SASAR

ALDEVOUT
Chapter #20

Kicep (5)


5


Jam beker menunjukkan pukul satu pagi. Keisha masih mendengkur di ranjang, ia baru saja membetulkan posisi tidurnya.

Menjadi menghadap ke arah kiri, dimana jendela berada tepat di hadapannya.

Pintu terbuka, sesudahnya ada suara berderap. Tapak kaki siapa itu?

Kemudian sebuah telapak tangan jatuh di pinggang Keisha, mengelus-elus kaus tipis yang dikenakan Keisha. Ia bisa merasakan itu meski masih berada di alam bawah sadar.

Ayah, ah, Aku mau tidur....

Tiba-tiba kaus Keisha diangkat dan mempertontonkan kulit putihnya. Lalu ditarik tanpa ragu sampai seluruh kulit kuning langsat Keisha terlihat.

Keisha merasa tergelitik, dan tiba-tiba saja saat membuka mata, dia sudah dalam keadaan mulut disumbat kain, kedua tangan juga kakinya melebar sesuai tarikan tali yang mengikat ke tiang kaki-kaki ranjang.

Kepalanya dipegang oleh seseorang, ia bahkan tak bisa menoleh karena ketakutan, juga jadi gemetaran, keringat membasahi tubuhnya yang telanjang bulat. Juga seseorang yang berada di belakangnya, pun telanjang bulat.

Keisha dirogol.

Keisha berusaha menjerit selantang mungkin sampai kerongkongannya kering, ludah mengenai kain yang menyumbat mulut, lantas membuat Keisha ingin muntah, ia berulang kali merasa mual.

Keisha memaksakan diri untuk menarik tangan dan kaki yang terikat kencang oleh tali. Orang yang berada di atas punggungnya masih keasyikan.

Air mata mengalir pelan, Keisha kenyerian. Kedua telapak tangannya mengepal sampai seprai ikut berada di genggamannya. Wajah mengernyit karena menahan sakit yang luar biasa itu. Siapa dia? SIAPA DIAA!? Akh! Akh!! Setop!! Aku mohon!! Akh!

Lelaki asing itu mencomot kain disebelahnya lalu menempelkannya lekat-lekat pada wajah Keisha. Aakh! Berangsur gadis ini diserang rasa mengantuk, ia berusaha untuk melawan kantuknya.

Namun tetap saja, semuanya sia-sia, beberapa detik kemudian Keisha tak sadarkan diri. Nafsu si lelaki masih berlasung, mungkin sampai fajar tiba nanti.

×××


Keisha terlonjak bangun. Meski tahu ia berada di kamarnya sendiri, ia tetap mengitarkan pandangan. Ternyata sekarang sudah siang hari. Keisha mengingat-ingat sesuatu sampai membuat matanya berangsur terbuka lebar. Malam tadi, tidak, tepatnya tadi pagi. Iya, tadi pagi. Keisha dilecehkan.

Ada rasa khawatir berlebihan sehingga bola mata menatap kiri, depan dan kanan bergantian, entah untuk apa. Saat ia menoleh ke arah samping, tepatnya meja kayu, ia melihat tumpukkan uang dan kemasan jorok yang pernah dilihatnya sewaktu di dalam kamar Ayahnya.

Keisha cepat-cepat bangkit dari kasur. Selimut digunakannya untuk menutupi badan seakan itu handuk, ternyata dia masih bebas pakaian. Keisha mengambil segala jenis pakaian yang semalam dipakainya.

Pada saat fokus memunguti kaus serta celana, matanya menangkap pemandangan yang membuatnya terjelepok. Brak!

Kedua telapak tangan langsung menangkup mulut. Seprainya bersimbah darah!?

Seketika itu juga perutnya memulas. Keisha menendang-nendang udara. Ia nyaris tak sanggup bicara karena kesakitan. Air mata mengalir perlahan-lahan, namun semakin sakitnya melanda, air mata semakin deras pula.

Kalau matanya terbuka akan membelalak, kalau matanya menutup akan ditutup rapat-rapat. Keisha tak berhenti bernapas lewat mulut dengan berat, sekujur tubuh merinding sampai gemetaran. Keisha sama sekali tidak menjerit-jerit, wajah gadis itu hanya berkerut-kerut.

Ekspresi yang lagi syok itu langsung lenyap setelah terdengar seseorang menumis. Ia tahu yang memasak tentu saja Ayahnya.

Keisha buru-buru bangkit. Melanjutkan perintah otaknya yang beberapa menit lalu tersendat. Ia membutuhkan ponsel. Dia terpaku mencari-cari keberadaan ponsel.

"Oh! Semalam aku pakai buat telepon Tony, ya?" Pikirnya. Lantas ia menaiki kasur, dan masih membuang pandangan dari darah berdiameter 15 di tengah-tengah seprai.

Karena tak lekas menemukan ponsel yang mungkin terselip di balik bantal. Keisha beralih menjadi mengecek di dalam laci meja sebelah kasur. Ia menyingkirkan uang dan barang menjijikkan lainnya dengan gampang, tak peduli berhamburan di lantai.

Secara tidak langsung pil obat juga botol bertuliskan poison menyingkirkan tujuan awalnya dari mencari keberadaan ponsel. "Jangan-jangan, benar, tadi malam aku dibekap dengan obat tidur."

Sejenak keheningan muncul. Keisha dengan pelan-pelan turun dari kasur, berjalan pelan-pelan menuju pintu, memegang gagang pintu dengan gemetaran penuh kegelisahan. Meneguk ludahnya sebelum membuka pintu.

Pintu dibukanya sedikit, jika dilihat dari luar hanya akan nampak satu matanya saja, peluh keringat, dan bibirnya yang bergetar.

Lihat selengkapnya