SASAR

ALDEVOUT
Chapter #38

Stori (1)

Stori:

1


Mobil putih dan sepeda motor terparkir di depan rumah Jajar genjang. Saat si pengemudi keluar, terliharlah Lita keluar dari mobil.

Pakaian gaun hitam, tidak berlebihan dan kalau kedua tangannya diangkat, ketiak tanpa bulu akan terlihat.

Gaun ini tidak membuat susah berjalan karena pendek. Kalau dari dekat, semua orang dapat melihat kalau pakaian tersebut dipotong oleh orang yang tidak profesional, sebab Lita sendiri yang memotongnya.

"Mbak Sri!" teriak Lita. Gagang pintu rumah tak dikunci. Saat masuk, terlihatlah plastik tebal menutupi perabotan yang ada. Dari sofa samapai dapur.

Kaki yang berkelotak berhenti setelah Mbak Sri ada di hadapan Lita. Saat saling menatap, keduanya memberikan anggukkan.

Tanpa berlama-lama, Mbak Sri menuntun Lita menuju area kamar pembantu.

Lita menapak masuk ke kamar Mbak Sri. "Buku itu memang sengaja tidak diperbolehkan dibawa ke mana-mana, Mbak Eisha sendiri yang berkata seperti itu."

Mendengar keterangan Mbak Sri, Lita memegang buku diary yang asli. "Seharusnya Mbak Sri nggak apalah memberikan ke John. Kasihan kemarin kuberi yang palsu."

"Palsu?" ulang Mbak Sri. "Memangnya siapa yang membuat palsu itu?"

"Saya juga nggak tahu, itu datang-datang sendiri ke rumah saya, tanpa ada alamatnya."

Setidaknya Lita berharap pada buku ini membawa sebuah jawaban.

"Eh? Kenapa kok ada pembatas tali?" tanya Lita. Ia membuka halaman vuku sesuai pembatas tersebut.

"Kata Mbak Eisha, sih, Halaman yang itu boleh dibaca oleh siapa saja." Lita mengangguk paham. Lalu Mbak Sri menambahkan, "Sebenarnya ini hanya Caca yang boleh membukanya."

"Oh, iya?" Seketika diam. Lita bertanya, "Apa mbak tahu Eisha itu punya penyakit asma?" pertanyaan langsung dijawab dengan gelengan kepala. "Bagaimana kalau yang ini, apa mbak tahu kalau Caca itu anak angkat?"

"Anak angkat?!" respons Mbak Sri. Dirasa sudah membuang waktu, Lita mulai membaca bukunya.


Isi Buku


Sejak kapan John menjadi seperti ini? Jawabanku, tak tahu.

Bulan ini, tepatnya November, aku diterjang sebuah kebenaran. Kebenaran yang sampai sekarang belum aku terima.

Dengan gampangnya John berkata Caca adalah anak angkat. Sebenarnya bukan hari ini dia mengungkapkan itu, tapi seminggu yang lalu.

Tangan ini tak bisa menerjemahkan apa yang sebenarnya hatiku ingin utarakan kepada entah siapa.

Aku tak mengharapkan masa depan lebih baik. Karena tak kunjung terwujud. Memang menjadi kaya, tapi kekayaan tak bisa kurasakan sebagaimana semestinya.

Dengan menguatkan hati, tadi pagi aku memeriksa DNA aku dan anakku. Hasilnya sesuai apa yang John katakan.

Hai masa laluku, tepatnya masa remajaku, seandainya masa lalu sungguh-sungguh dapat di jelajahi, kuharap aku takkan menikahi John.

"Aku memberikanmu anak angkat karena kau sudah keguguran berkali-kali."

Kalimat yang keluar membuatmu semakin frustasi. Katanya, salah satu faktor wanita keguguran adalah stress.

Pria itu tahu apa soal diriku? Pria itu tahu apa soal hatiku? Pernikahan ternyata basi.

Ketika lelah, bukan suami yang ada di samping, tapi pembantu. Ketika sedang kambuh, yang repot bukan main malah pembantu. Ketika menangis yang membantu ya pembantu.

Alasan payah bukan, sih, kalau keguguran dibuat patokan kalau harus mengadopsi anak?

Kalau aku tak tes DNA, tak tanya tentang semacam itu, mungkin aku mengira John membawa anak haramnya.

Belum tenang tapi harus tenang. Aku memberikan permintaan kepada Lita, aku mohon untuk menyampaikan hal-hal yang Caca lakukan saat remaja nanti.

Kuharap benar-benar dilakukannya.

Bagaimana perasaan seseorang sebagai korban? Dia memang selalu menggunakan tubuhku selayaknya seorang suami istri.

Tapi yang kumaksud menggunakan tubuh adalah menganiaya. Dia melampiaskan segala sesuatu urusan yang dianggapnya beban.

Menyakitkan? Tentu. Meski itu anak angkat, aku juga tak rela kalau sampai Caca diperlukan sama seperti aku.

Permasalahanku lainnya adalah, ada orang yang menyeramkan di bawah kasurku. Ada orang yang menyeramkan tidur di sampingku. Tak tahu siapa, tapi aku sangat yakin keberadaannya.

Bukan hantu, sungguhan.

Aku tak mau menulis ciri-ciri secara spesifik karena dia juga membaca diary-ku di tengah malam. Aku tahu itu.

Dia penyuka motor. Dia tinggi. Dia menyeramkan. Dia yang akan membunuhku.

Lihat selengkapnya