Sastra Ashwin

Setyo Wati
Chapter #1

"Bukan cliche, Sas. Yang begitu itu klasik namanya!"

Sastra berdecak kecil, lalu menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang dengan senyum kecut yang sulit diterjemahkan.

 Tidak habis pikir dengan jalan cerita yang baru saja dia baca dari salah satu platform novel digital terlaris saat ini. Sangsi dengan kesungguhan banyaknya kaum hawa di luar sana yang entah bagaimana bisa mendamba cowok tampan yang sakit-sakitan.

 Sastra benar-benar ingin tahu alasannya.

 Dia penasaran setengah mati.

 Entah mengapa setelah membaca cerita itu, kisah cintanya dengan Ashwin jadi terdengar seperti lelucon.

 Seumur hidup tidak pernah terlintas di benak Sastra untuk menjalin kasih dengan cowok tampan, kaya raya, namun sakit, seperti Ashwin. Sastra tidak pernah sekalipun menginginkannya. Tetapi, saat pada akhirnya hati Sastra jatuh pada Ashwin, dia juga tidak kuasa menolak.

 Jika di luar sana banyak perempuan yang menginginkan laki-laki penyakitan. Mungkin, karena mereka belum pernah merasakan apa yang Sastra rasakan.

 Sama seperti pasangan kekasih lain, Sastra menikmati apa itu bahagia oleh cinta. Bagaimana jantungnya menggila dengan desiran aneh yang memabukan. Mata yang selalu merindukan sosok jangkung dengan lagak canggung bak penganut aliran musik klasik yang mabuk itu.

 Sastra merasakan semua kenikmatan jatuh cinta dan dicintai.

 Namun, dalam setiap pembuluh darah Sastra turut mengalir ketakutan yang besar. Takut cintanya menghilang, takut Ashwin-nya lesap begitu saja. Takut melihat kekasihnya terkapar tidak berdaya dalam kesakitan.

 Kemudian muncul penyesalan. Banyak kata andai yang Sastra lafalkan dalam hatinya. Andai bukan Ashwin orangnya. Andai Ashwin sehat. Andai bukan Ashwin yang Sastra pilih untuk menjatuhkan hatinya.

 Andai ….

 Sastra harus rela menjelajahi fase itu, memutarnya berulang tanpa keluh apalagi berkesah. Menanti Ashwin kembali tertangkap oleh matanya, lalu Sastra jatuh kembali, Sastra terbuai kembali, hingga berjuta cemas itu sirna.

 Begitu seterusnya.

 Dan rasanya melelahkan.

 Berulang kali Sastra ingin berhenti. Namun, selalu berujung kegagalan. Karena hatinya tidak pernah bisa merelakan Ashwin lepas begitu saja.

 Tidak untuk siapa pun. Termasuk mereka yang begitu kecanduan pada sicklit. Yang mendamba laki-laki sakit tanpa alasan yang patut untuk disebut sebuah alasan.

 Sastra kembali menggulir layar ponselnya, lalu keluar dari aplikasi itu untuk beralih pada galeri. Dia menemukan foto Ashwin. Foto pertama yang dia dapat dari salah seorang teman.

 Sastra ingat, tepat setelah nomor tidak dikenal mengirim pesan dan memperkenalkan diri sebagai Ashwin, Sastra bertanya pada salah satu temannya tentang nama itu. Dan dua hari kemudian, Sastra mendapatkan foto Ashwin.

 "Maba?"

 "Hmm." Dara, teman sekelas Sastra bergumam rendah, lalu melanjutkan kunyahan baksonya.

 "Kok nggak ikut ospek?" tanya Sastra sambil menyodorkan es teh manisnya untuk diminum Dara, jus alpukat Dara belum datang padahal baksonya sudah tandas dari dua menit yang lalu.

 "Makasih, aku minum kuah baksonya aja."

Lihat selengkapnya