Ba-bi-bu:
1
"Silakan, bu." Seorang polisi wanita mengarahkan jalan pada Sari. Seminggu yang lalu ia melaporkan sebuah kasus perundungan dengan korbannya Bella.
Sari bahkan sampai menekankan anak-anak penindas itu nyaris membunuh nyawa Bella.
Untuk saat ini Bella terbaring lemah tak bergerak akibat koma. Demi Tuhan, Sari akan membawa kasus yang menimpa anaknya sampai tuntas.
Bukti bahwa ini asli pun sudah ada dari awal. Sejak datangnya kepolisian ke gudang, juga seorang anak yang mengaku teman dekatnya.
Berjalannya kasus selama tiga hari lalu mendadak dihentikan. Yang katanya karena kurangnya bukti.
Hari ini, ketiga orangtua pelaku mengajak bertemu. Sari berpikir, tidak ada yang namanya perdamaian, menurutnya kasus Bella—selain perundungan—ini juga termasuk pembunuhan.
Pintu dibuka oleh polisi wanita itu. Sari masuk dan terlihatlah rupa ketiga orangtua pelaku.
Dan benar dugaan Sari, salah seorang dari mereka berseragam. Berani sekali dia memakai pakaian seperti itu saat kasus dibahas, batin Sari.
Tanpa basa-basi Sari langsung membalikkan badan keluar, tapi seruan para orangtua itu membuat Sari berhenti.
"Tolong, bicara bersama dulu", lalu, "Kumohon kita bicarakan baik-baik", yang jelas penuh omong kosong.
"Nggak ada perdamaian. Anak saya koma karena anak-anak kalian!" Teriak Sari yang buru-buru keluar.
Baru saja setengah jalan, satu orangtua tadi mengejar. "Akan kuberi biaya penuh rumah sakitnya," kata Ayah Beni.
"Polisi lepas tangan gegara kalian begini, tega sekali, ya!" Seluruh kantor jadi diam. Tanpa berlama-lama, Ibu Beni menyusul dan menggandeng Sari kembali masuk ke dalam.
Ruangan ini seperti aula, tapi mini. Jadi Sari akan duduk di atas panggung plonga-plongo mendengar celotehan para orangtua.
Sekarang Sari mendengar orang-orang itu menghina anaknya. Mengatai anak sendiri 'edan', nggak mau mengaca? Dih, aneh, Pikir Sari.
Satu per satu orangtua menjelaskan sambil pura-pura meratap. Sari memasang wajah kecut saat suara saling bermunculan tiba-tiba.
"Kupastikan Bella akan mendapatkan perawatan eksklusif."
"Kupastikan Bella bisa hidup seperti biasanya."
"Kupastikan anakku menyesal kok, bu."
"Jangan khawatir anak saya memang nggak benar."
"Jangan khawatir dia nggak bakal mengganggu anak Anda lagi."
"Jangan khawatir, anak saya bakal baik sama Bella kok, bu."
Keinginan untuk menyumbat mulut para orangtua itu dengan kain pel kotor. Keringat para wanita pria itu sampai berjatuhan seakan atap ruangan ini bocor.
Mereka kompak mengangguk kepada seseorang yang bicara, tangan bergerak untuk ikut menjelaskan panjang lebar, dan desahan lelah terciprat berulang kali.
"Begini saja." Baru saja Sari berucap dua kata, ketiga orangtua lengkap itu memperhatikan dengan sungguh-sungguh. "Anak saya bakal di kasih perawatan, kan?"
"Iya," Dari sebelah kanan. "Benar," Dari sebelah kiri. "Tentu," Dari anggukkan orang di kursi belakang. "Nah," Dari orang yang berbarengan tepuk tangan di belakang.
"Kalau anak saya sukses lepas dari yang namanya koma, mari bicarakan ulang persoalan ini."
Keheningan muncul. Sari tahu kecil kemungkinan orangtua bejat itu menyetujui pendapatnya. Alih-alih menyembuhkan Bella, mendung uangnya buat yang lain.
Di tengah Sari tertawa kecil, Ibu Bapak entah dari orangtua siapa bangkit dari kursi dan setuju.
"Kami setuju," kata mereka bersamaan, di sambung menoleh ke samping, memperhatikan orangtua lainnya yang masih ragu.
"Hanya satu otangtua? Satu keluarga saja? Bagaimana yang lain?" tanya Sari. Dengan tersenyum mengejek Sari berkata, "Tenang, selama perawatan berlangsung, saya nggak bakal mengungkit kasus ini, kok."
Mendadak mereka setuju.
Nasib orangtua bloon ini tergantung pada apa yang Bella katakan nanti jikalau sudah siuman, begitu pikir Sari.
"Baik. Sudah setuju semua." Sari bangkit dari kursinya. "Nomor rekeningnya ada di papan belakang saya, sebentar."
Selaku kepala keluarga itu lekas-lekas membuka gawai dan membuka aplikasi daring untuk mentransfer uangnya.
Suara berdecit muncul akibat goresan spidol pada papan putih. Nomor rekening beserta uang terpampang.