SASAR

ALDEVOUT
Chapter #4

Tulah (4)


4


Kian bertambah keras tetapi berangsur menghilang. Pandangan yang jatuh ke dalam jurang gelap gulita langsung disinari cahaya lewat jendela di sampingnya.

Mendesah panjang dan mendesah panjang lagi, perlahan hidupnya jadi tak jelas.

Bella baru saja diberikan kekuatan istimewa, yaitu tidur di dalam mobil. Sepanjang ingatannya, tidur dalam keadaan duduk tidak akan pernah menciptakan kantuk yang luar biasa. Tubuhnya ternyata sangat lelah.

Bella pun menatap pandangan keluar. Waah!

Sekolah Bella ternyata sekolahan mewah. Sekarang jadi empat tingkat, dan sekarang jadi ada banyak macam-macam lapangan olahraga.

Kenapa jadi bertingkat? Lapangannya juga jadi banyak? Ya Tuhan! Ini sesuai keinginanku, ini 10 kali lipat lebih bagus dari sekolah lamaku.

Ia beratanya-tanya, apakah sekolah KSM dibangun di lingkungan hidup yang mewah?

Gadis ini kemudian mengedarkan pandangan. Syukurlah...

Daerahnya sangat menenangkan, sepi, pepohonan hijaunya rimbun menghiasi tanah kosong, dan jalan raya pun diaspal.

Hmm, berarti tadi cuma mimpi? Terima kasih Tuhan, ini yang aku inginkan, terima kasih sudah mengabulkannya.

Bella kembali bersyukur. Sekolah yang di dalam mimpi gersang dan panas—saat Bella baru saja turun dari mobil. Namanya juga mimpi, ya kan? Nggak jelas pokoknya.

Bella bisa saja keasyikan duduk tenang memandang lingkungan sekolah KSM di dunia nyata. Baru saja ia menghujat tempat ini, tapi hanya butuh hitungan detik untuk segera menyukainya.

Bella mencium tangan Bibi yang terlihat acuh tak acuh kepada ponakannya. Melihat perilaku yang seperti itu, gadis ini mengartikan bahwa ia juga harus begitu kepadanya, "Nanti jangan jemput aku, ya. Aku nanti jalan kaki saja."

Tidak ada jawaban, tetapi Bella yakin wanita tersebut mengiakan permintaannya.

Memang inilah watak asli Bibi, tak memedulikan orang lain. Mimpi barusan membuatnya nyaris membayangkan Bibi adalah orang yang pintar dalam membuka pembicaraan atau mereka menyebutnya bersosialisasi, padahal ya begini.

Waaah nikmatnya hidup.... Menghirup udara segar, tanpa asap knalpot yang bertumpukan dan nggak ada yang membakar sampah. Segarnya!

Inilah yang disebut hidup bagi Bella, pemikirannua langsung mematenkan kalau para manusia di area sekolah KSM cerdas-cerdas, hanya karena menjaga lingkungan.

Desain bangunannya tegas, tetapi, kalau Bella pikir-pikir lagi, sekolah KSM tak jauh beda dengan sekolah lamanya.

Apa perbedaannya ya? tanya Bella di dalam benaknya.

Bella berjalan dengan bahagia. Baru saja melangkah masuk ke dalam kelas, seorang gadis berponi lucu melambaikan tangan dengan semangat ke arahnya.

Lho, bukannya aku dibenci sama teman-teman, ya? Oh iya, mimpi. Akh, lagi-lagi tertipu.

Gadis berponi itu tersenyum lebar pada Bella.

Tanpa pikir panjang, Bella pun segara membalas dengan senyuman. Lalu mencoba membaca tanda pengenal gadis asing itu dari jauh, ia bernama, oh, Bellance Caera.

Kemudian Bella terbayang anggapan bisa jadi dia punya nama panggilan yang sama dengan dirinya.

Ada kecemasan untuk memanggilnya dengan nama apa—karena anak berponi tadi melambaikan tangan seolah ada hal yang penting untuk dibicarakan—namun, untung saja anak berponi itu langsung sibuk dengan ponselnya.

Sembari mengambil duduk yang berjarak dua bangku menyamping dari anak tadi, Bella lagi-lagi merasa kalau sekolah ini memang terbaik, setiap anak saja mendapatkan masing-masing mejanya—seperti sekolahnya yang lama.

Mejanya pun cukup leluasa. Kalau dia mencuri pemandangan pada tas atau sepatu yang dipakai teman-temannya, terlihat mewah.

Bella berlega hati karena di sini menggunakan pendingin ruangan, senantiasa sejuk.

"Caca...." seseorang memanggil nama Bellance Caera—bisa dilihat dari arah mata pandangannya, ia menyeru pada gadis berponi yang melambaikan tangan dengan semangat kepada Bella tadi.

Oh... ternyata dia namanya Caca, syukurlah, aku kira bakal sama. Hati Bella langsung longgar.

Melihat yang lainnya sibuk menulis dengan serius, membuat ia jadi cemas dan bertanya-tanya apakah pekerjaan rumahnya sudah selesai atau belum.

Apa benar ini sudah berminggu-minggu aku sekolah di sini? Apa karena itu Bibi nggak jawab permintaanku—agar tidak menjemput karena aku akan jalan kaki—artinya sudah berkali-kali aku ngomong ke Bibi, ya?

Terlalu lama berpikir, Bella buru-buru mengecek saja. Pada saat tangannya akan meraih buku di dalam tas, Bella mendengar seseorang memanggil, "Bella...."

Mengira namanya dipanggil, Bella pun menjawab secara spontan, "Iya?"

Lho?

Caca mendadak juga ikut menimpali panggilan tersebut. Bella menoleh ke arah gadis berponi, mereka berdua langsung mematung.

Dengan malu-malu anak yang memanggil tadi segera membenarkan, "Ah, maksudku Caca... hihi." Seraya menunjuk kearah gadis yang memang sudah dituju dari awal.

Lihat selengkapnya