“Jadi bang Eren, sudah ketemu sama Luna?” tanya Tiara di atas kursi roda. Pagi ini Eren menemaninya berkeliling Menjiwa Health Care, salah satu pusat rehabilitasi mental termewah di Jabodetabek. Sejak tiga hari yang lalu, psikiater di rumah sakit sebelumnya menyarankan Tiara untuk dipindah di tempat khusus penanganan masalah kejiwaan, supaya depresinya berkurang.
Lantaran pusat rehabilitasi mental, rumah sakit ini memang tampil lebih elegan daripada rumah sakit pada umumnya yang begitu ramai. Mereka yang dirawat di sini masing-masing memiliki dua perawat pribadi yang akan senantiasa menemani ketika keluarga tidak datang berkunjung. Fasilitas inilah yang membuat Eren setuju memindahkan Tiara, karena dirinya memang dalam beberapa hari terakhir sering berkunjung ke Depok demi bertemu dengan Luna.
Berada di kawasan pribadi yang relatif jauh dari pusat keramaian, Menjiwa Health Care terletak di sebuah tebing dengan pemandangan samudera lepas di bawahnya. Tiara sangat suka menikmati pemandangan saat matahari terbenam sambil melamun, membuatnya benar-benar merasa damai. Meskipun bagi Eren, dirinya sempat mengalami kesulitan berada di taman rumah sakit pada awalnya, karena dia melihat tiga sosok hantu di sana.
15 hari sudah sejak kejadian yang dialami Tiara, Eren tampaknya sudah benar-benar mulai berdamai dengan penglihatannya yang sering menangkap hantu. Eren bahkan mulai mengacuhkan kehadiran para hantu itu yang bisa muncul tiba-tiba dan tanpa bicara, lalu kemudian lenyap begitu saja.
“Dia sebetulnya ke sini kemarin malam, tapi kau sudah tidur. Dia melihatmu, lalu menangis dan memilih pulang,”
Tiara menghentikan kursi rodanya lalu menatap Eren sebal. “Kenapa kau harus mengajaknya di malam hari? Kenapa kau tidak mengajaknya sekarang saat aku bangun dan bersikap normal? Aku... aku padahal ingin meminta maaf padanya,”
Eren mengusap bahu Tiara dengan lembut. “Kau tahu itu tidak mungkin baginya bepergian dengan bebas. Aku menduga dan sepertinya dugaanku selalu tepat, anak buah Andre masih belum berhenti mencarinya. Akan sangat berisiko kalau aku membawanya ke sini, karena menurutku si brengsek itu juga menempatkan mata-matanya di tempat ini,”
Tiara meremas tangan Eren di bahunya, terasa gemetar ketakutan. Eren lalu balik menggenggam jemari adiknya itu.
“Tenanglah, aku sudah meminta Bono menempatkan Bintara terbaik mereka di tempat ini. Kau akan 24 jam selalu dilindungi,”
Tiara merasa begitu tenang, dia lalu mengangguk pelan sebelum tiba-tiba bergerak dengan cemas, “Tapi bagaimana dengan Luna? Kau bilang dia di rumah keluarganya, kan? Dia sendirian? Apa aman baginya seperti itu? Kau tidak melindunginya?”
Eren tersenyum lebar. “Kurasa gadis itu sebetulnya tak butuh kulindungi, kalau kau lihat betapa beraninya dia,”
Tiara menoleh, menatap Eren ingin tahu. Mau tak mau Eren jadi teringat kejadian beberapa hari terakhir ini saat dia bersama Luna.
Pada awalnya Eren mengira kalau Luna akan mengalami berbagai ketakutan seperti yang dirasakan oleh Tiara. Eren bahkan siap kalau Luna bisa tiba-tiba histeris, tapi gadis itu justru tampak tenang sangat tenang. Sepertinya keputusannya untuk bercerita soal Nada membuat beban dalam diri Luna seolah terangkat. Dia juga berjanji akan melawan segala ketakutannya itu, demi membongkar semua kejahatan Andre.
Bahkan dua malam yang lalu, Eren sempat kehilangan kontrol saat Luna tak ada di rumahnya. Di saat kepala Eren dipenuhi ketakutan bahwa Luna diculik oleh Andre, gadis itu justru muncul membuka pagar rumah dengan santai. Tanpa rasa bersalah, dia mengaku baru saja jalan-jalan ke minimarket yang berjarak sekitar 600 meter.
“Bagaimana kalau Andre melihatmu? Atau mungkin anak buahnya menemukanmu? Bagaimana kalau mereka menangkapmu?” sembur Eren tak percaya.
