SATARUPA

Nawasena Afati
Chapter #8

06 : Bertemu Sang Penabur Luka

“Tidak ada sebuah kenangan yang benar-benar terlupakan dalam diri. Hanya ada orang yang pura-pura melupakan sebuah kenangan. Terlebih, kenangan itu adalah kenangan yang buruk.”

***

Cakrawala pagi hari ini, terlihat jauh lebih menenangkan dibandingkan hari-hari yang lalu. Meski Sang Surya tetaplah menyorot tajam—menyinari dunia, tapi hawa panasnya tidak sepanas hari-hari lalu. Bahkan mungkin, suhu kota Tangerang Selatan saat ini mencapai 32°C. Padahal biasanya, menyentuh angka 36°C jika sedang panas-panasnya.

Pagi di hari Senin ini, memanglah membuat banyak orang mengawali aktivitas kesibukannya. Bekerja, bersekolah, lalu-lalang jalanan sudah pasti akan ada kemacetan sama seperti di Ibukota. Terlebih, kepadatan penduduk di Kota ini hampir sama seperti di Ibukota.

Di antara hiruk pikuknya Kota Tangerang Selatan, ada seorang gadis yang tengah pura-pura melupakan kenangan. Dia bercengkrama, seperti biasa. Seolah tidak pernah ada sesuatu yang pernah terjadi dalam hidupnya. Terlebih, orang yang sedang bercengkrama dengannya adalah salah satu sang penabur luka.

"Kamu hebat banget, Ra. Tante kemarin lihat kamu masuk berita inspiratif di laman Instagram." Suara itu nampak mengalun lembut di indera pendengaran Zara, sampai Zara rasanya ingin sekali menutupi daun telinganya itu.

Tatapannya menyelidik, mengamati tiap gerak dari sang lawan bicara. Khawatir, jika wanita berusia 40 tahun itu berencana untuk membuat huru-hara di rumahnya ini.

Sebenarnya, jika wanita di hadapannya ini adalah orang lain—Zara mungkin tak sampai melakukan hal seperti itu. Tapi karena wanita di hadapannya ini adalah orang yang menabur luka di hidupnya, semua tentang wanita itu—tak akan Zara sukai sejak kejadian yang terjadi di masa lalu.

Irmala Dewi. Seorang wanita single parent yang merupakan teman dari ibunda Zara. Dia sudah dianggap seperti saudara karena wanita itu berasal dari Kota Cianjur. Konon kata orang tuanya, semua orang yang berasal dari daerah Sunda itu baraya (saudara). Hingga terjalinlah kedekatan yang sudah seperti saudara pada umumnya.

Pada awalnya memang baik-baik saja. Hubungan kedua orang tua Zara pun masih sama harmonisnya sekalipun sedang dalam masa sulit. Termasuk juga hubungan kedua orang tua dengan Irmala Dewi itu. Zara bisa melihat seperti apa kedua orang tuanya merangkul dan memperhatikan sosok Irmala Dewi.

Sang ibunda, yang memang pada dasarnya berhati tulus dan tak pernah su'udzon pada orang lain, bahkan sering meminta suaminya atau ayah Zara untuk mengantarkan Irmala Dewi berobat. Memang pada saat itu, kondisi Irmala Dewi sendiri agak memprihatinkan. Dia yang menjadi seorang single parent setelah diceraikan oleh suaminya yang KDRT, sempat mengalami konflik batin yang cukup membuatnya terguncang.

Tentu saja, hal itu menarik simpati kedua orang tua Zara untuk membantu. Dari mulai memberikannya nasihat dan saran, sampai bolak-balik mengantarkan sosok Irmala Dewi ke Rumah Sakit untuk berobat. Memang pernah sekali dua kali sang ibunda juga ikut mengantar, tapi karena kesibukannya menjadi IRT sekaligus mempunyai usaha butik, membuat sang ibunda menyerahkan kondisi Irmala Dewi pada sang suami. Yang mungkin saja, dari celah itulah hadir sesuatu di antara mereka.

Sama seperti sang ibunda, Zara juga tidak pernah berpikir buruk akan terjadi sesuatu di antara kedekatan tersebut. Ia hanya berpikir, kebaikan hati sang ayah yang tulus membantu seseorang adalah hal yang patut dibanggakan. Tapi mungkin saat itu Zara tidak sadar, jika sejatinya tidak ada kedekatan atau ikatan persahabatan sendiri di antara dua lawan jenis.

Lihat selengkapnya