Radu:
1
Pemakaman John telah selesai. Pelayat mulai berhamburan ke tepi-tepi kuburan. Sedangkan Caca, Keisha, juga Lita masih di dekat makam John, yang di mana sebelah kanan tempat peristirahatan terakhir John adalah makam Eisha.
Meski pikiran tahu kalau dua orangtua yang ditangisi bukan orangtua asli, Caca tetap menyesal melakukan hal kejinya.
Pakaian warna hitam mendominasi kuburan, tepatnya di sisi tepi karena semua sudah menepi. Karangan bunga mulai berdatangan, ucapan belasungkawa muncul terus menerus.
"Padahal aku nggak membunuhnya sampai mati! Aku nggak menikam berkali-kali! Sumpa, aaaah!" geram Caca. Dia memukuk kepalanya. Wajahnya mengerut karena pecahnya emosi yang tinggi.
"Siapa, siapa yang ngomong kalau Papa sendiri yang memerintahkan buat polisi nggak memenjarakan aku?!" ujar Caca memukul-mukul tanah.
Keisha bingung, tak tahu harus berkata apa. Dia juga baru saja kehilangan seorang yang mencintainya dalam diam. Tapi jika ia membandingkan diri sendiri dengan orang lain di saat seperti ini, yang ada malah menyakiti perasaan Caca.
Yang Keisha lakukan ialah mengelus punggung Caca sambil ikut menangis.
Hampir satu setengah jam berjongkok sampai kesemutan, akhirnya mereka bertiga memilih bangkit pergi. Lita juga berdiri, tapi berbeda arah dengan Caca dan Keisha. Lita berniat menghampiri makam Eisha.
Lita menyentuh rumput lembut makam Eisha, "Maaf, maafkan aku, aku–" Terlintas sesuatu. Segera Lita pergi mengikuti dua gadis tadi.
Semestinya sudah berakhir, tapi tekad dan semangat Lita masih belum padam. Ia teringat hasil forensik yang terabaikan dalam mobilnya. Jawabannya ada di sana. Semuanya harus terjawab.
Karena langkah Keisha dan Caca lambat, Lita menyalip mereka dan buru-buru ke mobilnya yang terparkir di luar area kuburan.
Suara obrolan dengan nada datar, rendah dan tak semangat dapat di dengar Lita. Mobil-mobil klasik bahkan berjajar rapi, dulu John bergabung dalam perkumpulan penyuka mobil lawas.
Pepohonan di kuburan dihiasi pohon pada umumnya, pohon yang menumbuhkan bunga kamboja. Di sisi lain, ada juga pohon biasa yang lebih rindang.
Gerbang penghalang boom keluar masuk yang terbuat dari kayu agak rapuh dibuka lebar-lebar, dan di sanalah deretan karangan bunga berdiri.
Lita berbelok. Mobil putih mencolok mengkilap terlihat. Tanpa susah-susah menggenggam kunci mobil untuk membuka pintu, kunci mobil Lita hanya perlu dikantongi saja, nantinya otomatis bisa mendeteksi si pemilik.
Melihat ke sekeliling tak ada yang mencurigakan, Lita membuka pintu bagian kursi samping pengemudi. Sebab ia menyimpan barang itu pada laci dasbornya.
Tampaklah map cokelat muda dan buku diary.
Enam kertas beserta bukti-bukti yang ditemukan. Uang puluhan juta dikeluarkan untuk mendapatkan jawaban yang maksimal. Selain itu, Lita juga mondar-mandir menuruti tim forensik memerintahkan untuk mencari ini itu, contohnya sidik jari, rambut dan semacamnya.
Pertama, bukti berupa rambut. Ada belasan helaian rambut yang panjang dan pendek sekitar lima sentimeter sampai dua puluh lima sentimeter.
Dalam suratnya tercatat bahwa diantara belasan rambut yang ditemukan dalam buku diary, sebelas rambutnya memiliki DNA yang sama, diketahui kalau sebelas rambut tersebut adalah milik Eisha.
Sisanya tidak ada kesamaan.
Berpindah ke lembar kedua, tertulis bahwa rambut yang sebelumnya tak terdeteksi ternyata adalah milik Lita. Bukti disimpan sama seperti milik Eisha, dimasukkan ke dalam kantong plastik.
Kecocokan DNA rambut Lita langsung diakhiri begitu saja.
Lembaran ketiga nyatanya masih menyinggung soal Lita, bukti dalam kantung plastik menampilkan foto-foto yang di sana terdapat beberapa sidik jari Lita.
Agak kesal, Lita tanpa basa-basi langsung berganti ke lembar keempat. "Kenapa pakai beda kertas, sih?"
Kertas keempat mempunyai benda bukti berupa foto, yaitu sidik jemari milik Mbak Sri. Tanpa lama Lita yang sudah gemas lagi-lagi berganti ke lembar kelima.
Kertas kelima tertulis laporan milik Pak Sofiru. Mimik wajah Lita menggambarkan api semangat yang berkobar, kenapa aku tidak mengeceknya dari awal? pikir Lita.
Bukti yang ada di dalam kantung plastik membuat Lita bertanya-tanya benda apa itu. Segera oa mengecek lembarannya. Tak disangka-sangka, terdapat ketombe yang membawa DNA cocok dengan Pak Sofiru.
"Ketombe?!" gumam Lita. "Benar juga. Ketombe itu kulit mati ya? Terus kulit matinya membawa DNA. Waaah, gila, mantap."
Sewaktu tangan mengganti ke kertas keenam, Lita berkata, "Pertanda, sudah jelas, pasti–"
Kertas keenam membuat Lita kicep, lembaran yang ini memberikan bukti berupa kuku. Tercatat bahwa kuku yang panjangnya tidak sampai satu senti begitu juga lebarnya membawa DNA John.