“Pak Andre, dia mengikuti, jaraknya sekitar 200 meter,”
Andre menghadap ke arah belakang mobilnya, menembus kaca yang gelap itu. Ketika mobilnya berbelok, dia bisa melihat mobil Eren dengan kecepatan tinggi mencoba mendekat.
“Rupanya dia tahu kalau aku mau ke Singapura? Dia cukup pintar ternyata,” senyum Andre mengembang licik. “Kau sudah melakukan permintaanku, kan? Masuk ke tol dalam kota, ambil kecepatan tinggi dan biarkan dia mengikuti kita sampai remnya tidak berfungsi lalu kehilangan kendali. Kelabui dengan kemampuanmu,”
Sang sopir langsung mengubah arahnya dengan cepat saat mendengar perintah Andre. Perubahan arah itu begitu mengejutkan Eren yang ada di belakang mereka, apalagi Eren melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, sehingga dia harus berbelok di jalur depan. Eren menggerutu pelan karena jarak kendaraan mereka akan sedikit menjauh.
Suara ponsel Eren kembali berbunyi, ada nama Bono di layar dashboard mobil yang memanggil.
“Dewi sudah membawa Tiara ke rumah sakit. Dan juga, tidak ada orang lain di rumah ini. Tapi Ren, aku dan Charles menemukan jejak darah di bagian basement yang terhubung ke parkiran kendaraan. Sepertinya hanya unit Andre yang memiliki lorong penghubung ini, aku sudah meminta Gunawan memanggil bagian forensik,”
Eren diam, konsentrasinya sedikit terpecah karena air hujan mulai turun dengan cukup deras.
“Kalian tahu kan, kalau ini bisa membuat kalian dapat hukuman?” tanya Eren pelan dengan mata tajam ke depan, kini mobil Andre sudah tak terlihat.
Bono terdengar melepas tawa kecilnya. “Charles bilang, kita mungkin bisa jadi detektif swasta kalau dipecat,”
Eren tersenyum. Sepertinya ini kali pertama dia merasa sedikit lega setelah beberapa jam yang menegangkan.
“Hati-hati, Ren. Aku punya firasat buruk soal ini,” ujar Bono pelan sebelum akhirnya sambungan telepon mereka berakhir.
Eren terus mengamati sekeliling, mencoba melakukan perhitungan kecepatan kendaraan dan jarak tempuh dalam pikirannya. Sambil terus melajukan mobilnya, dia membuat berbagai kemungkinan kalau sebetulnya kendaraan Andre tidak terlalu jauh karena mereka ada di tol dalam kota. Gerbang keluar masih cukup jauh dan tidak ada rest area.
Brengsek! Ke mana dia pergi?
Eren terus menggerutu dalam hati. Baru kali ini dia kehilangan targetnya dengan begitu memalukan, padahal sedari tadi membuntuti di belakang. Apakah karena logikanya terkikis lantaran korban adalah adik kandungnya? Karena sudah jadi rahasia umum kalau anggota polisi tidak boleh mengusut sebuah kasus yang melibatkan sanak keluarga, lantaran bisa merusak obyektifitas. Eren berusaha menenangkan dirinya, apalagi hujan semakin turun dengan begitu deras bahkan petir ikut menyambar.
Eren melirik jam digital di dashboard mobilnya yang kini menunjukkan pukul 00.40 WIB. Dia bahkan tidak sadar kalau hari telah berganti. Di benaknya cuma berputar kondisi terakhir Tiara yang begitu mengenaskan. Dadanya terasa sesak menahan marah. Dia tak sanggup membayangkan apa yang telah dialami Tiara beberapa jam terakhir. Berbagai kondisi berputar di kepalanya.
Andai dia mengantarkan Tiara semalam.
Andai dia turun dari balkon dan melihat kalau si penjemput itu adalah Andre.
Andai dia lebih jeli mencari informasi mengenai siapa yang kini dekat dengan Andre.
Andai dia menemui Luna terlebih dulu, maka bisa saja semua ini tak akan terjadi.
Eren memukul kemudinya dengan kesal, di luar hujan masih turun dengan sangat deras sehingga jarak pandang jadi makin terhalang sedangkan dia sepertinya sudah kehilangan jejak Andre. Ini jelas bukan akhir yang dia inginkan karena Andre berhasil lolos. Mungkin ini adalah kali pertama baginya, gagal menangkap sang target.
