SASAR

ALDEVOUT
Chapter #1

Tulah (1)

Tulah:

1


Ketangguhan alami seketika muncul dalam jiwanya. Ia adalah anak tertua yang mulai merasa bahwa sudah saatnya memikul beban tanggung jawab besar.

Beban sebagai seorang kakak, tentu saja menjaga adiknya.

Perceraian orangtua yang terjadi membuat kedua saudari kembar ini bimbang. Hak asuh anak masih berada di tengah-tengah pilihan—antara ayah atau Ibu.

Kemarin, keraguan sempat menghilang. Diskusi panjang lebar masalah siapa yang layak menjadi pemandu hidup hingga dewasa telah selesai. Dan sang Ibu terpilih sebagai penunjuk jalan masa depan mereka.

Namun—tepatnya pagi ini—Bella, si kakak tertua, terkejut dengan keputusan cepat Keisha, adiknya, yang tiba-tiba saja berpaling dari Ibu.

Pilihan Keisha tersebut membuat Bella kesal. Padahal bukti nyata yang terjadi, ada pada kedua mata Bella—ia menonton secara langsung perselingkuhan sang Ayah—ia tahu kebenarannya.

Seminggu yang lalu, saat ia sedang melintas, Bella melihat Ayahnya di dalam mobil berciuman bersama seorang wanita asing.

Sangat menjijikan, kenapa Ayah bisa tergoda dengan tampang jelek tante-tante banyak gaya itu? pikir Bella, kesal. Hasrat untuk muntah bergejolak saking tidak masuk akalnya seorang Ayah—sebagai kepala keluarga—ternyata bejat.

Dengan tatapan yang tajam, Bella mempercepat jalannya menuju kamar Keisha yang kini dapat menimbulkan gema—dikarenakan semua barang telah diangkut, dalam truk pindahan.

Yang tersisa hanyalah kardus-kardus berukuran besar dan sedang, berisi barang yang tak dipakai. Lalu perabotan seperti lemari, meja dan ranjang kayu yang memang sengaja ditinggalkan.

Isi batin Bella penuh ocehan kecewa ditaburi amarah. Ah, payah! Padahal sudah berjanji bakal tinggal bareng Ibu, akh! Bocah bodoh!!

Bella menjatuhkan pandangan ke Keisha yang sedang duduk bersila merapikan sisa barang yang ada. Tangan Bella yang awalnya mengepal, jadi merenggang, lalu merapat, dan tiba-tiba langsung dilayangkan menuju pipi Keisha. PLAK!

Tak memedulikan sakit atau tidaknya, Bella menampar dengan niatan membuat Keisha mau menimpali pertanyaan ataupun pernyataan yang segera dilontarkannya.

"Apa kau lupa dengan janji kita waktu itu, ha?!" Bella meninggikan suaranya.

Keisha mengernyit, dalam sekejap langsung menghilang menjadi tawa kecil meremehkan setelah mendengar pernyataan kakaknya itu.

Keisha bangkit seraya mendengus geli. Dan mata Bella mengikuti gerak bangkit Keisha.

"Kau salah lihat bodoh!" jawab Keisha, tampak percaya diri. Perlahan pandangan Keisha menjadi terpaku tajam pada Bella. "Kau ingat, kan? Wajah ayah itu pasaran, bahkan aku tahu kok matamu bermasalah."

Bella benar-benar syok dengan jawaban adiknya. Lagi mengungkit mata minus, nih?

Padahal Selain melihat kejadiannya dengan kedua mata telanjang, Bella juga punya bukti berupa foto. Dia pun sudah menunjukkannya.

Bahkan jauh sebelum perceraian ini resmi. Jadi, yang bodoh siapa, dong?! Apa lensa kamera ponsel ini sama buruknya dengan mataku?! Aneh-aneh aja, Keisha, isi suara benak Bella yang kegeraman.

Bella buru-buru menyalakan ponsel bersama tangan yang sudah geregetan.

Kemudian ia menunjukkan sebuah foto, yang di sana mempertontonkan wajah ayahnya yang bersua dengan tante-tante banyak gaya—sekali lagi.

Selepas memperlihatkan jepretan tersebut, Bella menjadi penasaran, bagaimana cara Keisha menentang bukti yang kasatmata ini.

"Kurang jelas? Apa ini kurang jelas, Keisha?!" bentak Bella, menyadarkan adiknya yang sedari tadi bergeming melihat gambar itu.

Semestinya usaha Bella yang berpihak pada Ibu ini hampir mencapai titik keberhasilan.

Bella segera melanjutkan, siapa tahu dapat membuka sedikit hati adiknya agar mau tinggal bersama Ibu saja. "Tahi lalat kecil di bawah mata, bahkan jerawat yang sampai sekarang masih bisa kau lihat ada di sana.... Apa ada yang berbeda dari Ayah?"

Lalu kedua saudari tersebut saling bertemu pandang, mereka sama-sama berlinang air mata.

Keisha mengalihkan pandangan seraya menyugar kasar rambutnya seakan berkata, iya, iya! Aku tahu itu!!

Lantas apa celotehan Bella ini berguna?

Lihat selengkapnya