Luna tersenyum lebar. “Tenanglah, mereka tak akan bisa menemukanku seperti yang kau lakukan,”
Eren menghela napas dalam. Dia kadang merasa kalau menjaga Luna bahkan membuatnya lebih frustasi daripada menjaga Tiara dalam beberapa tahun terakhir. Mau tak mau dirinya sepakat kenapa Nada begitu ingin melindungi adiknya, karena Luna memang sangat ceroboh.
Eren kemudian mengeluarkan smartwatch dari saku jaketnya. Dia mendekati Luna dan menarik tangannya.
“Apa, apa yang kau lakukan?” tanya Luna gugup.
Dalam diam, Eren memasangkan smartwatch itu di pergelangan tangan kanan Luna. “Ini bukan smartwatch biasa. Kalau kau memencet tombol sebelah kanan, itu akan langsung terhubung ke ponselku. Itu adalah tombol darurat yang bisa kau tekan ketika, engg... maksudku, yaa pokoknya kau ak,-“
“Kenapa kau sangat baik padaku?”
“Apa?”
“Kita baru beberapa hari bertemu dan kurasa aku tidak menerimamu cukup baik pada awalnya. Tapi kenapa kau sangat peduli padaku? Kau bisa saja langsung pergi dan mencari keberadaan Andre lalu meninggalkanku, tapi ken-,”
“Sama seperti Tiara,” potong Eren kemudian, membuat Luna menatapnya ingin tahu.
Eren masih memegang tangan Luna sambil menatapnya begitu tajam, membuat Luna merasa ada sesuatu yang berdesir di dalam rongga dadanya.
“Sejak aku bertemu denganmu, kau membuatku benar-benar bersyukur. Aku bersyukur karena kau tidak mengalami seperti yang terjadi pada Tiara, aku bersyukur karena kakakmu melindungimu dari kejahatan yang bisa dilakukan Andre, aku bersyukur kau dengan berani membuat thread di Twitter itu sehingga aku bisa menemukanmu. Hal-hal itu membuatku juga ingin melindungimu,”
Mereka berdua saling bertukar pandang cukup lama, dalam posisi yang lumayan berdekatan. Luna semakin merasa kalau wajahnya mulai memanas tanpa sebab, sehingga membuatnya sedikit salah tingkah dan memutuskan melepaskan pegangan tangan Eren. Luna kemudian melihat smartwatch yang melingkar di tangannya, perangkat itu sama persis dengan smartwatch yang dikenakan oleh Eren dan membuatnya tersenyum tiba-tiba.
Sadar kalau dia sudah bertingkah aneh, Luna cepat-cepat menggelengkan kepalanya, berusaha untuk menyadarkan diri. Saat dia kembali fokus dan hendak menatap Eren, ekspresi wajah Eren terlihat aneh. Eren yang tengah menatap ke arah di belakang kepalanya, terlihat sedikit gugup dan mungkin ketakutan. Luna menoleh ke arah yang dilihat Eren dan dia melihatnya.
Seorang laki-laki berbaju berantakan dengan pandangan kosong dan wajah dipenuhi darah seperti layaknya korban pembunuhan, melintas di depan rumahnya dan masuk ke rumah di seberang.
“Tak perlu takut, dia sebentar lagi akan meninggalkan dunia ini,”
Mata Eren melotot, dia lalu menatap Luna bingung seolah tak percaya dengan apa yang dia dengar.
“Kau, kau melihatnya?”
Luna mengangguk tenang, lalu mulai duduk di salah satu kursi terasnya. Eren melangkah cepat mendekat dan meremas bahunya.
“Kau tidak bohong? Kau melihat laki-laki itu?”
Luna mengangguk sebal, sambil melepaskan remasan tangan Eren. “Bukan hanya dia. Kau pasti juga sudah melihat Ibu dan anak yang bergandengan tangan dengan tubuh penuh luka dan darah di belokan sebelum rumahku ini, kan? Kalau kau mau menemukan sosok seperti mereka, cobalah jalan dua rumah dari sini, di lantai dua ada seorang gadis dengan lidah terjulur duduk di sana. Aah, siapa suruh dia gantung diri karena diputuskan pacarnya?
Eren mengerjap, dia benar-benar tak menduga kalau Luna memiliki kemampuan aneh sepertinya. Tapi setelah dia memikirkannya kembali, ada beberapa pengakuan Luna yang sedikit berbeda.
“Tunggu, seorang gadis dengan lidah terjulur? Ibu dan anak penuh luka darah? Aah, karena kau melihat pantulan bayangan mereka di cermin, ya?”
Luna menggeleng bosan. “Aku tidak sepertimu yang butuh cermin untuk memastikan mereka hantu atau tidak. Aku melihat mereka dalam sosok asli, penampilannya saat meninggal dunia,”
Eren menggeleng tak percaya. Dia sungguh tak menduga kalau Luna justru memahami penderitaannya selama dua pekan terakhir. Dengan segera Eren merasa sangat lega dan semakin bersyukur karena Tuhan bisa mempertemukannya dengan Luna.
