SASAR

ALDEVOUT
Chapter #21

Kicep (6)


6


Sadar ada yang tidak beres, ternyata seseorang mengejar. Keisha berada dalam keadaan terdesak. Suara berderap sekitar sepuluh langkah di belakang terdengar jelas.

Apa maunya? Aku harus menyelamatkan Bella dulu, nih. Mau apa lagi sih?!

Keisha tak mau menoleh, tak mau melihat wajah orang yang berada di belakang. Ia hanya bisa mengerutkan alis dengan hati penuh kegelisahan.

Setelah keluar dari lingkup kelas rendah kompleks Papan Miring, Keisha berbelok ke kanan, masuk ke jalan utama perumahan. Jalanan memang terus miring (menanjak) tapi tidak akan terasa jika terus berlari.

Keisha tunggang-langgang tanpa sandal, untungnya jalan beraspal yang dilintasinya penuh bayang-bayang pohon lebat.

Wajahnya yang coreng-moreng dengan darah dan lebam, ia tetap melangkah tanpa merasakan nyeri.

Jalanan dari arah pintu gerbang keluar masuk itu terpisah menjadi dua. Masing-masing—bagian keluar maupun masuk—memiliki lebar empat mobil yang dapat dijajarkan bersamaan.

Tengah-tengahnya diberikan tempat untuk pemanis, semacam tanaman atau bunga warna-warni selebar enam meter—tidak untuk tempat nongkrong, jadi hanya untuk mengisi kekosongan jalanan.

Di kota ini, tidak ada yang tidak mengenal dengan perumahan bergengsi ini, perumahan asri, penuh glamor nan harga selangit.

Mustahil mobil keluar-masuk sembarangan, sekalinya terlihat, akan membuat hati iri berkeinginan memilikinya, karena perumahan Papan Miring ini memang diperuntukkan kelas menengah ke atas.

Keberadaan kelas paling rendah dibangun untuk memenuhi keinginan masyarakat yang kepengin ditoleh, disambut, diagung-agungkan karena tinggal di perumahan mewah.

Jika ada mobil yang berhenti di bahu jalan akan diperingatkan—terlebih lagi di jalan utama ini—bahkan satpam tak segan-segan menunggu di depan pengemudi sampai mobilnya berkendara pergi.

Banyak orang berharap tinggal di perumahan yang paling sejuk di kota ini, dikarenakan saking lebatnya pohon yang ditanam di segala tempat tanpa memedulikan besar kecilnya tanah.

Sebab tanaman yang ditanam pasti disesuaikan dengan kondisi tanahnya.

Tak sedikit pula orang dari luar masyarakat ingin berolahraga di jalan utama yang panjang sampai ke puncak bukit.

Sayangnya pihak Papan Miring tidak mengizinkannya, sebab akan mengganggu kenyamanan pemilik rumah, mengganggu ekosistem yang diciptakan—termasuk buang sampah pada tempatnya.

Selain itu, juga menjaga kualitas lingkungan yang sepi, sunyi dan memenangkan.

Kelas perumahan Sari masih jauh, kurang lebih satu setengah kilometer lagi.

Mungkin bisa terbilang aneh karena semakin jauh dari pintu gerbang keluar-masuk dan semakin tinggi tempat berpijaknya bangunan, justru semakin mahal.

Sedikit lagi Keisha akan sampai. Tapi orang dibelakangnya masih mengejar. "Pergilah!" teriak Keisha, kedua mata berbarengan menjatuhkan air mata, "tinggalkan aku!!"

Keberadaan orang asing sungguh mengusik Keisha. Tak tahu orang di belakangnya menjawab pekikan Keisha atau tidak, semua yang ada di sekelilingnya meredam.

Tanpa ada alasan yang jelas.

Perumahan Papan Miring, perumahan yang sering digadang-gadang menjadi kicauan burung teramai pun tak terdengar. Benar-benar jadi budek.

Setiap jarak lima ratus kilometer akan ada gerbang pintu masuk kompleks di kiri dan kanan jalan.

Meskipun masih satu kelas perumahan dengan rumah Keisha, namun harganya lebih mahal karena berada di ketinggian yang berbeda.

Semua tergantung situasi dan kondisi.

Lihat selengkapnya