CLAPP!! JDARRRRRRRRRRRRR!
Tampak cahaya cetir menyambar begitu terang, membelah langit malam kota Jakarta diikuti dengan suara gemuruh yang begitu menggelegar. Sebagai seorang sarjana Fisika, Eren lebih dari tahu kenapa kilatan cahaya muncul terlebih dulu daripada suara gemuruh karena cahaya bisa mencapai kecepatan 300 juta meter per detik, sedangkan suara hanya merambat sekitar 340 meter per detik. Eren ingat bagaimana dia memberitahu Tiara soal ini, karena adiknya itu selalu datang padanya saat hujan badai lantaran ketakutan.
Eren menghela napas panjang, ini bukan saatnya menyerah dan merutuki nasib. Dia harus lebih fokus untuk sebisa mungkin menemukan keberadaan Andre, dan kalau perlu menghajarnya setengah mati.
Mengencangkan genggaman tangannya di bagian kemudi mobil, Eren lalu menginjak pedal gas sebelum kemudian dia melihat sekelebat sosok berlari tepat di depannya.
CKITTTTTTTTTTTTTTTTTT!
DIIN DIIINNNNN!
BRUAKKKK!!! CKITTTTTTTTTTTTT!
Eren berusaha menginjak pedal rem, tapi ada yang aneh dengan kendaraannya karena rem pedal rem itu tidak berfungsi. Dalam sekian detik yang sangat kacau, dia masih ingat betul kalau mobilnya tak pernah terlambat dibawa ke bengkel, sehingga dia sangat tahu kalau kondisi mobilnya selalu yang terbaik.
Namun kali ini, mobilnya itu melaju tanpa henti, tak berdaya di jalanan yang begitu licin dan tak mampu menghindari sosok yang berlari di bawah hujan. Sosok itu kemudian tertabrak dan terlempar begitu saja. Sedangkan mobil Eren terpelanting dan menabrak pembatas beton tol, diiringi suara yang begitu memekakkan telinga di lajur tol yang sangat sepi.
Beruntung airbag kemudian keluar dan meredam hantaman tubuh Eren dengan bagian kemudi, meskipun dahi sebelah kanannya sempat menghantam jendela yang membuat Eren tak sadarkan diri. Klakson mobilnya kemudian meraung karena tubuh Eren terjatuh tepat di atas stir kemudi.
Sekitar sepuluh meter dari posisi mobilnya berada, sosok yang tadi tidak sengaja tertabrak itu tampak bergerak dan berusaha bangkit. Hantaman dari mobil Eren sepertinya hanya mengenai bagian kakinya, meskipun dia terpelanting ke udara dan mendarat begitu keras di aspal yang membuat kepalanya mengucurkan darah. Sosok itu berusaha mengangkat tangannya ke arah mobil Eren yang masih meraung, mencoba mencari pertolongan untuk nyawanya yang seolah siap berpisah.
Sayang, mobil SUV hitam yang berhenti di belakang mobil Eren bukanlah sesuatu yang dia harapkan. Terutama saat orang-orang berpakaian gelap dari mobil itu keluar dan membawa tubuhnya yang tak berdaya pergi.
***
“Apa dia masih hidup? Kenapa dia tidak juga sadar? Ini sudah hari ketiga,”
“Tenang saja, orang seperti dia ini susah untuk meninggal,”
“Bayangkan saja kepalamu disayat, lalu tengkorakmu dibelah dan kemudian darah yang menggumpal di otakmu dibedah. Apa kau bisa siuman dengan cepat?”
“Kau tak perlu menjelaskan itu, aku mulai mual,”
Eren bisa mendengar perbincangan keempat orang yang sangat dia kenali itu. Entah sejak kapan mereka berempat berada begitu dekat dengannya, karena yang Eren tahu dia merasa matanya begitu berat untuk dibuka. Hingga akhirnya secara perlahan, Eren mulai membuka matanya. Cahaya tampakk begitu terang di atasnya, disertai aroma khas yang membuatnya tahu kalau dia tengah ada di rumah sakit.
