SASAR

ALDEVOUT
Chapter #3

Tulah (3)


3


Kedamaian hati dan pikiran langsung hancur setelah mendengar seseorang yang memukul benda semacam besi. Seketika alur cerita mimpi Bella dikacaukan oleh suara bising itu.

Padahal fajar masih belum terlihat, tetapi ada saja manusia yang bekerja, apalagi yang dikerjakannya mengganggu orang yang sedang tidur.

Tengtengtengtengteng. Bunyi yang menjengkelkan bagi sebagian orang. Tidak, pasti semua orang terganggu, karena Bella juga terganggu.

"Berisik...." gumam Bella padahal matanya tertutup, masih terkampai.

Beberapa jam yang lalu gadis ini berusaha tidur, Bella adalah anak yang membutuhkan istirahat yang cukup setelah menghabiskan sebagian penuh waktunya untuk menangis.

Ting-tong, ting-tong, ting-tong.

Lho, lho, lho! Kenapa jadi suara bel rumah? Siapa yang mau berkunjung sepagi ini?! Aku mau tidur nih! Aku yakin banget kalau baru aja tidur tadi.

Bella mengerutkan dahi dan bergerak menggeleng-gelengkan kepala tetapi terbata-bata seperti robot seolah sedang menghindari suara bising itu.

Apa bibi masih tertidur? Kenapa Bibi diam saja mendengar bel rumah itu? Bukankah tujuan Bibi ke rumah untuk merawat Bella? Apa jangan-jangan Bibi masih berpikir tetap menjadi seorang tamu bukannya pengganti Ibu Bella? Kalau begitu... beliau merasa suara mengganggu itu bukan urusannya?

Tak lama kemudian, suara berdentang dan bel rumah bercampur aduk dalam pendengaran Bella.

Beberapa butir keringat mulai terjun lewat sela-sela rambutnya, sebagian sarung bantal yang tertimpa kepala jadi basah. Kondisi wajah Bella makin mengernyit, sudah tak tahan.

Tingtingtingting, tongtongtongtong, tengtengtengteng–

Bunyi semakin bergema, bergema, dan terus bergema. Suara ketukan besi disebelah telinga kiri dan suara bel rumah disebelah telinga kanan, bunyi tersebut silih berganti.

Sampai-sampai membuat Bella ingin mengumpat selantang mungkin, kenapa semakin keras, sih?!

Gadis ini memutuskan bangkit dari tidurnya. "Aaaargh! Setop!!" jeritnya cukup kencang sampai-sampai telinga ini berganti dengan dengungan panjang.

Ia terbangun di ruangan yang sangat terang, bukan berada di dalam kamarnya lagi, bukan di atas kasur empuknya lagi. Lho, aku kok di kamar mandi? aku kok di sini? Apa dari tadi aku tidur sama guyuran air?

Diam membisu. Bukan melamun, melainkan syok.

Bella mengarahkan telapak tangan tepat pada wajahnya, ia membuka jemari dan memicingkan matanya, terlihatlah kerutan di ujung jari yang dikenal menandakan bahwa orang tersebut telah berlama-lama dengan air.

Tak hanya itu, tanpa sadar giginya bergemeletuk.

"Argh!" Bella meraih botol sampo yang di letakkan di samping, penuh emosi. Tangannya telah bersiap membanting sampo ke lantai, "IH–" Namun kemudian berhenti seketika.

"Bella! Cepatlah!" panggil Bibi seraya mengenakksn tas tenteng.

Beliau berhasil menghentikan aksi Bella yang jika terlambat sedetik akan menimbulkan suara yang kencang berkali-kali, tidak sampo saja yang akan dibanting, namun semua benda yang ada di dalam bilik mandi ini.

Bella mendesah kesal dan langsung mengingat sesuatu. Oh iya!! Aku bakal terlambat ke sekolah, ini hari pertama sekolah.

Tunggu, aku tadi sudah memakai sampo nggak, ya? Hm, apa sudah semuanya? Anggap saja sudah, nanti kalau masih bau tinggal pakai parfum. Oke, begitu saja.

Setelah menyusun rencana, Bella segera mengusap seluruh badannya menggunakan handuk.

Lalu ia selimuti handuk tersebut dari dadanya. Tangannya mengambil handuk yang masih terlipat rapi—yang baru ini khusus untuk bagian rambutnya.

Bagian terberat saat sesudah mandi ialah mengeringkan rambut, ia tak punya pengering rambut, jadi hanya bergantung pada ketelatenannya saat menyeka rambut yang basah—tentu saja memakan waktu yang lama—untung saja panjang rambutnya cuma sebahu.

Merasa semua cukup kering, Bella membebat handuk baru yang telah setengah basah pada kepalanya. Kemudian dengan segera melangkah keluar.

Baru saja membuka pintu dan mengambil langkah pertama, ia dalam keadaan berjalan dengan langkah cepat ditambah sudah berseragam sekolah rapi juga memanggul tas.

Lho? Duh, kenapa lagi?

Bella tetap menapak pergi, hati memang kebingungan, tapi karena Bibinya juga sudah berada di dalam mobil—tinggal menginjak gas pergi—Bella tetap berjalan menuju ke dalam mobil.

Tasnya ringan sekali, aku takut kalau nanti nggak bawa buku dengan lengkap, ia membantin penuh keraguan.

Ia ogah-ogahan seperti di dalam mimpi, dimana dirinya berjalan ke sana kemari, di sekolah, dalam keadaan telanjang bulat yang padahal seharusnya sudah memakai seragam. Argh! Jangan sampai begitu.

Lihat selengkapnya