama.”

Wiyan: “Menahan nafsu belasan tahun aja bisa kok, masa sekarang menunggu yang cuma hitungan hari enggak mampu.”

Riana: “Beda dong. Sebelumnya ‘kan memang jomlo, kalau sekarang sudah ada partner-nya di depan mata, pasti lebih susah nahannya.”

Wiyan: “I’m fine, Riana.”

Riana: “Pagi-pagi begini, apalagi hawanya dingin, bukannya jadi lebih berhasrat?”

Wiyan: “Iya, morning wood.

Riana: “Apa itu?”

Lihat selengkapnya