Seperti yang sudah dia pikirkan, ada Bono, Dewi, Charles, dan Gunawan di dekatnya yang semuanya terlihat memandangnya begitu khawatir. Setelah pandangannya berangsur kembali normal, Eren tahu kalau dia tengah terbaring di atas ranjang, di salah satu ruang VIP RS Mayapada Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
“Eren, kau tidak apa-apa?”
“Kubilang apa? Dia ini susah untuk meninggal. Dan kau coba mundur sedikit, Dew. Kau membuatny tidak bisa bernapas...”
Dewi tampak tidak mendengarkan ujaran Bono karena dia tidak bergerak dari sisi kanan Eren. Dia bahkan membantu Eren untuk duduk. Matanya terlihat cukup sembab, bukti bahwa dia beberapa hari ini terus menangis. Eren mencoba menegakkan posisi tubuhnya tapi rasa pusing tiba-tiba menjalar di kepalanya sampai membuatnya sedikit terhuyung di ranjang, sebelum akhirnya Bono menangkap tubuhnya.
“Tampaknya kecelakan tiga hari lalu membuatmu cukup buruk, ya?”
“Tiga hari?” tanya Eren kaget sambil menatap Bono, tak percaya kalau dia tidak sadar selama itu.
“Korlantas yang menemukanmu dalam kondisi pingsan, kepala terluka, dan mobil bagian depanmu yang ringsek. Saat tiba di rumah sakit, kau cukup kritis karena gegar otak. Operasimu lancar, tapi memang dokter bilang kau baru siuman dua sampai tiga hari. Untung saja kau sudah sadar sekarang,” jelas Dewi sambil menatap Eren puas.
“Aku sudah membawa mobil bang Eren ke bengkel, mungkin minggu depan selesai. Untung saja hanya kecelakaan tunggal, tapi memang kau melaju saat hujan bad,”
“Kecelakaan tunggal?” Eren menatap Charles tajam.
Charles mengangguk.
Eren menggeleng. “Aku ingat menabrak sesuatu sebelum mobilku terpelanting,”
Keempat rekannya saling tatap bingung.
Eren tampak berusaha mengingat sesuatu meskipun kepalanya masih begitu pusing. “Iya, aku yakin. Itu bukan kecelakaan tunggal, aku menabrak seseorang, atau sesuatu yang kemudian terlempar,”
“Ren, tidak ada yang kau tabrak,” Bono menatap Eren serius, dia melirik ketiga rekannya yang lain yang tampak bingung.
Eren menggeleng lagi dan lebih keras. “Aku yakin, Bon. Ada sesuatu yang berlari kencang ke depanku. Itu membuat aku kehilangan kendali dan kemudian ak,-“
Sesuatu menyadarkan Eren dan membuat kalimatnya terputus.
“Kemudian? Kemudian apa Bang?” Gunawan tampak cemas.
“Charles, kau yang membawa mobilku ke bengkel, kan? Coba periksa kabel sambungan rem. Aku merasa ada yang tidak beres dengan mobilku saat itu. Sepertinya remku perlahan tidak berfungsi,”
“Apa maksudmu?” giliran Dewi yang kaget sampai berdiri dan menatap Eren tajam.
Aku yakin kalau Andre pasti terlibat dalam kecelakaan itu. Dan, kenapa kecelakaan tunggal? Aku sangat ingat kalau ada seseorang yang kutabrak...
Eren diam cukup lama sambil melamun, berusaha mengingat apa yang terjadi malam itu. Dia bahkan sampai tidak mendengar kalau Dewi memanggilnya. Hingga akhirnya Bono menggoyangkan bahunya, Eren kembali ke kesadarannya.
“Kalian coba lihat semua rekaman CCTV di sekitar jam kejadian. Aku benar-benar yakin kalau aku menabrak seseorang malam itu. Dari posisinya terpelanting, seharusnya orang yang kutabrak tidak bisa beranjak dari lokasi kejadian. Pasti ada yang aneh,” jelas Eren tegas sambil menatap keempat rekannya.
“Ren... tidak ada siapa-siapa. Korlantas hanya menemukanmu di lokasi, Hanya kau sendiri,” lanjut Bono sedikit frustasi.
Eren diam, tidak peduli. Dia bahkan meminta Dewi untuk mengambilkannya segelas air putih untuk diminum.