subbab Stori:
1
Gips terpasang di lengan sampai pundak dan hampir menyentuh punggung Caca.
"Kau tak apa?" tanya Keisha.
Barulah Caca meneteskan air mata. Keduanya duduk di depan ranjang yang di atasnya terdapat John, yang koma.
"Tak apa." Keisha agak ragu dan canggung untuk menempelkan sebuah elusan pada tangan Caca. Untungnya berhasil, dan Caca menerima tindakan Keisha.
"Seharusnya aku tak melakukan itu," rengek Caca. Keisha sampai memalingkan wajah dari raut muka Caca yang menangis. Tapi sayang, Keisha gagal menyembunyikan rasa empatinya di depan saudarinya.
Pintu di buka, Lita datang menjenguk. Tangannya penuh dengan buah. Caca tetap tak memindahkan pandangan dari wajah Papanya yang terpasang masker oksigen.
"Ke, kenapa?! Padahal aku cuma menusuknya tidak sampai lima sentimeter! Sungguh!" ratap Caca dan memberikan muka kacaunya. "Aku nggak bo, bo, bohong...."
Tangisan yang pecah menghambat Caca untuk berucap sesuatu. Selain itu, John berada di kamar yang lebih murah ketimbang Caca waktu itu, standar pelayanannya tentu tidak sebanding dengan Caca di ruang VIP.
Keisha bingung harus bertindak apa, ini pertama kalinya ia harus menjadi kakak. Apa harus memeluknya? tanya dalam benak Keisha.
Sebelum tindakan yang dipikir Keisha terealisasikan, Caca ternyata lebih dulu memeluk Keisha.
Lita yang berada di sana membalikkan badan, ikut menangis, padahal orang yang sedang sekarat adalah musuhnya.
Ini yang namanya pelukan? Batin Keisha. Hangatnya....
Menengok sekali lagi keadaan yang terjadi, Lita memutuskan keluar dari ruangan. Kedatangannya di sini jadi tak berguna. Dia datang hanya untuk memberikan camilan agar Caca mengenyangkan perutnya dengan (setidaknya) buah favorit Caca sendiri.
"Maaf," lirih Keisha. "Aku kebelet." Caca mengangguk. Pada saat Keisah bangkit, Caca ternyata ikut bangkit. "Oh? Kamu juga ikut?" tanya Keisha.
"Iya." Dalam kemurungan yang dalam, suasana hati Caca sangat muram.
Pintu ruangan dibuka oleh Keisha, dan Caca mengikuti dari belakang. Baru saja menapak sekitar tujuh langkah, Caca mendengar pintu ruangan Papanya terbuka, tapi saat menengok tak ada sesuatu yang bisa dicurigakan.
Ting! Suara lift yang menutup bersuara cukup nyaring. Melihat punggung Keisha mulai jauh, Caca berjalan lebih cepat.
Ketika melaju cepat, tanpa Sadar Caca melewati Lita yang baru saja melangkah masuk ke dalam lift.
×××
Lift yang ditumpangi Lita sepi, hanya dia seorang. Pintu tertutup, pantulan sempurna seperti tubuhnya ada di sana.
Imajinasi mendadak memunculkan keberadaan Eisha, Mamanya Caca itu berada di belakang Lita.
Tetapi, setelah menoleh untuk memastikan, tak ada siapapun, yang ada malah lagi-lagi melihat pantulan dirinya sendiri yang bercucuran air mata.
Wanita, seorang Ibu, seorang istri, dan seseorang yang Lita menganggap sosoknya sebagai kakak.
×××
Lita dilarikan ke rumah sakit akibat asma kambuh lebih parah dari biasanya, Lita ditempatkan di kamar yang satu ruangan bisa berjumlah empat pasien.