“Tapi, kenapa kau bilang kalau orang di taman itu akan meninggalkan dunia ini?” lanjut Eren penasaran.
Luna menarik napas dalam-dalam. “Karena arwah manusia, terutama mereka yang meninggal dalam kondisi mengejutkan dan tidak sesuai takdir lahirnya seperti dibunuh, tertabrak, atau bunuh diri, akan melakukan perjalanan terlebih dulu di Bumi, setidaknya sampai 40 hari dari kematiannya,”
“Waah, aku sangat kaget kau bisa tahu sejauh itu. Kau benar-benar selalu bisa membuatku terkejut setiap hari,”
Luna mendengus kesal. “Kau pikir aku menjadi jurnalis tanpa memiliki otak?”
Mau tak mau Eren tertawa mendengar celetukan Luna. Setelah mereka cukup dekat dalam beberapa hari terakhir ini, Eren menyadari kalau Luna memang memiliki pribadi yang menyenangkan. Gadis ini bisa diajak mengobrol berbagai hal tanpa terlihat bosan, meskipun kadang celetukannya terdengar dingin dan tak berperaaan.
“Kau kapan bisa melihat mereka? Aku sepertinya setelah terbangun dari kecelakaan di malam itu. Kau tahu kan kalau Andre merusak rem mobilku, sehingga aku gagal menabrak trotoar saat mengejarnya di tol?”
Luna mengangguk paham.
“Aah, andai saja kita bisa berbicara dengan mereka. Kau bilang hantu-hantu itu adalah mereka yang tewas secara tidak wajar, kan? Mungkin itu akan sangat membantu tugasku sebagai polisi,”
“Kau tidak akan bisa,”
“Apa?”
“Arwah-arwah itu, hanya akan bisa berbicara dan melakukan interaksi dengan orang yang terlibat dalam kematiannya. Atau orang yang bisa menolongnya, menyempurnakan kematiannya supaya bisa pergi meninggalkan dunia ini secara tenang,” jawab Luna dengan tatapan kosong ke depan.
“Wah, kau benar-benar tahu banyak soal hantu. Apa kau juga hantu?” canda Eren.
Luna tampak kaget, tapi kemudian Eren tertawa. Saat melihatnya tertawa, mau tak mau Luna juga ikut tersenyum karena entah sejak kapan, dia begitu suka melihat laki-laki di depannya ini tersenyum dan juga tertawa. Seolah kemuraman yang ada di dalam hatinya sedikit lenyap, saat melihatnya.
Terdengar suara ponselnya berdering, membuat Eren kembali dari lamunannya. Dia tampak cukup kaget karena sedari tadi malah membayangkan Luna. Ya, gadis itu memang muncul begitu saja dalam kehidupannya, tapi dia sama sekali tidak merasa terganggu. Justru setiap kali bertemu Luna, dia merasakan hal aneh yaitu perasaan yang penuh semangat. Perasaan yang baru saja dia rasakan, yang membuatnya selalu senang.
Eren menatap layarnya, ada nama Bono di sana. Bono rupanya memberitahu kalau dia sudah tiba di parkiran pusat rehabilitasi yang merawat Tiara. Tampaknya Bono mencoba memastikan apakah aman melakukan rapat di paviliun tempat Tiara berada, karena dia tak ingin Tiara mendadak histeris saat diajak ikut menyusun rencana. Tiara tampaknya mendengar pembicaraan itu dan dia malah memberikan senyum penuh percaya diri.
Tak beberapa lama, Bono, Dewi, Charles, dan Gunawan sudah masuk ke paviliun yang ditinggali oleh Tiara. Sebagai pusat rehabilitasi mental yang sangat populer, tempat ini memang memberikan fasilitas yang istimewa. Bahkan paviliun yang dipilih Tiara ini lebih menyerupai apartemen minimalis, daripada bagian dari rumah sakit jiwa. Lengkap dengan balkon yang bisa membuatnya menatap samudera luas, siapapun akan merasa berkunjung ke Menjiwa Health Care seperti berlibur di tepi pantai.
“Aku sudah mencari tahu, setidaknya ada empat buah mobil yang sering dipakai oleh Andre. Ini semua adalah mobil pribadinya dan sering dia pakai sehari-hari,” ungkap Charles sambil membeberkan sejumlah foto mobil di atas meja. Eren bisa melihat di sana ada Lexus NX berwarna merah, BMW i5 berwarna silver, Toyota Camry berwarna biru dan tentunya sedan Audi A8L berwarna gelap yang sempat dilihat Eren saat menjemput Tiara.